Hal tersebut terjadi ketika ganda putra Indonesia, Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto, menjalani final Jerman Terbuka, Senin (12/3) dini hari WIB. Dalam pertandingan tersebut, Fajar/Rian menyerah dari pasangan Jepang, Takuto Inoue/Yuki Kaneko, 16-21, 18-21. Ini merupakan kekalahan keempat Fajar/Rian dari pasangan Jepang tersebut.
Fajar/Rian yang grafik penampilannya sedang menanjak setelah menjuarai Malaysia Masters 2018 sebetulnya punya peluang kembali merebut gelar juara karena pada gim pertama mereka memimpin skor 10-7.
Namun, pada gim pertama, empat kali servis Fajar dinyatakan salah oleh hakim servis. Hal ini langsung memengaruhi permainan ganda putra unggulan ketujuh dalam turnamen itu.
Pada gim kedua, Fajar/Rian mencoba bangkit dan unggul 11-6. Namun, servis Fajar lagi-lagi dinyatakan fault oleh hakim servis, sebanyak lima kali. Keputusan itu membuat pasangan Indonesia tak dapat menguasai keadaan dan kesulitan mengatasi perlawanan Inoue/Kaneko.
Pelatih ganda putra Herry Iman Pierngadi dari BIRMINGHAM, SENIN — , mengatakan, penampilan Fajar/Rian di final Jerman Terbuka di luar prediksi tim pelatih. ”Begitu servis Fajar dinyatakan salah, fokus dan konsentrasi Fajar/Rian buyar. Akhirnya mereka kerap membuat kesalahan sendiri,” ujarnya.
Menurut Herry, keputusan fault itu sangat tergantung oleh keputusan hakim servis yang bertugas. ”Namun, pemain juga harus waspada dengan mempelajari servis mereka sendiri. Kita harus cari aman,” ujar Herry.
Selanjutnya, setiap kali latihan permainan, para pebulu tangkis diminta memperhatikan pukulan servis mereka. Hal ini demi tampil lebih baik pada kejuaraan selanjutnya, yaitu All England.
Batu sandungan
Masalah terkait pukulan servis kerap muncul sejak Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF) menerapkan aturan baru mengenai batasan tinggi servis 1,15 meter dari permukaan lapangan. Aturan tersebut mulai diterapkan pada 1 Maret 2018. Peraturan ini juga berlaku di turnamen-turnamen besar, seperti All England, Piala Thomas-Uber, dan Kejuaraan Dunia.
Aturan ini menggantikan aturan sebelumnya yang menggunakan tubuh atlet sebagai indikator batas ketinggian. Aturan sebelumnya, kok harus berada di bawah pinggang atau tulang rusuk terbawah dari setiap atlet saat dipukul pertama kali dan kepala raket harus mengarah ke bawah.
Fajar mengatakan, keputusan hakim servis dalam final Jerman Terbuka membuat konsentrasinya buyar. ”Padahal, pada pertandingan sebelum-sebelumnya tidak ada masalah,” katanya.
Di luar persoalan servis, Fajar/Rian mengakui bahwa lawan bermain lebih baik. ”Kami terburu-buru ingin mematikan bola lawan,” ujar Rian.
Penerapan aturan baru servis juga menjadi batu sandungan bagi ganda campuran Hafiz Faisal/Gloria Emanuelle Widjaja pada babak pertama Jerman Terbuka. Karena takut dinyatakan fault, Gloria berusaha melakukan servis serendah mungkin. Akibatnya, servis pemain dengan tinggi 184 sentimeter itu justru tanggung (Kompas, 9/3).
Hasil di Jerman Terbuka tersebut menjadi pelajaran bagi para pemain sebelum All England. Selain Fajar/Rian, ganda putra Indonesia yang tampil di All England adalah Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan, Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon, dan Angga Pratama/Rian Agung Saputro. (DNA)