Media (Juga) Ujung Tombak Multicabang
Berbagai masalah di Rio de Janeiro menjelang Olimpiade 2016, seperti maraknya kejahatan jalanan dan menyebarnya virus zika, mendunia karena pemberitaan media internasional. Menjelang persaingan 11.238 atlet dari 207 negara ini juga marak pemberitaan tentang usaha pengamanan sebagai antisipasi terorisme. Rio pun terkesan menyeramkan.
Namun, ketika Olimpiade berlangsung, 5-24 Agustus, Olimpiade pertama di Amerika Selatan itu terbilang aman. Selain aksi para atlet, warga dunia menyaksikan dan membaca pemberitaan upacara pembukaan nan sederhana, tetapi bermakna.
”Media adalah ujung tombak ajang multicabang. Baik buruknya penyelenggaraan bergantung pada pemberitaan media,” kata Direktur Departemen Penyiaran Panitia Penyelenggara Asian Games Indonesia (Inasgoc) Linda Wahyudi.
Maka, mempersiapkan semua kebutuhan para peliput Asian Games Jakarta-Palembang 2018, 18 Agustus-2 September, menjadi bagian dari tugas Inasgoc. Wakil Direktur Bidang Media dan Hubungan Masyarakat Inasgoc Ratna Irsana menyebut akan ada 5.000 peliput ajang olahraga terbesar yang digelar Indonesia itu. Asian Games 2018, seperti dikatakan Linda, bahkan akan disiarkan di Amerika Latin.
Ribuan awak media itu akan ”berkantor” di Main Press Center (MPC) dan International Broadcast Center (IBC) yang berada di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan. Di samping itu, ruang kerja media juga disediakan di setiap tempat pertandingan. Fasilitas lain yang akan disediakan untuk media ialah kabel LAN, Wi-Fi, soket listrik, data, termasuk makanan.
Peraturan ketat
Menjadi peliput multicabang internasional, khususnya kelas Asian Games ke atas, diatur dengan peraturan ketat. Setiap pekerja media akan mendapat akreditasi sesuai tugas masing-masing. Wilayah peliputan tertera pada kartu akreditasi.
Untuk media cetak, misalnya, reporter tak boleh berada di area lapangan kecuali di mixed zone. Ini adalah area yang disediakan untuk wawancara atlet dan reporter. Wilayah kerja mereka hanya tribune media, MPC, dan pusat media di arena. Sebaliknya, fotografer tak boleh memotret di tribune reporter. Keduanya tak boleh bertukar peran.
Untuk cabang populer yang biasa diliput banyak media, tetapi dengan kapasitas kursi terbatas, seperti final renang, akreditasi harus dilengkapi tiket liputan khusus yang disediakan panitia. Mereka biasanya memprioritaskan media dari negara yang atletnya tampil di final. Peraturan menggunakan tiket liputan juga berlaku untuk upacara pembukaan dan penutupan.
Proses penyebaran informasi melalui media elektronik lebih rumit. Apalagi, televisi ibarat jendela dunia bagi penonton di puluhan negara.
Kontrak antara Dewan Olimpiade Asia (OCA), sebagai pemilik Asian Games, dan tuan rumah Indonesia, bahkan, memasukkan poin broadcast (penyiaran) yang disebut host broadcast. Sebagai tuan rumah, Indonesia harus membayar 30 juta dollar AS (sekitar Rp 400 miliar) untuk broadcast fee. Biaya itu sama seperti ketika panitia penyelenggara mendatangkan atlet bintang dalam turnamen atau penyanyi internasional untuk konser musik.
Namun, memilih host broadcaster, sebagai pengatur dan produser siaran televisi dan radio, tak sepenuhnya menjadi hak Indonesia. Ini dilakukan melalui seleksi yang dilakukan OCA dengan standar tinggi, di antaranya harus sudah pernah menjadi host broadcaster, minimal, dalam level Asian Games.
Dari berbagai perusahaan yang mengajukan diri, OCA memilih perusahaan asal Swiss, Independence Games Broadcast Services (IGBS). Mereka berpengalaman menjadi host broadcaster Asian Games Doha 2006 serta terlibat dalam Guangzhou 2010 dan Incheon 2014.
