Sebelum duel finalis Liga Champions musim lalu itu digelar di Santiago Bernabeu, Juve ramai-ramai divonis habis atau tersingkir. Itu tidak terlepas dari kehancuran mereka saat digilas Real, 3-0, di Turin pada pertemuan pertama, pekan lalu.
Dalam sejarah kompetisi antarklub di Eropa, belum pernah ada klub yang mampu lolos ke babak gugur selanjutnya setelah menderita kekalahan 0-3 di laga pertama di kandangnya. Singkat kata, Juve melawan sejarah untuk lolos ke semifinal.
Namun, sejarah selalu diperbarui. Itu dilakukan ”El Real” saat menjuarai Liga Champions musim lalu. Mereka mematahkan kutukan sejarah sebagai tim pertama yang mempertahankan gelar juara Liga Champions sejak format baru di 1992.
Pembalikan sejarah juga dilakukan rival abadi Real di Spanyol, Barcelona. Musim lalu, ”El Barca” juga hampir divonis mati saat digilas Paris Saint-Germain, 4-0, di Perancis pada pertemuan pertama babak 16 besar.
Namun, pada laga balasan di Spanyol, Barca menghancurkan PSG 6-1. Kemenangan epik yang meloloskan Barca ke perempat final itu lantas dikenang sebagai remontada, kebangkitan terhebat dalam sejarah sepak bola.
”Dalam sepak bola, apa pun bisa terjadi. Kami memiliki hari buruk (di Turin ketika menjamu Real). Hal serupa bisa menimpa Real Madrid,” kata Pelatih Juventus Massimiliano Allegri.
Rob Train, analis sepak bola di ESPN, menilai Juve masih menjadi ancaman bagi Real. ”Si Nyonya Besar” bakal tampil tanpa beban dan ekspektasi di Bernabeu karena telanjur divonis gagal lolos seusai duel pertama.
Itu ditegaskan lewat pernyataan Giorgio Chiellini, bek Juve. Dalam situasi serupa, tim lainnya, Manchester City, dituntuttampil sempurna untuk membalas kekalahan 0-3. Itu berbeda dengan Juve. ”Kami tidak perlu menangisi kekalahan pekan lalu. Hal yang kami butuhkan kini adalah sedikit kegilaan yang sehat. Ya, kami bakal tampil penuh tekad,” ujar Chiellini.
Ibarat petinju
Mental tanpa beban ini dapat mengeluarkan kekuatan terpendam Juve. Bukanlah rahasia jika beban mental selama ini menjangkiti tim asal Italia itu di Liga Champions. Tahun lalu, mereka gagal di final, dibekap Real 1-4, karena grogi dan tidak mampu menangani ekspektasi besar fans mereka yang rindu trofi.
”Juventus ibarat petinju yang diremehkan. Itu justru menjadikan mereka tim yang sangat berbahaya. Mereka menunjukkan itu (di fase 16 besar) menghadapi Tottenham Hotspur,” tulis Train di kolomnya.
Juve memang tidak bisa diperkuat salah satu penyerang andalannya, Paulo Dybala. Namun, data menunjukkan, Juve sempat tampil solid justru saat Dybala absen, awal tahun ini.
Juve justru bakal bertambah kuat menyusul kembalinya bek tengah Medhi Benatia dan gelandang pengatur serangan, Miralem Pjanic. Tanpa kedua pemain kunci itu, Juve tidak terorganisir dalam menyerang dan bertahan di Turin, pekan lalu.
Di kubu sebaliknya, Real dalam ancaman masalah di sektor pertahanan menyusul absennya Sergio Ramos. Kapten dan bek tengah Real itu harus absen karena skorsing kartu.
Bek senior Real lainnya, Nacho, juga absen karena cedera. Adapun bek muda, Jesus Vallejo, minim pengalaman dan bermasalah dengan kebugaran. Jadi, hanya tersisa satu bek tengah di Real, yaitu Raphael Varane.
Masalah pertahanan Real ini bisa dieksploitasi Juve yang bakal memainkan tiga penyerang di Madrid. Namun, Real punya pelatih brilian, Zinedine Zidane. Ia menyiapkan skenario, salah satunya menjadikan gelandang Casemiro sebagai bek dadakan.
”Kami harus siap bekerja keras dan menderita di laga ini. Kami pantang lengah meskipun punya keunggulan 3-0,” ujar Zidane. (AFP/REUTERS/JON)