Anfield, markas The Reds, bak medan perang saat menjamu tim kaya raya, City. Laga belum berlangsung, bus yang mengangkut jajaran staf pelatih The Citizens ke stadion itu disambut ledakan bom asap, nyala cerawat, serta lemparan kaleng dan botol.
Liverpool telah meminta maaf atas sambutan kasar fans mereka itu. Namun, tiada maaf pada ”perang” sesungguhnya di lapangan. Si Merah, yang mendapat bahan bakar ekstra berupa teriakan semangat puluhan ribu fans, menggilas City lewat permainan menekan dan serangan balik cepat.
Tim tamu boleh saja memonopoli laga, hingga 66 persen penguasaan bola, tetapi tidak berdaya menghadapi kolektivitas The Reds yang tampil bak lebah. Pemain Liverpool hampir selalu mengeroyok pemegang bola City. Tak ayal, suplai bola dari mesin ganda City, Kevin De Bruyne dan David Silva, nyaris terputus.
The Citizens pun gagal membuat satu pun tendangan ke gawang lawan sepanjang 90 menit laga itu. Sebaliknya, pertahanan mereka berkali-kali disengat barisan pemain cepat Liverpool, yaitu Mohamed Salah, Alex-Oxlade Chamberlain, dan Sadio Mane.
City mengalami deja vu di Anfield. Taktik dan pemain-pemain yang sama memaksa City kandas lagi di stadion itu. Januari silam, The Citizens juga kalah 3-4 dari The Reds di tempat yang sama.
Bedanya, kali ini, tuan rumah bermain lebih terorganisasi, khususnya di lini belakang. Menang telak tanpa kebobolan di kandang memperbesar kans The Reds lolos ke semifinal Liga Champions. Mereka hanya perlu menghindari kekalahan 0-4 pada duel balasan di markas City, pekan depan.
”Peluang (menyerang) kami adalah saat merebut kembali bola. Hampir selalu ada celah (pertahanan) yang terbuka di area pertahanan mereka. Di babak kedua, kami bertahan lebih dalam dan sangat terfokus sehingga memaksa mereka tidak punya tendangan tepat ke gawang,” papar Klopp seusai laga itu.
Kemenangan itu menegaskan superioritas Klopp atas Manajer Manchester City Pep Guardiola. Klopp menjadi satu-satunya manajer yang tujuh kali membekap pemilik dua trofi Liga Champions itu. Adapun Guardiola hanya lima kali menang dalam 13 duel kedua manajer karismatik itu.
Mark Lawrenson, mantan bek Liverpool, meragukan City dapat lolos ke semifinal. Sejak format baru Liga Champions pada 1992 lalu, hanya ada dua tim yang pernah membalikkan defisit tiga gol atau lebih, yaitu Deportivo La Coruna (musim 2003-2004) dan Barcelona (musim 2016-2017).
Memang, City punya referensi untuk menghasilkan kebangkitan itu. Mereka pernah melumat The Reds 5-0 di kandang, September 2017. Namun, saat itu, The Reds tampil dengan sepuluh pemain menyusul kartu merah Sane.
Saat ini, menurut Lawrenson, Liverpool tak lagi seceroboh dulu. Pertahanan mereka, menyusul hadirnya bek Virgil van Dijk, lebih disiplin seperti diperlihatkan di babak kedua, kemarin.
”Di tempat ini, tidak ada orang lainnya, selain yang kalian wawancarai ini, yang percaya kami masih bisa lolos,” ujar Guardiola dengan optimistis dalam jumpa pers seusai laga itu. (AP/JON)