Reuni Para Pemimpi
KHARKIV, SELASA — Sebuah reuni pada umumnya menjadi ajang untuk bertemu kawan lama dan mengenang masa-masa indah pada masa lalu. Namun, lain cerita jika AS Roma dan Shakhtar Donetsk bereuni pada laga pertama babak 16 besar Liga Champions, Kamis (22/2) pukul 02.45 WIB. Reuni ini bakal menjadi ajang untuk saling membunuh mimpi.
Tujuh tahun lalu, pada musim 2010-2011, kedua tim bertemu di babak 16 besar. Shakhtar mampu menyingkirkan sang ”Serigala Roma”, julukan AS Roma, dengan keunggulan agregat gol 6-2. Roma kalah 2-3 di Stadion Olimpico pada laga pertama dan kalah 0-3 saat bertandang ke Donbass Arena, kandang Shakhtar.
Shakhtar lalu tumbang di perempat final setelah disingkirkan Barcelona yang kemudian tampil sebagai juara musim itu. Namun, begitulah takdir Shakhtar dan Roma selama ini. Sepanjang perhelatan Liga Champions format baru (sejak 1992), babak perempat final menjadi pencapaian terjauh mereka.
Benang merah kedua tim ini adalah mereka sama-sama masih bermimpi untuk bisa melaju lebih jauh. Apalagi jika sampai bisa mengukir sejarah dengan mengangkat trofi di akhir laga final.
Kabar baiknya, Shakhtar dan Roma musim ini sukses membuktikan bahwa mereka patut diperhitungkan. Mereka bisa melaju ke babak 16 besar ini dengan catatan positif.
Finis di peringkat kedua Grup F, Shakhtar membuat kejutan dengan mengalahkan tim terkuat di Inggris, Manchester City, dan tim terkuat di Italia, Napoli. Sampai di sini, Roma wajib waspada karena baik City maupun Napoli merupakan tim yang jago menguasai bola dan berkarakter menyerang.
Adapun Roma juga tampil mengejutkan dengan finis di puncak klasemen Grup C. Mereka bisa mengalahkan Chelsea dan menyingkirkan Atletico Madrid.
Tidak relevan lagi
Pencapaian Shakhtar itu pun membuat Pelatih AS Roma Eusebio Di Francesco merasa duel pada musim 2010-2011 menjadi tidak relevan lagi untuk dijadikan patokan.
”Shakhtar sekarang jauh lebih berkembang. Saya sudah melihat permainan mereka dan saya terkesan,” katanya, seperti dikutip Football-Italia.
Untuk menghadapi tim wakil Ukraina itu, Di Francesco hanya mengingatkan para pemainnya untuk berkonsentrasi. Di Francesco juga tidak mau ambil risiko dengan melakukan banyak perubahan strategi. Menurut dia, formasi 4-2-3-1 yang diterapkan dalam laga-laga terakhir Roma bisa kembali dipakai untuk menjaga konsistensi permainan.
Roma sebelumnya sering memakai formasi 4-3-3. Namun, dalam tujuh laga di semua kompetisi sejak pertengahan Desember 2017, Roma tidak pernah menang. Ketika Di Francesco memodifikasinya menjadi 4-2-3-1, Serigala Roma kemudian memenangi tiga laga terakhirnya.
”Dengan formasi anyar ini, Radja Nainggolan bisa lebih dekat dengan saya,” kata striker Roma, Edin Dzeko, seperti dilansir laman klub AS Roma.
Dzeko merasa daya gebrak tim jauh lebih kuat dengan formasi tersebut.
Apalagi dengan hadirnya bintang muda asal Turki, Cengiz Under, yang memperkuat sayap kanan Roma. Pemain berusia 20 tahun itu mampu mencetak empat gol dalam tiga laga terakhir Roma. Kehadiran Under seolah mengembalikan kekuatan sayap kanan Roma yang ditinggalkan Mohamed Salah karena pindah ke Liverpool.
Namun, Di Francesco berharap publik tidak terlalu fokus pada fenomena Under. ”Ia memang tampil luar biasa. Namun, jika Anda ingin tahu apakah Under akan tampil pada laga nanti, Anda tidak akan mendapat jawaban,” katanya.
Di Francesco masih harus berpikir keras untuk memilih pemain yang tepat untuk laga ini. Apalagi saat bek kiri Alessandro Florenzi mendadak sakit perut, Selasa kemarin. Florenzi batal menghadiri sesi jumpa pers dan digantikan Daniele De Rossi.
Para pengungsi
Meski demikian, nasib Roma jauh lebih baik dibandingkan Shakhtar. Selama empat tahun terakhir, Shakhtar menjadi tim yang harus meninggalkan kandangnya akibat perang antara Pemerintah Ukraina dan para separatis yang didukung Rusia.
Mereka meninggalkan Donbass Arena dan menetap di Lviv yang berdekatan dengan perbatasan Polandia. Tahun lalu, mereka pindah lagi ke Kharkiv dan menghuni Stadion OSK Metalist yang akan digunakan untuk menjamu Roma nanti.
Selain tak punya kandang, perang juga menyebabkan Shakhtar tidak bisa membeli pemain baru pada musim ini. Sang pemilik klub, Rinat Akhmetov, tidak lagi bisa mengakses tambang-tambang batubaranya yang berada di wilayah konflik. Shakhtar pun terpaksa berjuang mempertahankan para pemain asingnya dan membina pemain lokal yang berbakat.
”Donbass akan selalu menjadi rumah kami. Namun, di tengah kesulitan yang kami hadapi, kami bisa beradaptasi di Kharkiv,” kata Bernard, gelandang Shaktar, seperti dilansir laman Shakhtar Donetsk.
Kharkiv sebenarnya bisa menjadi ”senjata” bagi Shakhtar untuk menumbangkan Roma. Selasa kemarin, suhu di stadion itu mencapai minus empat derajat celsius. Saat menjalani sesi latihan di Kharkiv, para penggawa Roma memakai baju tebal.
”Kami harus waspada pada 5-10 menit pertama laga nanti ketika kami sedang beradaptasi (dengan suhu dingin),” kata De Rossi.
Selain suhu dingin, Rossi harus ingat bahwa City dan Napoli juga pernah tumbang di stadion berkapasitas 40.000 penonton itu. Akhir pekan lalu, di stadion itu pula, Shakhtar menggilas Chornomorets, 5-0, pada laga lanjutan Liga Ukraina.
Di level domestik, Shakhtar saat ini masih bertengger di puncak klasemen Liga Ukraina. Ini membuktikan bahwa mereka sekali lagi bisa menjadi mimpi buruk bagi Roma. Mereka bisa menciptakan kenangan buruk saat reuni nanti. (AFP/DEN)