Dalam waktu dua tahun, sejak 2016, Panitia Penyelenggara Asian Games Indonesia (Inasgoc) ditantang mempromosikan Asian Games baik ke dalam maupun luar negeri. Beruntung Indonesia memiliki daya tarik keberagaman budaya, flora, dan fauna sehingga bisa menjadi alat jitu memperkenalkan pesta olahraga Asia itu dalam waktu relatif singkat.
Mimpi Indonesia untuk kembali menjadi tuan rumah Asian Games setelah 1962 mulai terwujud saat Badan Eksekutif Dewan Olimpiade Asia (OCA) mengumumkan Asian Games ke-18 pada 2018 akan diselenggarakan di Jakarta dan Palembang. Berita besar ini disampaikan empat tahun lalu di Korea Selatan, bersamaan dengan penyelenggaraan Asian Games Incheon 2014.
Direktur Departemen Look of the Games, City Beautifications, and Activation Inasgoc, Ade Lukman Djajadikusumah mengatakan, begitu mendapat kepastian menyelenggarakan Asian Games, pemerintah segera membentuk Inasgoc dan menghitung kebutuhan anggaran. ”Barulah pada 2016, promosi Asian Games dilakukan,” ujarnya di Jakarta, Kamis (22/3).
Padahal, menurut Ade, penetapan tuan rumah untuk ajang multicabang olahraga, seperti Asian Games dan Olimpiade, biasanya dilakukan tujuh hingga delapan tahun sebelum kegiatan tersebut. Pemerintah Korea Selatan, misalnya, mempromosikan Asian Games Incheon 2014 jauh hari sebelumnya. Pemerintah Jepang sejak 2013 bekerja memperkenalkan Olimpiade Tokyo 2020.
Waktu promosi yang pendek membuat Inasgoc harus memeras otak agar efektif dan efisien memperkenalkan Asian Games kepada masyarakat. Dalam dua tahun bekerja, Inasgoc menyusun dan melaksanakan strategi pemasaran guna menarik minat masyarakat terhadap Asian Games. ”Strategi yang kami pakai adalah menggunakan latar belakang kekayaan budaya, flora, dan fauna yang Indonesia miliki. Kita beruntung negara kita kaya dengan hal-hal itu sehingga memudahkan promosi Asian Games 2018,” ujarnya.
Langkah pertama yang diambil Inasgoc adalah menciptakan logo, maskot, dan pola dasar yang mencerminkan keberagaman Indonesia. Setelah itu, Inasgoc mempercantik kota Jakarta dan Palembang dengan ornamenornamen khas Asian Games.
Di kawasan Senayan, Jakarta Pusat, misalnya, sejumlah tiang LRT dipasang foto-foto atlet yang sedang beraksi dengan gambar maskot dan logo Asian Games. Demikian juga halte, stasiun, jembatan layang, dan bus transjakarta juga dihias.
Dekorasi Asian Games dipasang tidak hanya di dalam arena kejuaraan, tetapi di berbagai sudut kota untuk meningkatkan kepedulian masyarakat. Kepedulian juga dicapai dengan promosi di sosial media, radio, televisi, dan sejumlah media cetak.
Untuk meningkatkan ketertarikan masyarakat, Inasgoc secara aktif mendatangi komunitas olahraga, sekolah, dan perguruan tinggi. Ketertarikan pelajar dan mahasiswa menjadi penting karena mereka akan menyimpan kenangan Asian Games selama bertahun-tahun.
Selama promosi, pelajar dan mahasiswa diajak melakukan berbagai aktivitas menarik, dari lomba menggambar dan mewarnai, hingga storytelling sejarah Asian Games. Promosi Asian Games juga dilakukan dengan membuat acara pada hari bebas kendaraan bermotor di Jakarta ataupun Palembang, antara lain membuat acara lari gembira.
Bekerja sama dengan OCA, lari gembira bahkan dilakukan pula di 30 negara, seperti di Arab Saudi, China, Nepal, Kazakstan, Tajikistan, China, Thailand, Korea Selatan, dan Timor Leste. ”Kami pun menggelar beberapa konser dan kegiatan budaya, seperti parade,” kata Ade.
Director of Communication Department Inasgoc Elwin Mok menuturkan, tantangan promosi Asian Games tidak hanya pada pendeknya waktu. Tantangan lain yang dihadapi adalah persiapan Asian Games berbarengan dengan bulan puasa dan Idul Fitri, pilkada serentak, Piala Dunia, serta masa pendaftaran Presiden dan Wakil Presiden. Hal ini membuat perhatian masyarakat akan terpecah.
Untuk menyiasatinya, promosi Asian Games dilakukan dengan mencuri kesempatan di sela-sela waktu hajatan itu. ”Karena kalau bersaing dengan event-event besar, kita akan habis tenaga. Kami harus pintar cari waktu untuk promosi dan dengan cara yang kreatif,” katanya.
Inasgoc tidak sepenuhnya meninggalkan momen besar tersebut. Berbagai momen besar justru akan dipakai untuk mendongkrak citra Asian Games. Sejumlah atlet Asia yang tampil di Piala Dunia, misalnya, akan dimanfaatkan untuk mempromosikan Asian Games.
Opini masyarakat
Segala upaya itu dianggap cukup efektif meningkatkan opini masyarakat tentang Asian Games. Hasil riset lembaga survei Kantar TNS pada kurun waktu November-Desember 2017, yang melibatkan 1.314 orang di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Bandung, dan Palembang, menyebutkan tingkat kepedulian masyarakat terhadap Asian Games sudah mencapai 96 persen.
Meski berdasarkan riset tingkat kepedulian masyarakat terhadap Asian Games sudah cukup tinggi, kenyataannya masih banyak penduduk Jakarta dan Palembang yang belum mengetahui soal Asian Games. Masyarakat lebih familiar dengan SEA Games. Padahal, Asian Games merupakan ajang olahraga terbesar kedua setelah Olimpiade.
Beberapa warga yang ditemui Kompas di Jakarta pun banyak yang belum mengetahui tentang Asian Games. Pengemudi taksi daring Inan (32), misalnya. Ketika bertemu Kompas, Jumat (9/3), Inan justru bertanya-tanya tentang Asian Games. ”Asian Games? Acara apa itu? Di mana pelaksanaannya?” tanya Inan.
Ketua Kontingen Indonesia pada Asian Games 2018 Syafruddin tak menampik opini masyarakat Indonesia tentang Asian Games 2018 kurang dari 20 persen per Januari. Bahkan, isu tentang Asian Games 2018 kalah dengan berita-berita asusila ataupun narkotika.
”Ini memalukan. Padahal, Asian Games ini ajang besar yang bisa mengangkat derajat bangsa-negara kita di mata dunia. Buktinya, seusai Kemerdekaan 1945, Asian Games 1962-lah yang membuat negara kita makin dikenal,” kata Syafruddin, yang juga menjabat sebagai Wakil Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia itu.