Penyelenggaraan uji coba pra-Asian Games 2018 untuk cabang taekwondo pada 10-11 Februari di JIExpo Kemayoran, Jakarta, berlangsung dengan baik sesuai rencana. Semua lomba dan pertandingan berjalan sesuai jadwal dan tanpa diwarnai protes.
Namun, jika diperhatikan secara lebih detail, ada beberapa hal yang harus dibenahi jika ingin penyelenggaraan Asian Games pada Agustus mendatang berjalan lancar. Yang pertama dan utama adalah pencairan dana operasional yang tepat waktu. Dana operasional sangat diperlukan agar semua persiapan berjalan lancar, jauh hari sebelum lomba dimulai.
Transportasi bagi atlet, perangkat pertandingan, dan delegasi teknis dari luar negeri juga perlu diperhatikan, terutama dari bandara ke hotel. Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Taekwondo Indonesia Dirc Richard mengatakan, dirinya banyak menerima keluhan dari delegasi luar negeri soal ketiadaan jemputan di bandara setelah pukul 22.00. Padahal, banyak yang tiba ke Indonesia pada malam hari.
”Jemputan di bandara merupakan kunci layanan bagi delegasi luar negeri. Jika jemputan awal buruk, mereka akan cenderung mencari-cari kesalahan kita pada hari-hari selanjutnya,” kata Richard.
Fasilitas hotel dan makanan bagi wasit dan juri asing juga perlu diperbaiki. Menurut Richard, keluhan pada aspek akomodasi juga sangat banyak. Keluhan itu mulai dari kamar yang terlalu kecil, restoran yang kurang bersih, sampai ketiadaan tisu toilet di hotel.
”Inasgoc (Panitia Penyelenggara Asian Games Indonesia) perlu memikirkan anggaran untuk menempatkan para wasit dan juri di hotel bintang 4 atau 5. Servis istimewa bagi mereka sangat layak diberikan oleh tuan rumah,” kata Richard.
Potensi masalah penyelenggaraan juga terdapat di ruang media, lokasi bagi pewarta foto dan kamerawan televisi. Ruang media yang ada terlihat besar, tetapi sebenarnya sangat kurang untuk menampung ratusan wartawan se-Asia. Perlu ruang media dengan luas tiga hingga empat kali lipat dari saat ini.
Setiap meja di ruang media juga perlu dilengkapi dengan stop kontak untuk mengisi baterai komputer jinjing, kamera, atau telepon genggam. Jumlah dan jenis makanan dan minuman di ruang media perlu ditambah karena akan banyak wartawan yang datang.
Posisi kamerawan dan fotografer perlu disediakan di sudut yang tepat dan tempat yang luas. Tempat yang ada saat ini terlalu sempit sehingga berpotensi menimbulkan konflik antarkamerawan dan pewarta foto.
Di sisi lain, relawan yang ada perlu mendapat pembagian kerja yang detail, bukan hanya pembagian pos. Banyak relawan yang bergerombol, duduk-duduk di berbagai tempat, dan ada yang memenuhi tribune penonton. Padahal, ada banyak tempat yang harus dijaga relawan dan mereka harus siap membantu siapa pun yang memerlukan informasi atau jasa mereka.
Atlet
Pada sisi atlet, laga uji coba akhir pekan lalu mengungkap beberapa kelemahan atlet Indonesia. Pada disiplin poomsae, keseimbangan dan kekuatan tubuh bagian bawah perlu mendapat latihan penguatan tambahan.
Pada nomor perseorangan, kaki yang bergetar saat gerakan berdiri dengan satu kaki masih terlihat. Jika berlomba satu lawan satu melawan atlet Korea Selatan, China, Jepang, atau Vietnam, kesalahan semacam itu dapat memicu kekalahan.
Pada nomor tim, kekompakan dan keseimbangan setelah salto juga menjadi faktor yang perlu diperhatikan. Selain itu, tim Indonesia memerlukan bantuan orang profesional untuk menata koreografi dan meramu musik untuk gaya bebas.
”Kami sedang mencari bantuan koreografer dan penata musik profesional untuk nomor tim agar kita meraih hasil maksimal,” kata Rahmi Kurnia, manajer tim taekwondo Indonesia.
Pada disiplin kyorugi, atlet Indonesia perlu berlatih lagi untuk menyerang secara efektif pada bagian-bagian yang mudah menghasilkan angka. Penampilan atlet profesional dari Korsel pada ajang itu perlu dipelajari karena mereka selalu akurat saat menendang ke arah pelindung tubuh sehingga mudah mendapat banyak angka.
Taktik, sistem pertahanan, dan stamina juga harus ditingkatkan agar lawan tidak mudah mencuri angka. Banyak kekalahan atlet Indonesia disebabkan longgarnya pertahanan. (Emilius Caesar Alexey)