JAKARTA, KOMPAS — Lifter Eko Yuli Irawan belum bisa dipastikan tampil di kelas 62 kilogram pada Asian Games 2018 menyusul pencoretan kelas itu oleh Federasi Angkat Besi Asia (AWF). Di sisi lain, lifter andalan Indonesia itu menghadapi persaingan ketat dengan koleganya di pelatnas jika naik kelas ke 69 kilogram.
Mantan lifter nasional Hadi Wihardja, Kamis (1/3), mengatakan, di kelas 69 kg ada persaingan ketat. Kelas itu selama ini diisi Triyatno dan Deni. Apabila Eko naik kelas ke 69 kg, perlu seleksi mengingat Indonesia hanya dapat mengirimkan dua lifter di kelas yang sama.
Dengan kondisi Eko yang baru sembuh dari sakit tifus, menurut Hadi, penampilan peraih medali perak Olimpiade Rio de Janeiro 2016 serta perunggu di London 2012 dan Beijing 2008 itu kurang maksimal. ”Namun, kita lihat saja, semoga pemulihannya bisa cepat,” ujar Hadi.
Untuk dapat bersaing di kelas 69 kg, menurut Hadi, atlet Indonesia harus mampu mengangkat beban total di atas 330 kg. Latihan intensif perlu dilakukan empat bulan menjelang kejuaraan sehingga kepastian pembagian kelas atlet setidaknya dilakukan pada April ini.
Dilihat dari jumlah angkatan terbaik satu tahun terakhir, Deni mengukir total angkatan 325 kg (snatch 145 kg, clean and jerk 180 kg). Angkatan itu dicapai Deni ketika uji coba Asian Games, Februari lalu. Jumlah angkatan ini lebih baik dari pencapaian Deni saat meraih medali emas SEA Games 2017 dengan 312 kg (snatch 142 kg, clean and jerk 170 kg).
Sementara Triyatno tertinggal 5 kg, dengan angkatan terbaik 320 kg (snatch 140 kg, clean and jerk 180 kg) pada uji coba Asian Games. Jumlah angkatan Triyatno meningkat dari sebelumnya, 311 kg (snatch 139 kg, clean and jerk 172 kg) saat menempati peringkat ke-5 Islamic Solidarity Games 2017.
Adapun Eko Yuli pada uji coba Asian Games bermain di kelas 62 kg. Dia mencatatkan angkatan total 295 kg (snatch 135 kg, clean and jerk 160 kg). Jumlah angkatan ini lebih rendah dari SEA Games 2017, yaitu 306 kg.
Ketua Bidang Pembinaan Prestasi PB PABBSI Alamsyah Wijaya mengatakan, memainkan Eko di kelas yang berbeda bukan pilihan mudah. Jika naik ke kelas 69 kg, Eko akan sulit menaikkan berat badan dan mengubah lemak menjadi massa otot dalam waktu kurang dari enam bulan. Asian Games 2018 akan bergulir pada 18 Agustus-2 September.
Apalagi, lanjut Alamsyah, dengan riwayat cedera lutut, Eko tidak mungkin digembleng latihan berat setiap hari untuk meningkatkan jumlah angkatan secara drastis.
Kini harapan Eko bisa tetap tampil di kelas 62 kg pada Asian Games 2018 bergantung pada hasil lobi Indonesia ke Dewan Olimpiade Asia (OCA) dan AWF. Lobi dilakukan oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga, Komite Olimpiade Indonesia (KOI), Panitia Penyelenggara Asian Games Indonesia (Inasgoc), dan PB PABBSI. Salah satu usulan negosiasi adalah menghapus kelas 69 kg putri supaya kelas 62 kg putra bisa dipertandingkan.
Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi mengatakan, hingga kini belum ada surat balasan dari OCA untuk memenuhi permintaan Indonesia. ”Saya sudah meminta Inasgoc, KOI, dan PB PABBSI untuk mengawal ini dengan serius sampai berhasil. Kalau perlu, galang dukungan dari federasi negara lain untuk mendukung langkah Indonesia,” ujarnya.
Softenis
Di cabang softenis, persiapan Asian Games terus dimatangkan. Seusai mengikuti turnamen softenis Thailand Terbuka di Nakhon Ratchasima, 21-27 Februari, tim nasional softenis Indonesia kembali menjalani pemusatan latihan nasional di lapangan tenis Hotel Sultan, Jakarta. Kualitas pukulan menjadi fokus latihan sehingga para atlet dapat mengontrol permainan. Untuk meningkatkan kualitas pukulan, atlet digenjot latihan pukulan sebanyak 300 kali.
”Dengan memberikan pelatihan ini, atlet lebih bisa mengatur kekuatan tangannya sehingga pukulan jauh lebih berkualitas karena kecenderungan bola softenis yang sangat ringan. Nantinya, atlet juga dapat lebih sabar dalam mengontrol permainan,” ujar pelatih softenis Indonesia Gularso Mulyadi, kemarin.
Pada turnamen Thailand Terbuka, Indonesia meraih satu medali emas, satu perak, dan dua perunggu. Emas diraih petenis senior Prima Simpati Aji di nomor tunggal putra setelah mengalahkan rekan senegaranya, Irfandi Hendrawan, dengan skor 4-2. Irfandi meraih perak.
Prima, Irfandi, Elbert Sie, Gusti Jaya, dan Hemat Bakti juga menyumbangkan satu perunggu di nomor beregu. Satu perunggu lainnya diraih Dede Tari Kusrini di tunggal putri.
”Para pemain timnas sudah bisa bersaing pada turnamen di Thailand tersebut dengan negara-negara unggulan seperti Thailand, Jepang, Taiwan, dan China,” ujar Gularso. (DNA/DD15)