Perlombaan poomsae atau jurus kali ini menggunakan gerakan poomsae baru yang lebih dinamis dan mirip dengan gerakan pertarungan. Perlombaan itu juga menggunakan sistem satu lawan satu, bukan dilombakan secara bersamaan dan dinilai, lalu diranking.
Muhammad Alfi Kusuma mengawali dominasi Indonesia pada perseorangan putra. Di final, Alfi menekuk Choy Cheuk Yin dari Hong Kong dengan nilai 8,390 melawan 8,290.
Namun, Alfi masih harus berbenah jika ingin merebut medali emas di Asian Games. Keseimbangannya kurang sempurna dan kakinya sempat gemetar saat berdiri satu kaki.
”Saya trauma dan grogi saat final sehingga kaki saya sempat gemetar. Dengan waktu lima bulan yang tersisa, saya harus berlatih lebih keras agar stabil. Mungkin saya juga perlu bantuan psikolog untuk mengatasi masalah trauma pernah kalah karena kaki gemetar,” kata Alfi.
Defia Rosmaniar melanjutkan dominasi Indonesia pada nomor perseorangan putri. Defia mengalahkan Yap Khim Wen dari Malaysia dengan skor 8,540 melawan 8,170.
”Lawan yang ada saat ini bukan gambaran kekuatan lawan sesungguhnya. Mungkin baru 70 persen. Jika berlatih lebih keras, saya bisa punya peluang meraih emas di Asian Games. Apalagi, semua taekwondoin harus belajar ulang gerakan poomsae baru,” kata Defia.
Dua emas dari poomsae lainnya dipersembahkan oleh tim putra dan putri. Tim putra Indonesia terdiri dari Muhammad Abdurrahman Wahyu, Abdurrahman Darwin, dan Akhmad Syaiful Anwar. Tim putri Indonesia terdiri dari Mutiara Habiba, Ruhil, dan Defia.
”Poomsae baru menjadi start yang adil bagi semua atlet poomsae dunia. Atlet Korea Selatan sudah berlatih sedikit lebih awal, tetapi masih bisa kita kejar pada Asian Games nanti. Kami akan mengevaluasi hasil ini dan menyempurnakan gerakan mereka sampai menjelang Asian Games,” kata Rahmi Kurnia, manajer timnas Indonesia.
Pada disiplin kyorugi atau pertarungan, Indonesia meraih satu emas dan dua perak dari tiga nomor pertandingan. Mariska Halinda meraih emas pada nomor -53 kilogram putri setelah melibas taekwondoin Filipina, Rheza Aragon, dengan skor 10-1 di final.
”Saya gembira dapat meraih emas, tetapi kekuatan lawan di Asian Games bakal lebih berat. Saya harus menyempurnakan pertahanan, pengaturan jarak serang, dan berlatih menyerang dengan agresif,” kata Mariska.
Dua perak lain direbut Reynaldi Atmanegara pada kelas -58 kg putra dan Nicolas Armanto pada kelas +80 kg.
Silat
Pada cabang silat yang digelar di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), sorakan sekitar 3.000 penonton menyemangati Komang Harik Adi Putra yang berlaga di kelas E. Komang menjadi satu-satunya pesilat Indonesia yang tampil pada Sabtu (10/2).
Dukungan itu membuat Komang menekuk pesilat Thailand, Wutthichai Phuttan, dengan skor 5-0. Komang akan melanjutkan laga pada Minggu.
”Pertandingan pertama ini akan menjadi bahan evaluasi saya untuk menutupi kekurangan dan mempertajam teknik saya,” kata Komang.
Sementara itu, mantan Ketua Umum IPSI dan mantan Presiden Persilat, Eddy M Nalapraya, mengaku bahagia karena pencak silat akhirnya dipertandingkan di Asian Games. Pada 2002, Eddy memperkenalkan silat pada Asian Games Busan.
”Saya berharap pengurus Persilat dan PB IPSI mampu meneruskannya agar pencak silat tidak hanya dipertandingkan ketika Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games saja,” kata Eddy. (ECA/NIC/DD15)