Menanti Jawaban AWF
JAKARTA, KOMPAS — Setelah mendapatkan informasi bahwa Federasi Angkat Besi Asia (AWF) menghapus kelas 62 kilogram dari Asian Games 2018, Indonesia melalui Panitia Penyelenggara Asian Games Indonesia (Inasgoc), Komite Olimpiade Indonesia, serta Kementerian Pemuda dan Olahraga melayangkan surat keberatan atas pencoretan itu. Kini, Indonesia menanti jawaban AWF untuk melakukan pertemuan membahas masalah itu.
Ketua Inasgoc Erick Thohir di Jakarta, Minggu (25/2), mengatakan, dirinya sebagai Ketua Inasgoc telah melayangkan surat keberatan atas keputusan tersebut melalui Dewan Olimpiade Asia (OCA). Tujuannya agar OCA turut membantu melobi AWF guna membatalkan keputusan itu.
Selain itu, sebagai Ketua Komite Olimpiade Indonesia (KOI), Erick pun melayangkan surat keberatan kepada OCA dan AWF. Di sisi lain, Kementerian Pemuda dan Olahraga pun dikabarkan sudah melayangkan surat serupa kepada OCA maupun AWF.
”Saya keberatan dengan keputusan itu. Sebab, ini sangat merugikan Indonesia mengingat kelas 62 kilogram adalah andalan Indonesia di Asian Games,” tegasnya.
Erick menjelaskan, alur pernyataan keberatan itu diawali dengan mengirim surat keberatan, lalu menunggu respons dari AWF. Jika mendapat respons positif, biasanya akan ada pertemuan/rapat regional membahas keberatan tersebut. ”Hingga sekarang, kami masih menunggu respons AWF atas surat yang sudah Inasgoc, KOI, dan Kemenpora layangkan,” ujarnya.
Ketika ditanya peluang kelas 62 kilogram tetap dipertandingkan di Asian Games 2018, Erick mengatakan, dirinya melihat hal itu cukup berat. Sebab, AWF telah mengambil keputusan jangka panjang bahwa kelas 62 kilogram dihapus tidak hanya di Asian Games 2018, tetapi hingga Olimpiade Tokyo 2020.
”Keputusan federasi internasional suatu cabang ataupun nomor olahraga itu sifatnya absolut. Sebab, mereka yang menentukan nasib jangka panjang suatu cabang atau nomor olahraga. Panitia penyelenggara suatu ajang multicabang (seperti Inasgoc dan OCA) hanya mengikuti aturan yang berlaku. Akan tetapi, kami tetap berusaha,” ujar Erick.
Kurang antisipasi
Menurut Erick, keputusan mengenai penghapusan kelas 62 kilogram itu bisa diantisipasi lebih awal apabila federasi angkat besi Indonesia (PB PABBSI) aktif melakukan lobi internasional pada induk organisasi di atasnya.
Namun, kali ini, ia melihat federasi angkat besi di Indonesia kurang aktif melakukan lobi tingkat tinggi. ”Kalau kami sendirian, tidak aktif melakukan pendekatan ataupun melakukan lobi tingkat tinggi, kami tidak akan tahu bagaimana dinamika olahraga terkait di dunia internasional. Akibatnya, kalau ada perubahan-perubahan terkait olahraga bersangkutan, seperti penghapusan kelas 62 kilogram, kami tak bisa antisipasi,” kata Erick.
Dia menekankan, pihaknya melalui Inasgoc sudah proaktif memfasilitasi federasi sejumlah olahraga di Indonesia untuk melakukan pendekatan pada induk organisasi di atasnya. Salah satu bentuk fasilitasi itu adalah Inasgoc menggelar uji coba kejuaraan delapan cabang Asian Games 2018 pada 8-15 Februari.
”Kami melakukan uji coba kemarin bukan sekadar untuk menguji kesiapan arena dan panitia Asian Games 2018. Kami juga memberikan kesempatan pengurus federasi olahraga di delapan cabang itu untuk melakukan lobi dengan induk organisasi di atasnya. Apalagi delegasi teknis, bahkan pejabat induk organisasi terkait datang ketika uji coba kemarin, termasuk di angkat besi,” tegas Erick.
Terkait pencoretan kelas angkat besi itu, AWF sebenarnya mengirimkan surat elektronik ke wakil Indonesia di Dewan Eksekutif AWF untuk ikut pemungutan suara. Namun, surel itu tidak terbaca hingga batas akhir respons pada 9 Februari, atau dua hari sebelum keputusan akhir.
Bom waktu
Selagi upaya protes atau keberatan sedang dilakukan, Erick berharap para pengurus federasi olahraga lain di Indonesia belajar dari peristiwa tersebut. Apalagi, pada Rapat Komite Koordinasi Asian Games 2018 ke-8 di Jakarta, 13-14 Januari, ada keputusan bahwa suatu cabang atau nomor pertandingan minimal harus diikuti 6 peserta dari 6 negara jika ingin dipertandingkan di Asian Games 2018.
”Ini jadi bom waktu untuk kita, terutama federasi olahraga terkait. Mereka harus aktif melobi federasi olahraga negara lain agar mau ikut Asian Games 2018. Jika tak bisa meyakinkan negara lain agar cabang atau nomor terkait memenuhi 6 peserta dari 6 negara, cabang atau nomor itu akan dicoret dari Asian Games 2018. Jangan sampai yang dicoret justru cabang ataupun nomor andalan Indonesia. Inasgoc sudah berupaya mengundang (negara-negara untuk ikut serta di setiap nomor), tetapi keputusan ada di tangan setiap federasi dan tentu tergantung bagaimana federasi kita meyakinkan peserta lain untuk ikut,” jelas Erick.
Perjuangan bersama
Ketua Harian PB PABBSI Djoko Pramono mengatakan, karena keputusan AWF telah terjadi, kini sebaiknya usaha mengembalikan kelas 62 kg menjadi perjuangan bersama. ”Bolanya sudah tidak ada di PB PABBSI, ini sudah menjadi perjuangan bersama karena kita punya kepentingan. Selain itu, selaku induk organisasi, kami harus menjalankan fungsi utama kami, yaitu mencari akal terkait pembinaan prestasi,” ujarnya.
Menurut Djoko, ada angin segar untuk solusi masalah ini karena OCA telah menyampaikan secara lisan untuk tetap memainkan kelas 62 kg.
Mantan lifter yang kini menjabat Ketua Bidang Organisasi PB PABBSI, Sony Kasiran, mengatakan ini pertama kali ada pencoretan kelas dalam angkat besi. ”Sepanjang sejarah, hanya ada penggantian kelas dengan alasan untuk memunculkan gairah pemecahan rekor dunia. Kelas terkecil pada kategori putra, misalnya, semula adalah kelas 52 kg, kemudian berganti menjadi 54 kg, baru menjadi 56 kg, seperti sekarang ini,” ujarnya.
Sony menilai, pencoretan kelas 62 kg melalui pemungutan suara itu tidak adil. ”Kelas yang seharusnya dicoret adalah yang banyak tersangkut kasus doping. Pemungutan suara selama ini hanya dilakukan untuk pemilihan umum pada kongres AWF dan IWF (Federasi Angkat Besi Internasional),” ujarnya. (DNA/DRI)