IGBS merupakan gabungan Host Broadcast Services (HBS) dan International Management Group (IMG). HBS berpengalaman memproduksi pertandingan Piala Dunia 2002, 2006, 2010, dan 2014, serta untuk Piala Dunia 2018 dan 2022. Adapun IMG adalah perusahaan terkenal yang biasa menangani acara olahraga, mode, juga menjadi agen bagi atlet, model, dan desainer.
Dikatakan Linda, IGBS akan melibatkan sekitar 1.500 orang dari seluruh dunia, termasuk Indonesia, untuk memproduksi siaran pertandingan. Acara yang diproduksi IGBS inilah yang bisa ditonton melalui televisi.
IGBS juga bertugas mendesain dan mengatur operasi kerja IBC—IBC akan mulai beroperasi pada 4 Juni—dan melayani kebutuhan pemilik hak siar. Mereka juga akan memproduksi konten digital untuk siaran langsung. Konten digital menjadi nilai jual yang penting, termasuk untuk ajang olahraga, pada saat ini.
”Banyak yang tidak paham bahwa Asian Games adalah produk milik OCA. Indonesia sebagai tuan rumah hanya panitia penyelenggara. Jadi, semua peraturan terkait penyiaran ditentukan OCA dan mereka punya standar yang tinggi. Syarat untuk menjadi host broadcasters pun tinggi,” kata Linda.
Untuk memenuhi standar itulah dibutuhkan anggaran 60 juta dollar AS (Rp 800 miliar) untuk kebutuhan host broadcaster. Ini, di antaranya, akan digunakan untuk membiayai kebutuhan sekitar 450 kamera high definition (HD), termasuk yang berjenis super slow motion (SSM) dan dengan lensa 360? derajat, di semua arena pertandingan.
Arena atletik, dengan 48 nomor, akan menggunakan 43 kamera, bulu tangkis dengan 9 kamera, dan sepak bola (minimal) 16 kamera. Produksi maraton dan balap sepeda jalan raya, bahkan, membutuhkan helikopter.
Sebagai perbandingan, Olimpiade Rio 2016 menggunakan lebih dari 1.000 kamera untuk memproduksi 7.100 jam pertandingan. Sebanyak 160 di antaranya adalah kamera jenis SSM dan high speed slow motion (HSSM).
Dunia penyiaran dalam ajang olahraga juga mengenal hak siar yang dijual OCA melalui agensi pemasaran dan penyiaran yang menjadi partner mereka, Dentsu. Perusahaan asal Jepang inilah yang kemudian mengatur hak siar, termasuk membuat paket-paket yang dijual.
Ketika dunia olahraga telah menjadi industri, pola penjualan hak siar pun berubah. Dituturkan Linda, saat ini, penjualan hak siar dilakukan Dentsu secara langsung pada stasiun televisi. Sebelumnya, hingga Incheon 2014, hak siar diatur melalui Asia-Pacific Broadcasting Union (ABU), lembaga yang menyatukan televisi pemerintah di Asia Pasifik. ”Hak siar mahal. Jadi, TV-TV yang berada di bawah ABU berbagi hak siar,” kata Linda.
Untuk Indonesia, hak siar Asian Games 2018 dimiliki Emtek yang akan menyiarkan pertandingan melalui SCTV, Indosiar, O Channel, Vidio.com, Bola.com, Liputan6.com, dan Nexmedia.
Dikatakan Linda, pemegang hak siar memiliki hak untuk menyewa tempat guna membuat studio di IBC. Adapun mereka yang bukan pemegang hak siar memiliki keterbatasan hanya boleh mengambil gambar di luar gedung pertandingan.
CCTV (China), sebagai salah satu pemegang hak siar, berkomitmen menyewa ruang 1.000 meter persegi untuk membuat dua studio dan membawa 360 kru. NHK (Jepang) membutuhkan 600 meter persegi untuk 300 kru. Mereka berlomba menyajikan siaran berkualitas terbaik.
Pentingnya penyiaran juga diakui Komite Olimpiade Internasional (IOC). Pendapatan dari penyiaran, pemasukan tertinggi Olimpiade lebih dari tiga dekade terakhir, menjadi jaminan untuk kelangsungan Gerakan Olimpiade.