Luis Suarez, buah hati rakyat Uruguay. Dia selalu disayang meskipun beberapa kali berbuat tidak sportif saat membela ”La Celeste”. Dia tidak dihujat saat melakukan handball ketika Uruguay melawan Ghana di perempat final Piala Dunia 2010. Dia pun tetap dianggap pahlawan meskipun dipulangkan dari Piala Dunia 2014 dan dihukum sembilan laga internasional setelah menggigit bahu bek Italia, Giorgio Chiellini, di laga terakhir Grup D.
Sepak bola bagi orang Uruguay adalah tentang kemenangan. Namun, itu bukan berarti boleh menginjak lawan untuk mencetak gol. Hal itu berdampak pada nilai moralitas baru saat seorang pemain memasuki lapangan, seperti dikupas oleh Martin Aguirre di The Guardian.
Untuk memahami cara pandang itu, Aguirre menggambarkan apa yang terjadi di laga-laga amatir di Montevideo. ”Anda akan menyaksikan laga paling sengit yang pernah Anda tonton. Pertandingan orang-orang yang bekerja di kantor yang sama, rekan sekelas, atau kawan di masa kecil berlangsung berapi-api yang segala hal bisa diterima untuk menang,” tulisnya.
Namun, itu tidak bisa diterima di laga internasional yang dipagari rambu-rambu sportivitas. Saat memasuki lapangan, seorang pemain dituntut lebih dewasa mengelola emosi, menjaga motivasi tidak menjadi anarki.
Di Piala Dunia 2018, sekali lagi Suarez akan disorot oleh jutaan mata dari berbagai penjuru dunia. Striker maut Barcelona itu akan memimpin lini serang La Celeste dalam perburuan trofi juara. Kematangan emosional Suarez akan diuji dalam petualangan di Rusia.
”Saya sangat menantikan mengakhiri musim ini bersama Barcelona dan kemudian menyiapkan diri secara fisik dan mental sehingga ini menjadi Piala Dunia saya, khususnya setelah apa yang terjadi pada 2014. Saya ingin membuat rakyat Uruguay bahagia,” ujar Suarez dalam wawancara dengan radio Sport 890.
Suarez telah menjalani terapi mental setelah Piala Dunia 2014. Dia menunjukkan hasilnya di Barcelona. Striker berusia 31 tahun itu tidak lagi egois dalam urusan mencetak gol. Dia bisa mengendalikan emosi dalam laga-laga sulit berstatus ”harus menang”. Demikian pula di laga kualifikasi Piala Dunia Rusia 2018 ketika dia menceploskan lima gol.
”Waktu menghadirkan kedewasaan dan dia memiliki itu, dan selalu berusaha memperbaiki diri, menjadi lebih baik. Dia pernah membuat kesalahan, tetapi sekarang kami melihat dia sangat dewasa, dan menurut saya, kami akan berada dalam kerangka pikir itu di setiap laga yang dia jalani,” ujar pelatih tim nasional Uruguay Oscar Tabarez di laman ESPN.
Pelatih berusia 72 tahun itu tidak pernah kehilangan kepercayaan kepada Suarez. Dia adalah salah satu pemain yang lahir dari sistem penjenjangan tim nasional Uruguay yang diterapkan oleh Tabarez sejak 2006. Bahkan, setelah Suarez dipulangkan dari Piala Dunia 2014, Tabarez menyatakan keluar dari seluruh tugasnya di FIFA.
Kepercayaan yang tinggi dari Tabarez juga seluruh rakyat Uruguay menjadi bahan bakar bagi Suarez. Predator gol itu diharapkan mengakhiri penantian 68 tahun Uruguay menjuarai Piala Dunia. (ANG)