Menanti ”Tarian Balet” Sbornaya
Tim nasional Rusia pernah menjadi tim ”kuda hitam” di benua Eropa seiring gelontoran uang minyak dan gas ke klub-klub domestik. Namun, sepak bola Rusia tak kunjung mencapai era kejayaan hingga mereka menjadi tuan rumah Piala Dunia 2018
Tim nasional Rusia pernah menjadi tim ”kuda hitam” di benua Eropa seiring gelontoran uang minyak dan gas ke klub-klub domestik. Namun, sepak bola Rusia tak kunjung mencapai era kejayaan hingga mereka menjadi tuan rumah Piala Dunia 2018.
Satu dekade lalu, tim ”kuda hitam” Rusia menggemparkan dunia. Sengatan trio Roman Pavlyuchenko, Dmitri Torbinski, dan Andrey Arshavin meruntuhkan total football yang ingin dihidupkan kembali oleh Marco van Basten.
Kesuksesan di perempat final Piala Eropa 2008 itu menjadikan Rusia bak raksasa yang terbangun dari tidur. Memang, setelah Uni Soviet runtuh pada 1991, sepak bola menjadi prioritas buncit di Rusia. Geliat liga domestik yang sebelumnya seperti memiliki Liga Champions sendiri kehilangan rohnya. Stadion sepi penonton, bahkan tiket diobral pun tak ada yang mau membeli, seperti dikupas oleh Marc Bennetts dalam buku Football Dynamo.
Timnas Rusia menjadi seperti anak bawang di level internasional. Mereka selalu terseok-seok di Piala Eropa dan Piala Dunia.
Namun, gelontoran uang minyak dan gas serta industri logam ke klub-klub sepak bola kasta tertinggi Rusia, seperti Rubin Kazan, Zenit St Petersburg, Spartak Moskwa, Dynamo Moskwa, dan CSKA Moskwa, menghidupkan liga di negeri itu. Suntikan dana dari industri raksasa, seperti Gazprom dan Lukoil, memunculkan bintang-bintang muda, termasuk tiga pemain di atas yang menjadi mimpi buruk bagi kiper skuad ”Oranye”, Edwin van der Sar, di Stadion St Jacob-Park, Basel, 10 tahun lalu.
Malam indah di Basel itu merupakan rangkaian dari kebangkitan sepak bola Rusia. Tiga tahun sebelumnya, CSKA menancapkan tonggak sejarah dengan mengangkat Piala UEFA 2005. Igor Akinfeev, Zuri Zhirkov, dan kawan-kawan dinilai telah meletakan baru penjuru kejayaan sepak bola Rusia. Tiga tahun kemudian giliran Zenit yang berjaya. Arshavin memimpin Zenit mengangkat Piala UEFA 2008.
Namun, kilau generasi emas sepak bola Rusia itu terlalu cepat redup. Setelah digilas Spanyol, 3-0, di semifinal Piala Eropa 2008, sepak bola Rusia kembali ke keremangan. Rusia tidak lolos ke Piala Dunia 2010 dan terhenti di fase grup Piala Eropa 2012 dan 2016, serta Piala Dunia 2014.
Sepak bola Rusia terjerat belenggu pragmatis. Gelontoran uang melenakan klub-klub dengan membeli pemain-pemain bintang internasional sehingga menutup jalan pemain-pemain muda dalam negeri untuk promosi ke tim utama.
Rusia hingga saat ini masih terus membangun ”Sbornaya” alias timnas. Bintang-bintang muda mulai bermunculan, tetapi belum cukup meyakinkan untuk bersaing dengan skuad muda Belgia, Inggris, Spanyol, dan Brasil. Status tim tuan rumah Piala Dunia 2018 akan menjadi beban berat bagi gelandang 21 tahun, Aleksandr Golovin, dan striker 22 tahun Aleksei Miranchuk yang menjadi duet bomber senior Fyodor Smolov.
Tantangan
Tantangan berat itu sudah ditahbiskan saat Piala Konfederasi 2017. Tim asuhan Pelatih Stanislav Cherchesov ini gagal lolos grup setelah kalah dari Portugal dan Meksiko dan hanya menang atas Selandia Baru. Cherchesov juga mengalami tes kenyataan setelah anak-anak asuhnya dihajar Brasil, 0-3, dan Perancis, 1-3, dalam rentang empat hari pada Maret lalu.
