Manajer Manchester City Pep Guardiola, awal Januari lalu, menanggapi dingin soal peluang timnya meraih quadruple alias empat gelar semusim. ”(Empat trofi) itu adalah ilusi, tidak realistis,” ujarnya. Kekhawatirannya menjadi kenyataan. ”The Citizens” tersingkir dari Piala FA, Selasa (20/2) dini hari WB.
Namun, hal yang sama sekali tidak diprediksi Guardiola adalah City menyerah dini di Piala FA, yaitu babak 16 besar. Mereka takluk 0-1 dari Wigan Athletic, penghuni kasta ketiga di kompetisi sepak bola Inggris. Kekalahan itu bak tamparan keras bagi Guardiola dan City.
Dua musim terakhir, Guardiola sibuk mendatangkan pemain-pemain mahal sejagat. Kehadiran sejumlah talenta seperti Gabriel Jesus, Leroy Sane, Ederson, Kyle Walker, hingga Bernardo Silva melengkapi barisan galacticos muda di City. The Citizens tercatat sebagai klub dengan skuad termahal di Inggris, melampaui Manchester United. Bahkan jika dibandingkan dengan Paris Saint-Germain yang memiliki pemain termahal dunia, Neymar Jr.
Total nilai skuad City adalah 793 juta euro atau Rp 14 triliun. Ironisnya, mereka kalah dari Wigan, klub yang nilai seluruh pemainnya, 30 orang, jauh lebih murah ketimbang Walker, bek sayap City. Total nilai skuad Wigan adalah 12,5 juta euro (Rp 220 miliar), sementara harga beli Walker 40 juta euro atau Rp 672 miliar.
Tak ayal, kedua tim ibarat raksasa dan liliput. Celakanya, City seolah lupa, Piala FA kerap menjadi ”panggung” para liliput. Turnamen sepak bola tertua di dunia itu telah berkali-kali menunjukkan kekayaan dan nama besar bukan jaminan sukses trofi. Hal itu dialami dua raksasa, Liverpool dan Arsenal, musim ini. ”The Reds” disingkirkan West Bromwich Albion di babak keempat, sedangkan juara bertahan Arsenal dipermalukan tim kasta kedua Nottingham Forest.
Para pemain mahal City seolah tidak belajar dari pengalaman, tim-tim semenjana bisa menjadi ”gila” di Piala FA. Mereka tampil lebih ngotot dan penuh motivasi. Sikap meremehkan itulah yang membuat The Citizens takluk di Stadion DW, markas Wigan, meskipun penguasaan bola mencapai 83 persen dan menciptakan 29 serangan. Wigan bermain lebih cerdik dan efektif.
Striker tim tuan rumah, Will Grigg, membuat barisan bek City—yang termahal di dunia saat ini—kocar-kacir. Kelincahan lari Grigg, penyerang tim nasional Irlandia Utara, membuat bek top City seperti Walker dan John Stones gugup dan kehilangan nyali. Grigg nyaris membuat gol lewat lari solonya pada menit ke-11. Pemain Wigan lainnya, Max Power, memaksa bek City lainnya, Fabian Delph, kehilangan akal sehat. Delph menekel keras Power sehingga diganjar kartu merah oleh wasit Anthony Taylor jelang turun minum.
Sergio Aguero, striker City yang tengah tajam dan mencetak lima gol di dua laga sebelumnya, tidak berdaya di laga ini. Ia dijinakkan barisan bek Wigan yang tampil militan dan heroisme kiper Tomas Vaclik. Mimpi buruk City menjadi kenyataan pada menit ke-79. Berawal dari blunder Walker, bek sayap termahal dunia saat ini, Grigg mencuri bola dan membobol gawang The Citizens.
Stadion DW bergemuruh. Hampir 20.000 suporter Wigan histeris, tidak sedikit yang menangis. Stadion kecil itu mendadak berisik. ”Will Grigg sedang berapi-api. Bek-bek Anda (City) ketakutan,” bunyi koor di Stadion DW menyitir lagu ”Will Grigg’s on Fire” yang populer di Piala Eropa 2016 lalu.
20 kali lipat
Histeria suporter Wigan berlanjut seusai laga. Bak meraih gelar juara, mereka turun memenuhi lapangan. Mereka nyaris tak percaya, tim kesayangannya kembali menyingkirkan City, lawan yang nilai skuadnya 20 kali lipat lebih mahal.
Kemenangan itu menegaskan superioritas Wigan atas City di Piala FA. Untuk ketiga kali Wigan menyingkirkan City di Piala FA. Wigan menjungkalkan City di perempat final Piala FA 2014, setahun setelah menciptakan kejutan terbesar dalam 25 tahun ketika menaklukkan City di final.
”Laga semacam ini seperti laga final. Mereka selalu akan menghukummu, sekecil apa pun kesalahan yang kamu lakukan,” ucap Guardiola. (AFP/JON)