Tidak gampang untuk menjadi juara, namun jauh lebih sulit mencari potensi atlet unggul untuk juara di masa depan. Regenerasi para juara sangat penting untuk semakin mengukuhkan jati diri bangsa Indonesia di tataran elite bulu tangkis dunia.
Siapa yang tidak kenal Kevin Sanjaya Sukamuljo (22). Pasangan Marcus Fernaldi Gideon di ganda putra bulu tangkis nasional itu kini semakin mengukuhkan diri pada peringkat pertama Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF). Namun, tahukah Anda bahwa Kevin adalah atlet yang lolos audisi umum bulu tangkis yang dilaksanakan oleh klub Djarum, Kudus, Jawa Tengah, pada 2007, saat umurnya masih 11 tahun?
Bibit unggul Kevin telah diasah dan ditempa di dalam kawah candradimuka oleh para empu bulu tangkis nasional yang sebelumnya sudah malang melintang di dunia. Hanya dalam tempo 10 tahun sejak lolos audisi, Kevin sudah berada di puncak tertinggi prestasi bulu tangkis seantero jagat.
Apakah cukup sampai di situ saja? Tentu tidak. Tidak boleh hanya Kevin (dan Marcus) yang berada di singgasana itu. Harus selalu tersedia Kevin dan Marcus muda lain untuk menjadi pelapis dan pengganti di saat prestasi atlet andalan itu redup.
Itulah mengapa klub bulu tangkis Djarum senantiasa melakukan audisi umum bulu tangkis untuk mencari atlet-atlet baru. Pada tahun 2018, Djarum melakukan audisi di kota Pekanbaru, Balikpapan, Manado, Purwokerto, Surabaya, Cirebon, Solo, dan Kudus.
Pada 24-26 Maret, PB Djarum memulai seleksi atlet-atlet muda potensial pada Audisi Djarum Beasiswa Bulu Tangkis 2018 di Kota Pekanbaru, Riau. Daerah di tengah Pulau Sumatera itu menjadi kota pertama lokasi penyaringan atlet untuk menunjukkan gigi taring kecilnya kepada para tim pencari bakat yang diketuai maestro bulu tangkis Christian Hadinata.
Sebanyak 570 atlet telah berjibaku melalui tahapan panjang yang dimulai dari screening (uji kemampuan dasar) sampai uji tanding melawan lawan-lawan tangguh sesuai kategori umurnya. Usia 6-10 tahun masuk kelompok U-11, umur 10-12 tahun untuk U-13, dan usia 13-14 tahun dalam kelompok U-15. Setelah bertanding selama tiga hari, 23 atlet dinyatakan lolos untuk saringan selanjutnya.
Sebanyak 18 dari 23 atlet mendapatkan tiket dari hasil kemenangan bertanding sejak tahap awal. Adapun lima lainnya merupakan atlet-atlet yang kalah di pengujung tahapan, tetapi di mata para pencari bakat dinilai memiliki potensi besar.
Dari seluruh atlet yang lolos, sebagian merupakan wajah lama yang pernah turun pada audisi sebelumnya. Misalnya, Yudha Rendra Wijaya (U-11 putra, Lubuk Linggau), M Afif Iqrom Efendi (U-13 putra, Labuhan Batu Utara), dan Devin Artha Wahyudi (U-13 putra, Merangin) adalah peserta yang lolos pada audisi Pekanbaru 2017. Namun, ketiganya dipulangkan ke daerahnya lagi setelah kalah uji kemampuan dari peserta lain di masa karantina.
Menurut Christian, dalam satu tahun audisi di delapan kota, mereka sekurang-kurangnya menyaring 4.000 atlet muda. Setelah seleksi ulang secara ketat di Kudus, atlet yang diambil hanya 25 hingga 30 orang. Sedikit dari atlet itu akan bertahan dan berkembang menjadi pelapis para senior yang berprestasi. Namun, sebagian lain prestasinya naik turun dan tidak sedikit yang kemudian terdegradasi.
Selain itu, masih ada persoalan besar yang belum juga teratasi. Sangat sulit mencari bibit atlet putri yang dapat diasah untuk level tinggi. Bakat besar atlet putri seperti peraih medali emas Olimpiade, Susy Susanti, belum juga berhasil ditemukan.
”Setiap audisi, kami selalu fokus mencari potensi atlet putri. Namun, belum ada yang menggantikan Susy. Semua daerah problemnya sama,” kata Christian.
Namun, jangan patah semangat. Teruskanlah tradisi audisi ini. Suatu saat kelak, pasti akan muncul Susy yang baru. Kalaupun tidak, Kevin-Kevin yang baru sudah bermunculan. (Syahnan Rangkuti)