Pesta olahraga multicabang adalah tempat para atlet menampilkan kemampuan terbaik setelah latihan keras bertahun-tahun. Saat itu, para atletlah yang menjadi bintang. Namun, di balik kemilau para bintang itu, ada ribuan orang yang bekerja keras memastikan pesta olahraga ini berjalan lancar. Mereka adalah panitia penyelenggara.
Buku Routledge Handbook of Sports Event Management menyebut, panitia penyelenggara merupakan faktor penting dalam ajang olahraga, baik dalam skala kecil maupun besar, satu cabang, atau multicabang. Panitia penyelenggara ajang olahraga besar adalah organisasi terstruktur yang beranggotakan hingga ribuan orang, mencakup staf yang dibayar, kontraktor, hingga para relawan.
Para relawan inilah yang menjadi ujung tombak penyelenggara dan berhadapan langsung dengan delegasi peserta. Kinerja mereka yang akan menentukan persepsi atlet, pelatih, dan ofisial terhadap kesuksesan tuan rumah. Di sisi lain, antusiasme menjadi relawan umumnya sangat besar karena tidak setiap saat sebuah negara bisa menjadi tuan rumah ajang olahraga multicabang sekelas Asian Games, bahkan Olimpiade.
Antusiasme seperti itu terlihat ketika Beijing menjadi tuan rumah Olimpiade 2008. BOCOG, panitia penyelenggara, saat itu menerima lebih dari 1 juta lamaran, padahal kebutuhan relawan Olimpiade tak sampai 10 persennya. Sekitar 1 juta aplikasi lain didaftarkan untuk program relawan kota sehingga BOGOC perlu waktu hingga dua tahun untuk menyaring mereka. Akhirnya, terpilih 100.000 relawan Olimpiade dan Paralimpiade serta 1,6 juta orang mendukung di sektor publik. Jumlah ini melampaui sukarelawan pada dua Olimpiade sebelumnya, yaitu 47.000 orang di Sydney 2000 dan 60.000 relawan di Athena 2004.
Relawan umumnya didominasi mahasiswa yang memiliki kemampuan bahasa asing meski banyak juga profesional yang cuti dari pekerjaan untuk terlibat sebagai relawan. Di Beijing, ratusan mahasiswa dari berbagai jurusan bahasa terlibat sebagai penerjemah, termasuk He Zheng, satu dari sembilan mahasiswa Jurusan Bahasa Indonesia di Beijing University of Foreign Language yang menjadi penerjemah bagi kontingen Indonesia dan Malaysia.
Jika di Beijing cukup banyak mahasiswa China yang fasih berbahasa Indonesia, panitia Olimpiade Rio de Janeiro 2016 merekrut Alira Dwipayana (20), mahasiswi Indonesia yang kuliah di Korea University, Seoul, Korea Selatan, sebagai penerjemah bahasa Korea dan Indonesia ke bahasa Inggris. Dia lolos setelah menjalani seleksi cukup ketat sejak dua tahun sebelumnya. Tugas utamanya adalah menjadi penerjemah media di arena pertandingan. Namun, tak jarang dia juga membantu komunikasi atlet dan pelatih ke pihak lain.
Sebagai relawan, semua biaya menjadi tanggungan pribadi relawan. Panitia hanya memberi perlengkapan berupa baju, sepatu, tas, fasilitas transportasi, dan makanan selama mereka bekerja. Beruntung bagi Alira karena penerjemah berbahasa Korea dan Jepang sangat sedikit. Penginapan selama tinggal di Rio disediakan oleh panitia.
Pengalaman menjadi relawan pesta olahraga multicabang dan bertemu langsung para atlet top adalah kesempatan berharga. Selayaknya para relawan menjalankan tugas dengan bertanggung jawab, tanggap, berinisiatif bertanya, dan menawarkan bantuan dengan senyum ramah karena merekalah wajah Indonesia pada Asian Games 2018. (Yulia Sapthiani/Johanes Waskita Utama)