Laga yang disebut ”derbi Inggris” di Liga Champions itu menjanjikan pesta gol. Ekspektasi itu tak terlepas dari karakter kedua manajer yang kental gaya ofensif. Guardiola identik dengan penguasaan bola, sedangkan Manajer Liverpool Juergen Klopp terkenal dengan gegenpressing yang agresif dan bertempo tinggi.
City dan Liverpool adalah tim paling ”seksi” di Liga Inggris saat ini. Mereka tim paling produktif di Inggris dengan masing-masing mengemas 88 dan 75 gol. Tidak heran, dalam dua kali pertemuan di Liga Inggris musim ini, kedua tim mencetak total 12 gol.
Salah satu pertemuan itu berujung kemenangan dramatis 4-3 The Reds atas City di Anfield, Januari lalu. Kekalahan satu-satunya City di Liga Inggris musim ini tersebut belum bisa dilupakan Guardiola, terutama menjelang pertemuan kembali kedua tim.
Tekanan deras dari trisula penyerang The Reds, yaitu Roberto Firmino, Mohamed Salah, dan Sadio Mane, ketika itu membuat barisan bek City grogi. Gawang tim tamu pun kebobolan tiga gol dalam sembilan menit. ”Kami kehilangan kontrol atas bola karena mereka tampil sangat agresif tanpa bola. Suasana di Anfield saat itu juga ikut memengaruhi kami,” tutur Guardiola.
Bukan sekali itu saja City tersungkur di Anfield. Faktanya, stadion ikonik di Inggris itu seolah menjelma ”benteng” berlindung The Reds yang sangat sulit dihancurkan tim-tim lawan, termasuk City. The Citizens selalu kalah di tiga laga terakhir di stadion itu.
Tahun lalu, Guardiola dan City juga dibuat tidak berdaya di Anfield. Mereka kalah 0-1. Semusim sebelumnya, giliran City asuhan Manuel Pellegrini yang diamuk Liverpool ala Klopp, 3-0.
Sejarah berbicara, City selalu kesulitan saat bermain di Anfield. Lahirnya era baru City, di bawah sokongan uang Sheikh Mansour (miliarder Uni Emirat Arab) sejak 2008, tidak mengubah nasib.
Terakhir kali City menang di Anfield adalah ketika masih diasuh eks pemain Liverpool, Kevin Keegan, pada 2003. ”Jangan pernah remehkan efek Anfield. City harus memperlihatkan karakternya untuk mengatasi tekanan di sana,” tulis The Times.
Menurut Ilkay Guendogan, gelandang City, timnya telah belajar dari kekalahan di Anfield, Januari lalu. ”Kami sangat termotivasi kembali ke Anfield pada laga pertama (perempat final Liga Champions). Kami ingin meraih hasil positif sebagai modal di laga kedua,” ujar Guendogan yang mengenal karakter Klopp ketika keduanya di Borussia Dortmund.
Guardiola diyakini tidak akan mengubah gaya permainan City di Anfield menjadi lebih defensif. Pelatih asal Spanyol itu memang dikenal keras kepala dan ”haram” tampil bertahan. Namun, menurut legenda Liverpool, John Aldridge, ada sejumlah perubahan yang bakal dilakukan Guardiola pada duel di Anfield kali ini.
”Ia jelas tidak bakal menumpuk pemainnya di belakang seperti dilakukan Jose Mourinho. Namun, Guardiola telah belajar dari pengalaman. Ia tidak akan menyuruh bek-bek sayapnya untuk bebas ke depan seperti laga-laga biasanya. Ia telah menyiapkan rencana untuk membuat Salah dan barisan penyerang (Liverpool) lainnya tidak bertaring,” ujar Aldridge seperti dikutip dari Independent.
Diakui Guardiola, nyaris mustahil meredam The Reds. Mereka tim tertajam di Liga Champions musim ini dengan koleksi 28 gol di delapan laga. Salah adalah pemain yang paling diwaspadainya. Ia mengemas 37 gol dan 10 asis di berbagai kompetisi musim ini. Salah satu strategi Guardiola meredam Salah adalah menurunkan pemain termahalnya, bek Aymeric Laporte, di sayap kanan serangan The Reds.
Di kubu sebaliknya, Klopp optimistis karakter agresif Liverpool masih bakal berbuah hasil manis atas City. ”Jika kami menjalaninya dengan baik, mereka akan kesulitan,” ujarnya. (AFP/Reuters/JON)