Semangat regenerasi dibawa PP Pelti ketika menyeleksi petenis untuk tim Piala Davis, melawan Filipina di Jakarta, 3-4 Februari. Namun, semangat itu belum disertai kemampuan untuk mengalahkan lawan.
Indonesia ditundukkan Filipina, 1-4, pada babak pertama Grup II Zona Asia/Oseania. Kekalahan itu membuat Merah Putih berhadapan dengan ancaman degradasi ke Grup III.
Play off untuk bertahan pada Grup II akan dijalani untuk keempat kali dalam lima tahun terakhir setelah 2014, 2016, dan 2017. Indonesia akan menjadi tim tamu saat melawan Sri Lanka, 7-8 April, pada laga yang kemungkinan berlangsung di lapangan tanah liat. Ini menjadi tantangan mengingat minimnya lapangan tenis di Jakarta, apalagi lapangan tanah liat.
Indonesia pada akhirnya selalu bertahan pada tiga play off sebelumnya karena kehadiran Christopher ”Christo” Rungkat. Christo, yang absen melawan Filipina karena mengikuti turnamen ATP Challengers, menyumbangkan, minimal, dua dari tiga kemenangan yang diperlukan pada setiap laga Indonesia.
Christo tampaknya akan kembali diandalkan untuk menyelamatkan Indonesia. Disebutkan Manajer Tim Davis Indonesia Didiek Edhie, Christo akan tampil melawan Sri Lanka.
Petenis berusia 28 tahun itu adalah satu-satunya petenis Indonesia yang saat ini menjalani tur turnamen ATP. Tur ini pula yang menjadi agenda utama Christo pada musim 2018.
Setelah tampil pada tiga turnamen ATP Challengers bersama Jeevan Nedunchezhiyan (India) dan menjadi juara di Dallas, AS, akhir pekan lalu, Christo tampil di San Francisco, pekan ini. Saat ini, dia berada di peringkat ke-113 dunia ganda, peringkat tertinggi sejak bersaing di arena profesional pada 2007.
”Christo belum pasti main dalam Piala Davis. Dia akan fokus dulu main di San Francisco. Saat dia pulang ke Indonesia setelah turnamen San Francisco, tim akan diskusi lagi masalah itu dengan Christo,” kata Andrian Raturandang, pelatih Christo.
Andrian pun menyebutkan sembilan turnamen ATP Challengers yang akan diikuti Christo setelah ATP San Francisco hingga akhir April. Turnamen yang akan dijalani di Taiwan, China, dan Korea Selatan, pada April, akan dievaluasi berdasarkan hasil turnamen pada Februari dan Maret.
Jika Christo pada akhirnya tampil melawan Sri Lanka, tenis Indonesia belum bisa lepas dari peran juara ganda putra Perancis Terbuka Yunior 2008 (bersama Henri Kontinen) itu. ”Faktanya memang seperti itu. Belum ada yang bisa memikul tanggung jawab sebagai petenis andalan selain Christo,” kata pelatih tim nasional putra Deddy Prasetyo.
Penyebab yang kerap disebut adalah kurangnya pengalaman bertanding petenis Indonesia dalam turnamen di luar negeri. Periodisasi latihan memang membutuhkan turnamen sebagai sasaran antara. Namun, mengirimkan petenis ke luar negeri tampaknya bukan solusi untuk jangka pendek.
Dengan peringkat di bawah 1.300-an dunia, umumnya petenis Indonesia harus mengikuti babak kualifikasi pada turnamen pro circuit Federasi Tenis Internasional. Atau, jika beruntung, mereka bisa tampil dengan mendapat wildcard, terutama jika turnamen digelar di Indonesia.
Maka, seperti dikatakan Deddy, solusinya akan kembali ke dasar, yaitu meningkatkan kemampuan petenis dan mengujinya dalam turnamen nasional yang berkualitas.
Tanpa modal itu, M Althaf Dhaifullah dan kawan-kawan yang merupakan talenta muda akan sia-sia. Dan, Indonesia akan selalu mengandalkan Christo, entah sampai kapan. (IYA)