Laga persahabatan untuk memperingati 60 tahun hubungan diplomatik Indonesia-Jepang itu berlangsung di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Sabtu (27/1). Bhayangkara FC takluk 2-4 dari Tokyo FC. Dua gol Bhayangkara dicetak penyerang asal Brasil, David da Silva, dari titik putih pada menit ke-55 dan penyerang Marinus Wanewar pada menit ke-69. Adapun Tokyo FC menciptakan gol lewat bek Masato Morishige (menit ke-3), penyerang Takefusa Kubo (menit ke-75 dan ke-100), serta penyerang Ryoichi Maeda (menit ke-85).
Dari permainan terlihat Bhayangkara kalah kelas dari Tokyo FC. Pemain Bhayangkara sedikitnya membuat 13 kesalahan, yakni 9 kali salah umpan dan 4 kali tak cermat menahan bola. Kesalahan mereka lakukan ketika tidak ada tekanan dari lawan. Sementara pemain Tokyo FC membuat lima kesalahan, semuanya salah umpan karena tekanan lawan.
Teknik mengumpan dan menahan bola merupakan teknik dasar sepak bola. Kedua teknik tersebut wajib dikuasai sejak awal atlet menekuni sepak bola. Pelatih Bhayangkara FC Simon McMenemy ketika konferensi pers mengatakan tak adil menilai kualitas pemain hanya dari satu laga. Namun, ia menyadari ada yang salah dalam pembinaan sepak bola di Indonesia sehingga pemain yang dihasilkan tidak benar-benar matang. Kondisi itu harus menjadi bahan pembelajaran, terutama bagi Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI).
”Bagaimana menciptakan pesepak bola yang baik dari usia muda, ini masih kurang dari Indonesia. Mungkin anak-anak tidak mendapatkan cara latihan yang benar dan tempat latihan yang baik. Indonesia perlu belajar dari Jepang yang menjadi contoh sukses pembinaan sepak bola di Asia,” tegasnya.
Pelatih Tokyo FC Kenta Hasegawa menekankan, pembinaan usia muda merupakan fase paling penting dalam pengembangan sepak bola. Untuk itu, federasi hingga klub ataupun akademi sepak bola wajib memiliki standar pembinaan yang baik dan benar.
”Pesepak bola muda pun harus diberi kepercayaan tampil guna menambah pengalaman,” ujarnya.
Setiap pemain, lanjut Hasegawa, juga patut menjaga sikap, baik dalam latihan maupun pertandingan. Mereka tidak boleh cepat puas dan harus terus bekerja keras menempa diri. Pemain-pemain Jepang dilatih disiplin sedari dini.
Aksi ”Messi” Jepang
Laga kemarin menjadi panggung bagi pesepak bola muda Jepang, Takefusa Kubo. Pemuda berusia 16 tahun itu menciptakan dua gol pada laga tersebut. Bahkan, gol pertamanya diciptakan kurang 5 menit setelah ia masuk lapangan.
Kubo merupakan pesepak bola muda yang dijuluki ”Messi” Jepang. Sebab, ia memiliki postur tubuh pendek dan kecil seperti megabintang klub Barcelona, Lionel Messi. Tinggi Kubo hanya 172 sentimeter dan beratnya sekitar 60 kilogram.
Tak hanya perawakannya, gaya bermain Kubo pun sekilas mirip Messi. Ia memiliki gaya bermain cepat, lincah, dan kuat menahan bola. Di sisi lain, pada usia 10 tahun, Kubo pernah diincar Barcelona, tetapi urung direkrut karena larangan merekrut pemain berusia di bawah 18 tahun.
Di Jepang, karier Kubo melesat dalam dua tahun ini. Ia memecahkan rekor sebagai pemain termuda yang menjalani debut profesional, yakni pada usia 15 tahun 5 bulan, kala Tokyo FC U-23 melawan AC Nagano Parciero di J-League 3 pada 5 September 2016. Lalu, ia memecahkan rekor sebagai pemain termuda yang mencetak gol profesional, yakni pada usia 15 tahun 10 bulan 11 hari, kala FC Tokyo U-23 melawan Cerezo Osaka U-23 di J-League 3 pada 15 April 2017. (DRI)