MANCHESTER, JUMAT — Bela Guttmann, pelatih legendaris asal Hongaria, meyakini, dua tahun adalah waktu maksimum melatih sebuah klub sepak bola. Jika melebihi dua tahun, deretan prestasi pelatih hebat bakal berbalik menjadi fatal alias bencana.
Meski telah meninggal hampir empat dekade silam, keyakinan Guttmann yang dikenal sebagai istilah ”siklus tiga tahun” itu masih terus hidup hingga saat ini. Jose Mourinho adalah salah satu manajer yang terus dihantui paham itu walau pada Kamis (25/1) memperpanjang kontrak hingga minimal 2020 di klubnya saat ini, Manchester United.
Siklus tiga tahun itulah yang mendorong ”Si Spesial” bak kutu loncat, yaitu tidak pernah bertahan di satu klub lebih dari tiga tahun. Tradisi itu rutin berjalan mulai dari awal karier melatihnya di Benfica hingga Chelsea, klubnya terdahulu. Rata-rata durasi melatih Mourinho hanya 2,1 tahun, mirip Guttmann.
Meski lahir di era berbeda, keduanya berbagi kesamaan. Mereka sama-sama pemikir yang eksentrik, penuh gairah serta kontroversial, juga menyandang gelar sarjana psikologi.
Guttmann, yang memberikan dua trofi Liga Champions untuk Benfica, 1961 dan 1962, mengibaratkan profesinya sebagai pawang singa. ”Dalam pertunjukan, sang pawang dapat mengendalikan singa sepanjang percaya diri dan tiada takut. Namun, saat ia mulai tidak yakin dengan energi hipnotisnya itu, yang ditandai pancaran ketakutan di matanya, ia segera pergi,” ujar Guttmann, seperti dikutip The Guardian.
Berbekal ilmu psikologi dan penguasaan enam bahasa asing, Mourinho menyulap sekelompok pemain biasa di FC Porto menjadi gerombolan ”singa” lapar di Liga Champions 2003-2004. Mereka menjadi juara saat itu.
Belum genap tiga tahun di Porto, Mourinho lantas bertualang ke Inggris, bersama Chelsea, Juni 2004. Dengan kekuatan ”hipnotis”, ia mengantarkan Chelsea juara Liga Inggris di musim pertamanya. Itu gelar pertama ”The Blues” dalam 50 tahun.
Pada musim ketiganya di klub itu, Mourinho gagal dan hijrah ke Inter Milan. Siklus tiga tahunan kembali membuatnya angkat kaki dari Italia seusai mengakhiri 45 tahun puasa trofi Liga Champions Inter Milan pada 2010.
Siklus serupa kembali dialaminya di Real Madrid. Ia dipecat dari Madrid seusai gagal total di musim 2012-2013. Padahal, semusim sebelumnya, Mourinho membawa Madrid menjuarai La Liga sekaligus mengukir rekor poin (100 angka) dan kemenangan (32 kali) terbanyak semusim.
Pada musim ketiganya itu, barisan ”singa” andalannya, seperti bintang Cristiano Ronaldo, balik menerkamnya. Ya, Mourinho didepak dari Madrid setelah gagal menjaga motivasi dan hubungan baik dengan sang megabintang.
Seperti yang pernah dikatakan Guttmann, pada tahun ketiga, antusiasme pemain jauh menurun. Selain itu, pemain mulai bosan dengan ocehan pelatih dan musuh mulai familier dengan taktiknya. Itu pula yang mengakibatkan penurunan performa The Blues pada akhir periode kedua Mourinho di klub itu pada 2015.
Ketika itu, Mourinho dikudeta para pemain senior Chelsea yang menjadi andalannya, seperti Eden Hazard dan Branislav Ivanovic. Ironisnya, semusim sebelumnya, Chelsea menjuarai Liga Inggris. Mourinho pun sempat sesumbar ingin terus bertahan di Stamford Bridge hingga 2025.
Ikrar serupa kini diucapkan Mourinho di MU. Ia ingin mengabdi untuk ”Setan Merah” lebih lama demi membangun dinasti seperti dilakukan pendahulunya, Sir Alex Ferguson, yang 27 tahun di MU. Menurut Si Spesial, ia telah berevolusi sebagai pelatih.
Ia kini lebih rileks dan tidak melulu memikirkan sepak bola. Ia melihat masa depan lebih panjang di MU, tim yang masih sangat muda, yaitu rata-rata usia pemain 25 tahun.
Kini, hanya waktu yang bisa menjawab, apakah Mourinho sudah lepas dari jerat ”siklus tiga tahun” Guttmann. (BBC/JON)