Menempa Mental Calon Juara Dunia
Dalam permainan jembatan dua tali (two rope bridge), atlet ditantang menyeberangi jurang sedalam 70 meter menggunakan dua tali. Satu tali untuk berpijak, satunya lagi untuk berpegangan. Bentang panjang tali di atas jurang itu berkisar 20-30 meter.
Setiap kelompok diminta bekerja sama agar tidak ada peserta yang terjatuh. Adrenalin atlet yunior kian terpacu. Sebab, saat melalui tantangan itu, fasilitator outbound menggoyang-goyangkan tali. Perasaan tegang dan ketakutan bercampur menjadi satu meski ada tali pengaman yang mengikat badan peserta.
Atlet bulu tangkis yunior Jessica Maya Rismawadani (14) terjatuh saat meniti tali bersama dua rekannya, Fatikha Isauraya (15) dan Gilang Abdilah (15). Pegangan tangannya kurang kuat saat tali tiba-tiba digoyang kencang. Selama beberapa saat, Jessica tergantung di tali yang menahan badannya.
Tak lama berselang, Fatikha dan Gilang bekerja sama membantu Jessica naik dan melanjutkan meniti tali. Setelah berjalan sekitar 20 menit, tim ini berhasil menyelesaikan tantangan pelatih.
”Untung tadi dibantu teman-teman. Berkat kerja sama tim, kami bisa melewati tantangan,” kata Jessica.
Bagi Fatikha, permainan jembatan dua tali memang yang paling menantang pada kegiatan outbound itu. Di sini peserta dituntut memiliki konsentrasi, daya juang, dapat bekerja sama dalam tim, dan mempunyai sikap pantang menyerah. Permainan ini bermanfaat untuk melatih mental, kedisiplinan, dan tanggung jawab.
”Dalam kejuaraan, kadang saya terpengaruh dengan situasi lapangan yang tidak sesuai harapan. Tetapi, kalau punya mental tangguh, seharusnya situasi apa pun bisa dilalui,” kata Fatikha yang bergabung dengan PB Djarum sejak tiga tahun lalu itu.
Saking menantangnya permainan pada outbound itu, tak jarang dijumpai atlet yang menangis karena takut. Dalam permainan sky run, misalnya, sejumlah atlet muda menangis ketika diminta menyeberangi kayu di atas ketinggian 20 meter tanpa pegangan apa-apa. Misi ini dianggap berhasil jika peserta dapat melewati kayu tanpa memegang tali pengaman.
Peserta dan pelatih yang menunggu di bawah tak henti-hentinya berteriak menyemangati atlet yang sedang beraksi itu agar bisa mengatasi ketakutannya. ”Ayo! Kamu bisa! Jangan lihat ke bawah, fokus saja!” teriak mereka.
Menu latihan dalam outbound memiliki tingkat kesulitan beragam. Materi permainan juga dibuat dengan tujuan berbeda-beda. Ada yang untuk menguji keberanian, taktik dan strategi, kekuatan, ataupun daya juang. Ada pula permainan untuk menguji kekompakan tim, ketahanan fisik, dan keberanian peserta.
Pembentukan karakter
Manajer Tim PB Djarum Fung Permadi mengatakan, melalui kegiatan outbound, diharapkan dapat terbentuk karakter atlet yang tangguh dan tidak memiliki rasa takut sebelum bertanding. ”Rasa takut itu yang ingin kami hilangkan,” ujar Fung.
Menurut Fung, dunia bulu tangkis Indonesia saat ini dihadapkan pada kenyataan sulitnya regenerasi atlet. Padahal, untuk menyiapkan atlet berprestasi tidak dapat dilakukan dalam waktu singkat. Untuk membangun fisik, mental, dan karakter atlet, dibutuhkan waktu minimal 7-8 tahun.
Atlet PB Djarum yang kini menjadi pemain ganda putra pelatnas Indonesia, Kevin Sanjaya Sukamuljo, bahkan melalui proses pembinaan sejak 2007 atau selama lebih dari 10 tahun sebelum akhirnya dapat berprestasi seperti sekarang. Bermain bersama Marcus Fernaldi Gideon, pasangan ini bisa menjadi ganda putra terbaik dunia.
Membentuk karakter atlet melalui outbound merupakan teknik pembinaan atlet yang disesuaikan dengan kebutuhan masa kini. Dengan beraktivitas di alam bebas, atlet dapat melepaskan diri sejenak dari rutinitas keseharian di asrama dan di tempat latihan.
”Kalau membentuk karakter hanya dengan latihan sehari-hari, lama-kelamaan atlet bosan. Dengan cara ini kami harapkan atlet punya pengalaman berbeda, yang dapat memperkuat mental dan daya juang mereka,” kata Fung.
Meski dari puluhan atlet itu hanya sebagian yang bisa menapak di puncak prestasi bulu tangkis, menurut Fung, manfaat outbound tetap dirasakan semua peserta. ”Kami ingin mencetak juara yang tak hanya juara di lapangan, tapi juga juara di luar lapangan, yaitu juara kehidupan,” ujar Fung.
Outbound PB Djarum diselenggarakan dalam dua gelombang, pada 18-20 Februari untuk atlet-atlet berusia 15 tahun ke atas dan pada 25-27 Februari diikuti atlet berusia 8-15 tahun.
Adaptasi zaman
Anggota tim pencari bakat PB Djarum, Lius Pongoh, menyatakan, untuk membentuk atlet agar dapat berprestasi, proses pembinaan harus dibuat dinamis mengikuti perkembangan zaman. Konsep pelatihan tidak dapat hanya menekankan aspek fisik dan teknik meskipun cara ini terbukti sukses di masa lalu.
Pelatihan untuk atlet masa kini menggabungkan ilmu psikologi dan beragam ilmu keolahragaan (sport science). Dalam outbound, pelatih di PB Djarum dilibatkan untuk mengamati perilaku atlet. Di situ dilihat usaha atlet mengatasi tantangan, melawan ketakutan, dan mengeluarkan kemampuan terbaik. Dengan begitu, pelatih dapat lebih memahami atlet dan dapat mencari cara untuk mendorong atlet menjadi yang terbaik.
Pelatih Tunggal Putra U-15 PB Djarum Engga Setiawan mengatakan, sebagian atlet hidup dalam zona nyaman. Hal itu membuat mereka kurang berkembang. Dengan memberikan tantangan baru, seperti dalam kegiatan outbound, atlet dapat memetik banyak pelajaran berharga. Meski permainan outbound itu berat, tantangan sesungguhnya justru setelah outbound berakhir.
”Saya harap atlet punya karakter yang lebih kuat, disiplin, dan bertanggung jawab. Selama ini, kalau kami memberikan instruksi, atlet susah untuk mengerti dan menjalankannya. Bagi mereka, tugas tersebut berat, padahal sebenarnya ada tugas lain yang lebih berat,” ujarnya.