City menghadapi laga ini dalam situasi kurang ideal. Mereka masih terpukul akibat kekalahan dari rival sekotanya, Manchester United, di Liga Inggris, 2-3, akhir pekan lalu. Padahal, mereka lebih dominan dan unggul lebih dulu.
Kekalahan itu menyingkap sisi ”gelap” tim asuhan Pep Guardiola itu. City menjelma tim paling garang dan tak tersentuh di puncak Liga Inggris musim ini. Fanatisme Guardiola ke paham total football yang dimodifikasinya menjadikan City tim paling dominan dalam penguasaan bola di Liga Champions musim ini.
Guardiola ibarat komposer top dunia, Wolfgang Mozart, dalam sepak bola. Seperti ditulis Marti Perarnau di dalam buku berjudul Evolution, murid dari Johan Cruyff, legenda total football itu, adalah sosok yang perfeksionis serta sangat memperhatikan detail.
Pelatih asal Spanyol itu selalu menjadikan permainan tim-tim asuhannya, yaitu Barcelona, Bayern Muenchen, dan City, sebagai alunan ”simfoni” yang indah dan penuh nada-nada sempurna. Namun, selalu ada konsekuensi besar di balik ”kesempurnaan” itu.
Konsekuensi itu adalah ketidakmampuan berkompromi atas ketidaksempurnaan itu. Di balik kemewahan permainan City, mereka adalah tim yang rapuh. Saat menghadapi Liverpool di Anfield, pekan lalu, gawang mereka kebobolan tiga gol dalam jeda waktu hanya 19 menit.
Mental City juga anjlok ketika gelandang MU, Paul Pogba, menjebol gawang mereka di Etihad, Minggu lalu, di menit ke-53. Kepanikan membuat City kembali dibobol Pogba, dua menit berselang. Frustrasi dan nafsu menyerang tak terkendali berujung pada gol ketiga MU yang dicetak Chris Smalling di menit ke-69.
Menariknya, potret menghancurkan diri dan ketidakmampuan mengatasi momen buruk di City itu juga terjadi di klub Guardiola sebelumnya, Bayern. Pada semifinal Liga Champions 2014, Bayern kandas setelah Real Madrid mencetak tiga gol dalam 18 menit. Hal serupa terjadi musim berikutnya. Bayern lagi-lagi kandas di empat besar Liga Champions setelah kebobolan tiga gol dalam 13 menit terakhir melawan Barcelona, bekas klub Guardiola.
”Ia tidak sesukses yang dibayangkan. Guardiola bisa sukses (dua kali menjuarai Liga Champions) di Barcelona adalah karena ia memiliki pemain terbaik dunia, seperti Lionel Messi,” tulis Mark Ogden dalam kolom sepak bolanya di ESPN, pekan lalu.
Untuk pertama kali dalam kariernya, Guardiola angkat bicara soal tren kehancuran tim-timnya di Liga Champions. ”Saya sempat memikirkan itu berkali-kali. Tim saya kehilangan laga hanya dalam jeda 10-15 menit. Barangkali, itu kesalahan saya. Namun, saya merasa jika tim terus mendominasi dan menciptakan peluang (gol), kami kian mendekati kemenangan. Musim ini kami banyak menunjukkan itu,” ujar Guardiola dikutip Manchester Evening News, Minggu (8/4).
Guardiola memang keras kepala, serupa kengototannya tetap mengenakan pita kuning sebagai simbol protes atas kriminalisasi tokoh pergerakan kemerdekaan Catalonia, tanah kelahirannya. Padahal, ia telah berkali-kali ditegur dan didenda Federasi Sepak Bola Inggris (FA) karena memakai pita yang dianggap simbol politik hal haram di sepak bola.
Tanpa kompromi
Guardiola tidak akan berkompromosi soal pakem sepak bola menyerangnya. Ia dipastikan bakal menginstruksikan timnya untuk menyerang habis-habisan Liverpool, Rabu dini hari, untuk mengejar defisit tiga gol.
City ingin mereplikasi penampilannya saat melumat ”The Reds”, 5-0, dalam pertemuan kedua tim sebelumnya di Etihad. Harapan itu kian besar menyusul pulihnya striker Sergio Aguero. Ia nyaris mencetak gol saat tampil sebagai pemain pengganti di derbi Manchester, Minggu lalu.
Namun, masalahnya, karakter bermain City itu ibarat ”mangsa” favorit The Reds. Kontras dengan City, Liverpool ibarat musik metal penuh energi dan memekakkan telinga. Taktik gegenpressing ala Manajer Juergen Klopp itu terbukti berkali-kali ampuh melumat tim-tim Guardiola.
Serangan balik dan permainan menekan The Reds jelas menjadi ancaman bagi City di Etihad. Satu gol saja tercipta dari mereka, City bakal kembali frustrasi. ”Kami harus bemain dengan mental yang tepat. Kami mampu mencetak gol lagi,” ujar Virgil van Dijk, bek Liverpool. (AFP/JON)