Melawan Demensia lewat Sepak Bola
Joe Hawkins (85) telah lama menderita demensia alzheimer. Penyakit yang merenggut daya kognitif itu membuat Hawkins nyaris tidak mengenali anak-anak, cucu, dan cicitnya yang datang menjenguk saat hari ulang tahun, Jumat pekan lalu.
Kakek asal Inggris itu hanya bergumam, bingung hendak berkata apa, saat anak-anak, cucu dan cicitnya menyanyikan lagu ulang tahun untuknya. Kata-kata dengan lafal yang jelas akhirnya keluar dari mulutnya saat biduan sewaan menyanyikan ”You’ll Never Walk Alone” yang pernah dipopulerkan Elvis Presley.
”Walk on... Walk on... With hope in your heart... And you’ll never walk alone....” Hawkins bernyanyi dengan terbata-bata diiringi suara nyaring cicit-cicitnya. Anak-anak dan cucu-cucu Hawkins menangis haru melihatnya bernyanyi.
”Itu adalah lagu favorit Kakek Joe. Sangat menakjubkan ia masih mengingat sejumlah lirik lagu itu. Kami tidak menyangka. Ini sungguh momen emosional,” ujar Laura McNally (22), cucu termuda Hawkins, seperti dikutip Liverpool Echo.
Kisah Hawkins, kakek pendukung fanatik Liverpool itu, menjadi viral di jagat media sosial. Rekaman videonya saat menyanyikan lagu ”kebangsaan” Liverpool itu telah disaksikan 184.000 orang. Sebelum alzheimer merongrong kesehatannya, Hawkins sering terlihat di Stadion Anfield sebagai penonton maupun steward.
”Alzheimer tidak akan pernah merenggut kecintaannya untuk Liverpool. Cintamu melampaui segalanya,” tulis Rebecca Smith, fans Liverpool yang ikut terenyuh mendengar kisah Joe Hawkins itu, melalui Twitter-nya.
Upaya melawan alzheimer dengan memakai pernak-pernik sepak bola juga gencar dilakukan para mantan pemain sepak bola di Spanyol. Setiap pekan, mantan pemain seperti Roberto Solozabal (Atletico Madrid) dan Javier Torres (Valladolid) mengunjungi panti-panti jompo di Madrid.
”Hayo, siapa ini? Ada yang bisa menebak? Dia pemain hebat lho,” tanya Solozabal kepada delapan penghuni panti jompo Ballesol Olavide di kota Madrid. Solozabal memegang foto Diego Maradona yang masih muda dengan rambut ikalnya dan kostum merah-biru Barcelona.
”Wah, hebat. Benar sekali,” ujar Solozabal merespons jawaban salah seorang penghuni panti jompo itu yang benar menebak Maradona, pemain Barca pada tahun 1980-an.
Setiap kali datang, para pemain yang tergabung dalam Asosiasi Mantan Pemain Sepak Bola Profesional Spanyol (FEAFV) itu membawa foto-foto ataupun memorabilia dari mantan pesepak bola top. Mereka mengajak bicara para penderita demensia itu. Kegiatan itu rutin dilakukan dua jam setiap pekan.
Di Spanyol, negara yang kental dengan sepak bola, olahraga itu dijadikan media untuk melawan demensia dan alzheimer. FEAFV meyakini, kenangan kuat, umumnya terkait sepak bola, masih tersimpan di dalam ingatan kognitif seseorang meskipun alzheimer menyerangnya. Itu terbukti saat seorang penghuni Ballesol Olavide tiba-tiba bisa mengingat masa lalunya ketika program terapi itu membahas topik final Piala Dunia 1982 antara Italia dan Jerman di Stadion Santiago Bernabeu.
”Sepak bola dapat menciptakan emosi kuat di diri manusia. Itu bisa menjadi alat untuk membangkitkan memori yang hilang. Di Spanyol atau sebagian negara Eropa, memori paling berkesan dan menyentuh, bahkan sejak kanak-kanak, adalah sepak bola,” tutur Solozabal. (AFP/JON)