JAKARTA, KOMPAS — Kejuaraan nasional atletik yang sedianya diadakan 6-11 Mei mendatang masih terkendala arena. Kejuaraan untuk mencari bibit baru atlet pelatnas itu tidak bisa diselenggarakan di Stadion Madya, kompleks Gelora Bung Karno (GBK), karena mahalnya biaya sewa. Alternatif penyelenggaraan di arena lain sulit dilakukan karena tidak memenuhi standar internasional.
Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PB PASI) Bob Hasan mengatakan, PB PASI tidak mampu membayar biaya sewa Stadion Madya yang mencapai Rp 1,4 miliar selama enam hari. Biaya sewa ini dinilai terlalu tinggi karena PB PASI masih harus mengeluarkan anggaran untuk konsumsi, penginapan, dan biaya perjalanan para atlet dari sejumlah daerah.
”GBK ini dibuat Bung Karno untuk pembinaan olahraga, tetapi sekarang beralih fungsi dan dikomersialkan. Padahal, kejurnas ini untuk menjaring atlet yunior, remaja, dan praremaja,” ujar Bob saat melepas atlet pelatnas yang akan menjalani pelatihan ke Amerika Serikat, Kamis (29/3), di Stadion Madya.
Menurut Bob, Stadion Madya menjadi arena yang paling tepat untuk menyelenggarakan kejurnas atletik karena telah memiliki lintasan lari tartan sesuai dengan standar internasional.
Sebelumnya, pada Desember lalu, PB PASI menggelar kejurnas atletik di Stadion Rawamangun, Jakarta Timur. Saat itu, Stadion Madya masih direnovasi untuk persiapan Asian Games. Kejurnas terpaksa diselenggarakan di Stadion Rawamangun meski banyak kerusakan dan lintasan tidak berstandar internasional. Stadion Rawamangun tidak menjadi arena kejurnas tahun ini karena dikhawatirkan dapat membuat peserta cedera akibat buruknya lintasan di sana.
Bob berharap kementerian dan lembaga negara terkait dapat memberikan dukungan terkait biaya sewa kompleks olahraga. Hal ini juga bertujuan untuk mengembangkan cabang olahraga sehingga bisa berprestasi di kejuaraan dunia.
Wakil Ketua Bidang Organisasi PB PASI Umaryono mengatakan, setelah negosiasi dengan pihak Pusat Pengelolaan Kawasan GBK, biaya sewa Stadion Madya untuk kejurnas itu turun menjadi Rp 602,25 juta. Namun, jumlah itu dinilai masih terlalu mahal. Dibandingkan saat menggelar kejurnas tahun lalu, PASI hanya cukup membayar Rp 15 juta untuk biaya perawatan.
Menurut dia, saat Stadion Madya berada di bawah pengelolaan PB PASI, yakni sejak 1984 hingga 2016, pihaknya tak pernah mengomersialkan arena itu. Bahkan, pada 1984, PB PASI membangun sejumlah fasilitas untuk pelaksanaan Kejuaraan Asia.
”Sejak 1984, Stadion Madya kami kelola untuk pembinaan atlet atletik Indonesia dan sudah berulang kali terjadi pemecahan rekor di stadion ini,” katanya.
Aturan biaya sewa
Aturan tentang biaya sewa kompleks GBK tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan No 35/2014 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Pusat Pengelolaan Kompleks Gelora Bung Karno pada Kementerian Sekretariat Negara. Dalam peraturan itu, semua kegiatan yang dilakukan di kompleks GBK, kecuali pelatnas, wajib membayar tarif jasa layanan.
Direktur Pembangunan dan Pengembangan Usaha Pusat Pengelolaan Kawasan GBK Gatot Tetuko menyampaikan, biaya sewa nantinya akan digunakan untuk pemeliharaan dan perawatan yang meliputi listrik, air, kebersihan, keamanan, dan pegawai.
”Area GBK sangat bernilai dan bukan area murahan. Selain itu, setiap tahun, 15 persen hasil pendapatan kami setorkan ke pemerintah sebagai penerimaan negara bukan pajak. Itu semua sudah tertuang dalam peraturan,” tutur Gatot. (DD15/NIC)