Pertemuan yang akan berlangsung di lapangan tanah liat Asosiasi Tenis Sri Lanka, Colombo, itu menjadi persaingan untuk menghindari degradasi ke Grup III pada 2019. Itu menjadi pertemuan kedua Indonesia dan Sri Lanka setelah tim ”Merah Putih” menang pada play off grup yang sama pada 2016 di Solo, Jawa Tengah.
Christo, yang bergabung dengan tim Piala Davis Indonesia sejak Jumat pekan lalu, berlatih bersama Anthony Susanto, M Althaf Dhaifullah, serta petenis putri Beatrice Gumulya di lapangan tenis gravel di Permata Hijau, Jakarta, Selasa (27/3). Latihan dipimpin pelatih asal Belanda, Frank van Fraayenhoven, yang didatangkan untuk menjadi direktur teknik. Fraayenhoven didampingi pelatih Deddy Prasetyo dan kapten tim Febi Widhiyanto.
”Saya sedang tak punya jadwal tur, jadi ikut tim Davis. Setelah itu langsung tampil di Taiwan,” ujar Christo seusai berlatih sekitar 2,5 jam.
Sejak Januari, petenis nomor satu Indonesia ini telah mengikuti delapan turnamen kategori ATP Challenger dalam nomor ganda putra. Bersama Jeevan Nedunchezhiyan (India), Christo juara di Dallas, AS, 4 Februari. Turnamen terakhir yang diikutinya berlangsung di Shenzhen, China.
Christo akan tampil untuk ke-11 kali di Piala Davis sejak debutnya pada 2007. Berdasarkan data dalam laman Piala Davis, Christo hanya kalah dari Bonit Wiryawan yang membela Indonesia selama 16 tahun, Gondo Widjojo dan Suwandi (14 tahun), serta Atet Wijono (13 tahun).
”Untuk melawan Sri Lanka, saya direncanakan bermain dalam dua pertandingan. Sebenarnya, tanpa saya, Indonesia bisa menang melawan Sri Lanka,” kata Christo.
Dalam beberapa kali perbincangan dengannya, petenis berperingkat ke-115 dunia dalam ganda putra itu sebenarnya mengharapkan kehadiran para penerusnya untuk diandalkan di tim Davis. PP Pelti kepengurusan 2017-2022 juga mulai menerapkan regenerasi ketika memilih pemain muda (umumnya berusia 17-20 tahun) saat tim Davis Indonesia melawan Filipina pada babak pertama Grup II Zona Asia/Oseania di Jakarta, 3-4 Februari.
Namun, tim tenis Indonesia belum bisa meninggalkan ketergantungan pada Christo. Tanpa petenis 28 tahun itu, Indonesia kalah 1-4 dari Filipina.
”Mungkin sampai 2019, Christo masih dibutuhkan. Namun, petenis muda juga tetap bermain. Melawan Sri Lanka, Althaf bisa saja dimainkan karena Christo direncanakan hanya akan bermain dalam dua pertandingan,” kata Ketua Umum PP Pelti Rildo Ananda Anwar.
Adaptasi tanah liat
Oleh karena pertandingan akan berlangsung di lapangan tanah liat, tim Indonesia berlatih di lapangan sejenis, yaitu lapangan gravel. Meski permukaan gravel lebih kasar dibandingkan dengan tanah liat, keduanya berkarakter lambat.
Lapangan tersebut, seperti dikatakan Christo dan Deddy, menuntut ketahanan fisik dan kesabaran petenis untuk meraih poin. ”Meraih poin di tanah liat tidak bisa dilakukan dalam dua-tiga pukulan. Petenis harus sabar untuk membuat lawan tak nyaman. Setelah itu, baru bisa mematikan lawan,” tutur Deddy. (IYA)