Tak Memeriksa Surel Berbuntut Panjang
Keputusan pencoretan kelas 62 kilogram angkat besi membuat gempar karena itu nomor andalan Indonesia dalam merebut medali emas Asian Games 2018 melalui lifter Eko Yuli Irawan. Keputusan itu diambil berdasarkan hasil pemungutan suara yang dilakukan Komite Teknik dan anggota Dewan Eksekutif Federasi Angkat Besi Asia (AWF).
Mengingat Indonesia mempunyai satu suara dalam pemungutan suara, hal ini menimbulkan pertanyaan: kok bisa kecolongan dengan hasil pemungutan suara tersebut?
Struktur kepengurusan AWF terdiri dari Presiden AWF Mohamed Yousef al-Mana (Qatar), Sekretaris Jenderal Boossaba Yodbangtoey (Thailand). Di bawahnya ada tujuh wakil presiden dan sepuluh anggota dewan eksekutif. Ada pula komite teknik (10 orang), kepelatihan dan penelitian (10), serta medis (6).
Mantan lifter nasional yang kini menjadi Ketua Bidang Organisasi PB PABBSI, Sony Kasiran, menjadi wakil Indonesia di Dewan Eksekutif AWF. Selain Sony, anggota dewan eksekutif terdiri dari perwakilan Bangladesh, Uni Emirat Arab, Kuwait, India, Jepang, Pakistan, Jordania, Myanmar, dan Iran.
Mengingat nomor lomba Asian Games Jakarta-Palembang 2018 harus mengacu pada Olimpiade Tokyo 2020, AWF perlu mencoret satu kelas pada cabang angkat besi. Dari 8 kelas putra dan 7 kelas putri, dikurangi menjadi 7 kelas putra dan 7 kelas putri. Penentuan kelas mana yang dicoret dilakukan dengan pemungutan suara.
Sony mengatakan, formulir voting dikirimkan kepada anggota Dewan Eksekutif dan Komite Teknik AWF melalui surat elektronik (surel). Formulir harus dikembalikan selambatnya pada Jumat (9/2).
Namun, karena jarang mengecek surel, Sony tidak membaca, mengisi, ataupun membalas surel tersebut. ”Saya jarang buka e-mail. Jadi, formulir tersebut tidak saya isi,” kata Sony di Jakarta, Minggu (25/2).
Sony berargumen, kalaupun dirinya menjawab surel tersebut, Indonesia tetap kalah suara. ”Dari sepuluh suara yang masuk, lima suara meminta AWF mencoret kelas 62 kg. Dua suara meminta kelas 56 kg yang dihapuskan, sementara masing-masing satu suara meminta pencoretan kelas 105 kg, +105 kg, dan membentuk kelas baru, yaitu 94 kg,” kata Sony.
Sebagai anggota Dewan Eksekutif AWF dan IWF, sebenarnya Sony mempunyai peran penting untuk melobi negara-negara lain dalam pemungutan suara. Dia bisa saja memengaruhi perwakilan Myanmar, India, dan Jepang untuk mempertahankan kelas 62 kg. Sementara untuk melobi negara-negara Asia Barat lebih sulit karena mereka kuat pada kelas berat.
Meski dipercaya menempati posisi penting, Sony mengatakan, dirinya sudah lama menjadi anggota pasif. Dia jarang menghadiri kongres tahunan karena minimnya dukungan dana.
Selanjutnya, Sony bersedia menjadi penghubung asalkan dia mendapat dukungan. Kesempatan mengubah keputusan masih terbuka pada Kongres AWF yang bergulir bersamaan dengan Kejuaraan Asia Yunior di Urgench, Uzbekistan, 20-30 April. ”Kalau memang ada dukungan, saya bisa berangkat ke kongres itu dan berjuang agar kelas 62 kg tetap dimainkan,” ujarnya.
Ketua Komite Olimpiade Indonesia (KOI) sekaligus Ketua Panitia Penyelenggara Asian Games Indonesia (Inasgoc) Erick Thohir menyampaikan, federasi olahraga Indonesia memang tidak boleh diam. Mereka harus proaktif tampil dan melakukan pendekatan internasional, terutama induk organisasi.
Mengenai penghapusan kelas 62 kg angkat besi itu, jika tahu isu lebih awal, PABBSI bisa mengambil antisipasi lebih awal pula. ”Kalau kita sendirian saja, perubahan-perubahan yang ada tidak bisa kita antisipasi, termasuk mencegah penghapusan kelas 62 kg,” tegas Erick. (DNA/DRI)