Meskipun kalah pada dua laga persahabatan itu, Rusia selalu memberikan perlawanan sengit. Spirit mereka tetap membara seperti yang diinginkan Presiden Rusia Vladimir Putin, ”kemauan kuat dan tanpa kompromi”.
Spirit itu pula yang dilihat oleh mantan gelandang bertahan timnas Perancis, Marcel Desailly. ”Saya melihat laga persahabatan antara Rusia dan Perancis. Para pemain Rusia memiliki spirit tim. Juga salah jika mengatakan Rusia tak memiliki pemain bagus. Jika Smolov dan Golovin percaya kepada diri sendiri, mereka akan meraih targetnya. Mereka pemain yang memiliki gaya mereka sendiri dan bisa membuat perbedaan,” ujarnya kepada TASS.
Kemampuan menjadi pembeda itu sangat diharapkan saat bersaing di Grup A yang dihuni Rusia bersama Arab Saudi, Mesir, dan Uruguay. Laga pertama melawan Arab Saudi, 14 Juni, yang akan disaksikan langsung oleh Putin, menjadi ujian pertama. Ini bukan laga mudah karena Arab Saudi memiliki peracik taktik yang kaya pengalaman, Juan Antonio Pizzi. Pelatih berdarah Argentina itu mengantar Cile menjuarai Copa America 2016.
”Laga pertama melawan Arab Saudi sangat penting bagi Rusia,” ujar Desailly.
Mesir juga berpotensi menjadi ganjalan karena memiliki Mohamed Salah. Namun, di tim nasional, Salah tidak akan segarang di Liverpool karena tidak memiliki rekan pendukung yang setara dengan kemampuannya. Ini menjadi peluang bagi Smolov dan kawan-kawan untuk memetik poin penuh karena laga kontra Uruguay akan sangat sulit.
Luis Suarez, Edinson Cavani, dan kawan-kawan merupakan favorit di Grup A. Tim asuhan Oscar Tabarez ini sangat berpengalaman dan mayoritas telah bersama sejak Piala Dunia 2010. Mereka telah ditempa berlimpah laga sulit dan penuh tekanan.
Rusia membutuhkan lini belakang yang tangguh saat melawan Uruguay. Sayangnya, masalah terbesar Rusia saat ini adalah pertahanan yang rapuh setelah Berezutsky bersaudara, Vasily dan Aleksey, serta Sergei Ignashevich menyatakan pensiun dari laga internasional setelah Piala Eropa 2016. Padahal, trio bek tengah itu sudah seirama melindungi kiper Igor Akinfeev. Mereka berempat yang mengantar CSKA menjuarai Piala UEFA 2005.
Krisis bek
Cherchesov pernah berusaha membujuk Berezutsky bersaudara untuk mengambil ”time out” dari pensiun. Namun, permintaan itu ditolak. Ini bencana karena Rusia tak memiliki satu pun bek tengah tangguh. Kolumnis sepak bola ESPN, Michael Yokhin, mengurai akar masalahnya adalah mayoritas klub elite enggan mempromosikan bek-bek muda dalam negeri. Zenit, Spartak, Lokomotiv Moskwa, Rubin Kazan, dan Krasnodar selalu menggunakan bek tengah asing hampir satu dekade ini.
Petaka berlanjut. Bek tengah yang digadang-gadang, Georgi Dzhikiya dan Viktor Vasin, cedera ligamen lutut pada Januari dan Februari lalu. Fyodor Kudryashov pun ditinggal sendirian, hingga Vladimir Granat dan Ilya Kutepov dipanggil ke timnas.
”Kami memulai semuanya dari awal lagi,” ujar Cherchesov seusai Rusia dihajar 0-3 oleh Brasil, Maret lalu.
Cherchesov tinggal memiliki waktu sebulan untuk meracik lini belakang yang solid. Dia kemungkinan akan mencoba pola 4-4-2 sebagai alternatif formasi 3-5-2 dalam dua laga uji coba melawan Austria dan Turki pada 30 Mei dan 5 Juni. ”Kami tahu bahwa kami bukan favorit, tetapi itu tidak berarti apa-apa. Kami ingin menjadi diri kami sendiri dan kemudian melihat apakah itu cukup, berapa jauh itu membawa kami,” ujarnya.
Meskipun bukan favorit juara, Golovin dan kawan-kawan akan berusaha menampilkan permainan yang enak ditonton. Sepak bola yang menghibur, seperti konsepsi salah satu komposer dan pianis besar abad ke-20, Dmitri Shostakovich, sepak bola adalah tari balet massal.