Kesalahan besar dilakukan AS Roma saat melawan Liverpool di Stadion Anfield, Rabu (25/4/2018) dini hari WIB. ”Serigala Roma” pun wajib membuat keajaiban lagi pada laga kedua. Namun, Liverpool sudah mengingatkan bahwa mereka bukan Barcelona.
LIVERPOOL, RABU Pelatih AS Roma Eusebio Di Francesco membuat banyak orang terkejut. Ia nekat menyetel timnya untuk tampil menyerang saat melawan Liverpool pada laga perdana semifinal Liga Champions di Stadion Anfield, Rabu (25/4) dini hari WIB.
Akibatnya, ”Serigala Roma” menelan kekalahan 2-5 dan terpaksa harus bisa mengulangi keajaiban di Stadion Olimpico, pekan depan. Pada laga kedua di kandangnya itu nanti, Roma wajib menang 3-0 jika ingin melaju ke final di Kiev, sama seperti saat menaklukkan Barcelona, dua pekan lalu di perempat final.
Merasa sudah menemukan formula terbaik setelah mengalahkan Barcelona, Roma tetap memakai skema yang sama di Anfield, yaitu memasang tiga bek. Dua bek sayap didorong lebih maju untuk ikut menyerang dan mendapatkan gol tandang.
Namun, strategi itu hanya efektif selama 25 menit awal. Hingga 20 menit akhir babak pertama, energi Roma sudah cukup terkuras dan taktik menekan balik cepat atau gegenpressing Liverpool mulai terasa.
Inilah akibat yang dirasakan Roma karena memasang garis pertahanan yang terlalu tinggi sehingga pertahanan mereka menjadi sangat terbuka. ”Terhadap Barcelona, strategi ini berhasil karena Ousmane Dembele, salah satu pemain tercepat di Barcelona, tidak dimainkan,” tulis laman Squawka.
Padahal, Liverpool memiliki trio penyerang cepat, yakni Mohamed Salah, Sadio Mane, dan Roberto Firmino. Ketika taktik Roma sudah terbaca, Salah memulai pertunjukannya. Dengan menawan, pemain asal Mesir ini mencetak gol pada menit ke-36 dan ke-45+1. Tidak ada selebrasi berlebihan karena Salah masih menghormati bekas klubnya itu.
Laga ini semakin mengukuhkan Salah sebagai mesin gol paling berbahaya saat ini. Sejauh ini, Salah sudah mengoleksi 43 gol di semua kompetisi dan kian mendekati pencapaian legenda ”The Reds”, Ian Rush, yaitu sebanyak 47 gol pada musim 1983-1984.
Seruan agar Salah mendapatkan penghargaan Ballon d’Or tahun depan pun semakin nyaring. ”Luar biasa, sangat sulit dibendung. Dia menjalani musim yang tidak wajar kali ini,” kata Pelatih Liverpool Juergen Klopp mengomentari aksi Salah.
Peran Salah
Malam itu, Salah juga menyumbang dua asis kepada Mane dan Firmino. ”The Reds” pun menjadi klub pertama dalam sejarah Liga Champions yang memiliki tiga pemain yang masing-masing mencetak lebih dari delapan gol dalam satu musim. Salah dan Firmino masing-masing mengoleksi 10 gol dan Mane delapan gol.
Kedua pemain itu saling melengkapi dan sulit dipisahkan. Wajar ketika Salah diganti pada menit ke-75, lini depan Liverpool kehilangan nyawanya. Roma pun bisa membalas dua gol lewat Edin Dzeko dan Diego Perotti (penalti).
Klopp beralasan bahwa ia tidak ingin Salah cedera dan harus menggantinya ketika sudah unggul 5-0. Apalagi, Klopp sudah kehilangan Alex Oxlade-Chamberlain, Emre Can, dan Adam Lallana karena cedera.
”Tidak masalah kami harus kerja keras di Olimpico. Saya sudah tahu bagaimana memenangi laga kedua. Kami bukan Barcelona,” kata Klopp.
Namun, dua gol tandang itu cukup membuat Roma percaya keajaiban akan terjadi lagi. ”Siapa pun (pemain Roma) yang tidak percaya, lebih baik tinggal di rumah,” seru Di Francesco.
Satu hal yang pasti, kedua tim sudah belajar dari laga perdana. Dengan didukung fans di Olimpico, Roma tetap berbahaya. Namun, selama ada Salah, The Reds tetap jadi ancaman serius. Permainan atraktif dan drama masih sangat mungkin terjadi pada laga kedua, Kamis (3/5), dini hari WIB. (AP/AFP/REUTERS/DEN)