Gelar Bukan Jaminan
Uji coba kejuaraan Asian Games 2018 yang mempertandingkan delapan cabang olahraga telah berakhir. Tim bola basket dan bola voli yang bermain dengan motivasi tinggi memetik gelar juara.
Namun, prestasi itu belum bisa menjadi tolok ukur prestasi yang sama akan diraih saat Asian Games bergulir 18 Agustus-2 September. Saat kejuaraan sesungguhnya, Indonesia akan menghadapi tim-tim yang jauh lebih kuat dan matang.
Pada uji coba Asian Games, lawan yang dihadapi tim basket dan voli Indonesia tidak merepresentasikan peta persaingan sebenarnya. Tim lawan bukanlah tim inti dan beberapa kontingen juga bukan negara yang kuat di basket dan voli.
Pada uji coba cabang basket, 8-12 Februari, Indonesia keluar sebagai pemenang. Indonesia mengandaskan perlawanan India, 78-68, pada laga final di Gedung Basket A Senayan, Jakarta, Senin (12/2). Walau juara, hal itu tidak benar-benar membanggakan. Sebab, Indonesia hanya bersaing dengan tiga negara yang tergolong bukan kekuatan utama basket di Asia, yakni India, Thailand, dan Timor Leste.
Pelatih tim basket Indonesia Fictor Roring seusai laga final pun membenarkan, uji coba itu tidak merepresentasikan peta persaingan saat Asian Games 2018. ”Ini hanya tempat kita beradaptasi dengan suasana dalam arena dan melihat kesiapan pemain menghadapi kompetisi internasional,” ujarnya.
Bahkan, terlihat masih banyak hal yang patut diperbaiki pada tim Indonesia. Terbukti, walau tak menghadapi kekuatan utama Asia, Indonesia tidak bisa mulus menjuarai uji coba itu. Mereka kalah dari India, 55-66, pada laga penyisihan, Jumat (9/2). Dalam laga itu, Indonesia sangat kerepotan mengawal pemain India, Satnam Singh Bhamara, yang memiliki tinggi 2,18 meter dan bobot 123 kilogram.
Lagi-lagi, Fictor mengakui, Indonesia sangat kewalahan jika bertemu pemain lawan yang tinggi besar. Apalagi tubuh pebasket Indonesia cenderung pendek dan kecil dibandingkan dengan pebasket-pebasket Asia, terutama pebasket elite dari Filipina, China, dan Jepang.
Praktis, pebasket terbesar di tim Indonesia hanya Christian Ronaldo Sitepu alias Dodo yang bertinggi 2 meter dan bobot 96 kilogram. ”Hanya mengandalkan Dodo saja sulit. Kita butuh 2-3 lagi pemain bertubuh tinggi besar. Naturalisasi mungkin akan menjadi solusi,” ucap Fictor.
Kondisi tak jauh berbeda terjadi dalam uji coba cabang voli pada 11-15 Februari. Indonesia mendominasi, yakni Indonesia 2 menjadi juara setelah mengalahkan Indonesia 1 dengan skor 3-2 (21-25, 18-25, 25-21, 25-18, 15-11) pada laga final di Gedung Tenis Tertutup, Senayan, Kamis (15/2).
Namun, dominasi itu juga bukan kebanggaan. Pasalnya, uji coba hanya diikuti empat peserta, yakni dua dari Indonesia, Jepang, dan Hong Kong. Jepang turun dengan skuad lapis tiga, yakni mayoritas pemain di bawah 21 tahun. Sementara Hong Kong memiliki level permainan jauh di bawah Indonesia dan Jepang.
Pelatih Indonesia 1 Andri Widiyatmoko pun mengatakan, uji coba memang menjadi ajang pemanasan pemain untuk mengenal suasana pertandingan. Andri yang menjadi staf pelatih tim voli Indonesia menegaskan, uji coba tidak bisa menjadi tolok ukur kemampuan Indonesia saat Asian Games 2018.
Bahkan, ia menyadari masih banyak pekerjaan rumah yang harus dibenahi pada tim Indonesia. Apalagi saat menghadapi Jepang, Indonesia 1 dan Indonesia 2 cukup kerepotan. Di laga penyisihan, Senin (12/2), Indonesia 2 menang tipis 3-2 atas Jepang. Di laga penyisihan, Selasa (13/2), Indonesia 1 pun hanya menang tipis 3-2 atas Jepang.
Walau masih muda, para pevoli Jepang bermain sangat kompak. Mereka punya pertahanan yang baik. ”Kita sangat kewalahan menembus pertahanan mereka,” kata Andri.
Cabang basket dan voli memang belum membentuk skuad untuk Asian Games 2018. Tim basket Indonesia baru dibentuk pada April seusai Liga Basket Indonesia, sedangkan voli membentuk tim setelah Proliga.
Fasilitas media
Selain sebagai bahan evaluasi tim, uji coba pun patut menjadi bahan evaluasi Panitia Penyelenggara Asian Games Indonesia (Inasgoc). Untuk arena basket dan voli, sarana penunjang kerja pers perlu menjadi perhatian.
Sebab, selama uji coba di arena basket dan voli, sarana untuk media sangat tidak ideal. Di basket, misalnya, kursi di tribune media hanya memiliki delapan meja. Setiap meja hanya muat tiga orang. Namun, sayang, meja selalu penuh oleh relawan yang ingin mengisi baterai ponsel.
Di ruang media dan konferensi pers, tempatnya sempit, sekitar 3 meter x 6 meter. Tempat itu hanya cukup untuk 10-15 orang. Padahal, saat konferensi pers tim Indonesia, jumlah media yang datang lebih dari 15 orang.
Di samping itu, tempat tersebut terbuat dari bahan semipermanen yang ringkih. Bahkan, ketika penuh, tempat itu bergoyang dan berderit. Saat Asian Games, media peliput akan lebih banyak, dan fasilitas perlu menjadi perhatian Inasgoc. (DRI)