JAKARTA, KOMPAS — Induk organisasi cabang olahraga diminta membuat petunjuk teknis untuk membelanjakan barang dan jasa kebutuhan pelatnas Asian Games 2018. Petunjuk teknis tersebut dibutuhkan untuk memastikan pengadaan barang dan jasa berjalan efektif, efisien, transparan, serta akuntabel.
Kepala Subbidang Peraturan Perundang-undangan Biro Humas dan Hukum Sekretariat Kementerian Pemuda dan Olahraga Yusuf Suparman di Jakarta, Senin (26/3), mengatakan, pemberian anggaran pelatnas menggunakan mekanisme bantuan pemerintah untuk peningkatan prestasi olahraga nasional. ”Selanjutnya, dalam konteks belanja barang dan jasa, khususnya belanja peralatan untuk atlet, pengaturan diserahkan kepada internal cabang olahraga melalui penyusunan petunjuk teknis,” ujarnya.
Menurut Yusuf, pengadaan barang dan jasa Asian Games seperti untuk membeli peralatan dan perlengkapan latihan tidak terikat ketentuan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa. Artinya, cabang olahraga punya keleluasaan karena dapat melakukan penunjukan langsung. Tidak ada
batasan anggaran untuk penunjukan langsung.
Kalau mengikuti peraturan presiden, penunjukan langsung dibatasi hanya sampai Rp 200 juta dan pembelian di atas nilai itu harus menggunakan lelang. ”Agar prosesnya berjalan sesuai pedoman, disarankan cabang menyusun petunjuk teknis untuk mengatur belanja barang dan jasa,” kata Yusuf.
Langkah ini telah disosialisasikan kepada cabang sejak Januari lalu. Diharapkan cabang tidak mengalami kesulitan untuk melakukan pengadaan barang dan jasa untuk keperluan pelatnas.
Kenyataannya, hingga lima bulan menjelang Asian Games, belum semua cabang olahraga membeli peralatan dan perlengkapan latihan. Manajer tim dan pelatih kepala tim angkat besi Dirdja Wihardja mengatakan, pembelian peralatan latihan masih dalam pembahasan tim keuangan PB PABBSI.
Menurut Ketua Bidang Pembinaan dan Prestasi PB PABBSI Alamsyah Wijaya, cabang membutuhkan pendampingan untuk mengelola anggaran pemerintah. ”Sampai sekarang belum ada pendampingan itu. Kami perlu hati-hati dalam mengelola anggaran karena kalau sampai salah langkah, bisa menimbulkan persoalan di kemudian hari,” katanya.
Adapun anggaran Rp 1 miliar untuk pembelian perlengkapan balap sepeda belum terpakai. Hingga kini, proses pemesanan perlengkapan, seperti kerangka sepeda dari Perancis dan alat ukur (power meter) dari Jerman, masih berlangsung.
Manajer tim balap sepeda Budi Saputro mengatakan, pihaknya baru saja melakukan proses perbandingan dan penawaran harga. Pembelian perlengkapan balap sepeda dibuat beberapa tahap agar nilainya tidak mencapai Rp 200 juta setiap kali berbelanja. ”Proses pemesanan baru berjalan. Kami harapkan semua selesai dalam waktu 1-2 bulan ini,” katanya.
Deputi Bidang Peningkatan Prestasi Kemenpora Mulyana pada awal Maret mengatakan, pembelian peralatan dan perlengkapan menjadi hal krusial. ”Kami belum tahu cabang mana saja yang sudah membelanjakan peralatan dan mana yang belum. Padahal, peralatan itu sangat penting,” ujarnya. (DNA)