Hampir lima tahun Marion Bartoli menyingkir dari persaingan tenis dunia. Setelah mengalami masa suram karena cedera, tekanan mental, hingga penyakit yang membuatnya hampir kehilangan nyawa, juara Wimbledon 2013 itu siap kembali ke lapangan.
Turnamen ekshibisi ”Tie Break Tens” di Madison Square Garden, New York, Amerika Serikat, Senin (5/3), akan menjadi turnamen pertama Bartoli setelah pensiun Agustus 2013, sebulan setelah menjuarai Wimbledon. Gelar itu menjadi satu-satunya koleksi Grand Slam petenis asal Perancis tersebut.
Setelah tampil bersama Venus dan Serena Williams serta petenis lain yang diundang ekshibisi di New York, Bartoli akan tampil di turnamen WTA. WTA Premier Miami (20-31 Maret), WTA Monterrey (2-8 April), dan belasan turnamen lain ada dalam agendanya. Mantan petenis peringkat ketujuh dunia ini juga berharap bisa berpartisipasi dalam tiga Grand Slam tersisa: Perancis Terbuka, Wimbledon, dan AS Terbuka.
Ekshibisi ini mengakhiri penantian lima bulan setelah Bartoli kembali berlatih, Oktober 2017, dan mengumumkan akan kembali bertanding lewat Twitter pada 20 Desember. Tak ada target khusus bagi petenis berusia 33 tahun itu.
”Setelah melalui apa yang saya alami, jika saya bisa menyebut diri sebagai petenis profesional lagi, itu akan menjadi kemenangan besar,” kata Bartoli, seperti dikutip New York Times.
Bartoli, yang menjadi petenis profesional sejak Februari 2000, mundur karena cedera bahu kanan. Gaya servisnya yang unik, dengan tangan kanan cenderung lurus dan kaku, membuat beban besar ada pada bahunya. Bartoli tak dapat bermain lebih dari 45 menit tanpa bahu kanan yang bengkak dan sakit. Ciri khasnya yang lain adalah forehand dan backhand dengan dua tangan.
Saat menjauh dari kompetisi, Bartoli tak hanya menjalani pemulihan cedera bahu. Dia juga menghadapi tekanan berat saat berpacaran dengan kekasihnya sejak 2014. Tanpa menyebut nama pria yang kini tak lagi menjadi pacarnya itu, Bartoli berkisah mendapat tekanan untuk menurunkan berat badan. Atlet yang berlatih tenis sejak usia 6 tahun itu memang memiliki masalah dengan berat badan.
”Setiap hari, dia selalu menunjuk perempuan langsing dan berkata, mereka lebih baik dari saya,” katanya. Bartoli pun dipaksa menjalani diet meski dia tahu telah menjalani diet tak sehat. Berat badannya turun dari 75 kilogram menjadi 51 kg.
”Saat itu saya tetap menjalani diet karena setiap hari dia mengatakan saya terlalu berat, saya terlalu gemuk, dan lain-lain. Diet itu akhirnya menjadi diet yang tak berujung. Kehidupan saya dirusak oleh seseorang,” katanya dalam wawancara dengan surat kabar L’Equipe.
Kondisinya semakin buruk setelah terserang virus dari nyamuk saat berkunjung ke India. Bartoli terserang virus sejenis H1N1. Suhu tubuhnya mencapai 40 derajat celsius selama 15 hari berturut-turut.
Bobot tubuhnya terus merosot mencapai 40 kg. Dengan tinggi yang 170 sentimeter, tubuhnya bagai tulang terbungkus kulit. Dia menyebut masa itu membuatnya dekat pada kematian.
Dalam kondisi tersebut, Bartoli aktif menjadi komentator tenis di stasiun televisi, terutama untuk turnamen Grand Slam. Komentar penonton pun bermunculan melihat kondisinya. Banyak yang menduga Bartoli mengalami anoreksia.
Pemulihan
Titik balik dilewatinya pada Wimbledon 2016 ketika dia seharusnya tampil pada pertandingan ekshibisi ganda putri. Namun, dokter turnamen
tidak memberi izin karena khawatir dengan kondisi kesehatannya. ”Saat saya ingat momen itu, itu adalah keputusan terbaik bagi saya. Mungkin saja saya mati di lapangan jika memaksakan bermain,” kata Bartoli yang kemudian memulai pengobatan.
Masa latihan setelah kehilangan berat badan dan massa otot dimulai pada Oktober 2017. Dia berlatih di Pegunungan Alpen dengan ketinggian sekitar 3.000 meter di atas permukaan laut selama dua pekan. Setelah massa ototnya kembali, Bartoli berlatih di Paris dan berlatih tanding dengan Ugo Humbert (19), petenis putra Perancis peringkat ke-331 dunia.
”Persiapannya cukup baik. Saya menikmati semua prosesnya untuk kembali fit dan kembali ke lapangan tenis,” kata Bartoli dalam The Independent, Sabtu (3/3).
Di sisi teknis, dia memperbaiki servis bersama mantan petenis Rodolphe Gilbert dan Cyril Brechbuehl, mantan pelatih fisik Jo-Wilfried Tsonga. Bartoli kini menekuk sikunya untuk mengurangi beban pada pundak. ”Tak mudah mengubah apa yang sudah saya lakukan selama puluhan tahun,” kata Bartoli yang memastikan tak akan mengubah gaya pukulan dengan dua tangannya. (Yulia Sapthiani)