Descartes Hadir di Fenomena Swansea
Swansea City, tim semenjana di Liga Inggris, tampil fenomenal sejak diasuh pelatih asal Portugal, Carlos Carvalhal. Pelatih yang juga pemikir itu menghadirkan filsuf asal Perancis, Rene Descartes, saat memukul dua raksasa, Liverpool dan Arsenal. Descartes ”hidup” pada diri Swansea.
”Anda tahu Descartes? Apa yang Descartes pikirkan?” tanya Carvalhal yang membuat seorang jurnalis The Telegraph di Inggris terenyak di tengah wawancara.
Pertanyaan tentang pemikiran filsuf bukan hal yang lazim dilontarkan seorang insan sepak bola seperti Carvalhal. Sang jurnalis pun kebingungan menjawab pertanyaan itu karena ia tidak mendalami filsafat.
Jurnalis itu mewawancarai Carvalhal untuk mengetahui lebih dalam apakah ”rahasia” yang membuat Swansea tampil begitu fenomenal akhir-akhir ini.
Tim yang sempat berada di peringkat terbawah, yaitu ke-20 Liga Inggris, itu melesat bak meteor. Mereka kini berada di luar zona degredasi, yaitu peringkat ke-17, seusai menang beruntun atas Liverpool dan Arsenal di dua laga terakhir Liga Inggris.
Rupanya, pertanyaan pembuka Carvalhal, yang merujuk filosofi ”fenomena kompleks” yang dicetuskan Descartes—bapak filsafat modern—empat abad silam, adalah rahasia sesungguhnya di balik kehebataan Swansea.
Ia menjelaskan, koneksi pikiran antarmanusia atau dalam konteks ini adalah para pemainnya, adalah asal muasal dari kebangkitan Swansea di Liga Inggris.
”Koneksi (pikiran dan emosional antarmanusia) itu tidak terbelah. Itu bukanlah angka...,” tutur Carvalhal, manajer berusia 52 tahun, seolah menantang teori Descartes yang menyebutkan bahwa tubuh dan pemikiran manusia itu adalah dua entitas berbeda atau substansi yang terpisah.
”Sepak bola adalah tentang koneksi (antarmanusia). Dalam hal ini, kami sebagai orang-orang Portugal, kami ahlinya. Saya bukan ingin mengatakan orang Portugal itu spesial. Kami spesial karena kami paham betul tentang hubungan antarmanusia,” ujar Carvalhal.
Pemahamannya akan karakter orang serta bagaimana cara mendekati mereka adalah fondasi Carvalhal untuk melecut motivasi Swansea, tim yang dua pekan lalu masih berada di posisi juru kunci Liga Inggris.
Sebagai contoh, ia membuat Renanto Sanchez, salah satu pemain tengah yang dipinjam dari Bayer Muenchen, untuk bisa kembali percaya diri di lapangan. Penampilan pemain muda itu sempat merosot sehingga membuat Muenchen rela meminjamkannya ke klub lain.
Bergulat dengan pemain
Carvalhal, yang mengambil alih kursi Manajer Swansea dari Paul Clement pada akhir Desember lalu, nyaris tidak berjarak dengan para pemainnya. Karena begitu dekatnya, manajer yang satu angkatan dengan Jose Mourinho (Manajer Manchester United) saat mengambil lisensi UEFA Pro itu tidak jarang bergulat alias berkelahi dengan pemainnya. Hal itu diungkapkan bek tengah Swansea, Alfie Mawson.
”Dia begitu banyak energi. Ia sampai mengajak kami bergulat atau berkelahi kecil dengan kami jika ada sesuatu yang tidak sesuai dengan yang diinginkannya. Ia selalu meminta kami tampil profesional.
Jika tidak, silakan keluar dari tim ini,” ujar Mawson menirukan kalimat Carvalhal yang terus terngiang-ngiang di kepalanya seperti dikutip Wales Online.
Carvalhal punya karakter serupa Mourinho, manajer yang kuliah psikologi. Carvalhal memiliki karakter meledak-ledak di lapangan, hal yang juga kerap dilakukan ”Si Spesial”.
Baik Carvalhal maupun Mourinho paham, luapan ekspresi dan determinasi itu dapat membangun hubungan emosional dengan para pemain.
Jika sang manajer saja bisa begitu ngotot, mengapa para pemain tidak? Begitu kira-kira yang ingin dibangun kedua manajer itu.
Karakter keras Carvalhal tecermin dari penampilan pasukan Swansea di lapangan. Mereka tampil bak gladiator, tak kenal takut, saat menghadapi Liverpool dan Arsenal.
Mereka juga lebih cerdik, menggembosi kualitas teknik dan kecepatan kedua raksasa itu dengan permainan fisik dan memaksa pemain lawan frustrasi dan akhirnya membuat sendiri kesalahan. Itu terutama tecermin saat mereka membekap Arsenal 3-1 di Stadion Liberty.
Arsene Wenger, Manajer Arsenal, yang kaya pengalaman dengan 22 tahun berada di Liga Inggris, hanya bisa gusar para pemainnya masuk perangkap Swansea dengan banyak membuat kesalahan.
Seperti halnya pemikir, Carvalhal selalu punya analogi dalam membaca permainan lawan. Saat membekap Liverpool 1-0 ,misalnya, ia mengumpamakan taktik timnya sebagai ”kemacetan di London”.
Tidak ada keajaiban
”Liverpool itu bak mobil balap Formula 1. Mereka akan sulit kami kejar jika balapan di sirkuit. Namun, jika itu digelar di jalanan pusat kota London saat pukul 16.00 yang macet, mereka tidak akan bisa melesat. Kemacetan London itulah yang kami hadirkan saat melawan mereka,” ujar Carvalhal beranalogi saat menerapkan taktik parkir bus dan memaksimalkan eksekusi bola mati saat mempermalukan ”The Reds”.
Swansea sebelumya dipandang sebelah mata dan sempat divonis bakal terdegradasi akhir musim ini. Hanya keajaiban yang bisa menyelamatkan mereka. Namun, bagi Carvalhal, tidak ada yang namanya keajaiban dalam sepak bola.
”Yang ada adalah kerja keras. Hanya itu yang bisa menyelamatkan kami. Berkat itu, kami kini bisa hidup setelah sempat divonis mati,” ujar manajer sepak bola yang rajin menulis buku itu.