Dominasi Juventus di Italia belum dapat diruntuhkan klub lain selama tujuh musim terakhir. Namun, Juve gagal menjadi cerminan kekuatan sepak bola Italia di level Eropa dan dunia.
ROMA, SENIN ”Kami telah mengukir sejarah, lalu kami menjadi legenda, dan kini kami adalah mitos”. Itulah semboyan baru Juventus setelah memastikan gelar juara Serie A yang ketujuh secara beruntun setelah bermain imbang 0-0 melawan AS Roma, Senin (14/5/2018) dini hari WIB.
Ditulis dalam bahasa Inggris, semboyan itu menyelipkan angka pencapaian Juve yang fantastis di Serie A. Kata sejarah (history) ditulis ”hi5tory”, legenda (legend) ditulis ”le6end”, dan mitos (myth) ditulis ”my7h”.
Melalui angka 5, 6, dan 7 itu, Juve ingin menegaskan bahwa mereka merupakan klub pertama yang mampu menjuarai Serie A berturut-turut sebanyak lima kali pada 1931-1935. Mereka kemudian mengukir rekor sebagai penyandang scudetto selama enam musim beruntun pada 2017, dan kini tujuh musim beruntun.
Bahkan, Juve menggabungkannya dengan gelar juara Piala Italia selama empat musim beruntun (2015-2018). Belum ada tim Italia atau tim dari lima liga top Eropa (Inggris, Jerman, Spanyol, dan Perancis) lainnya yang mampu menyamai rekor Juve.
Wajar jika kemudian Juve berani menobatkan diri sebagai mitos sepak bola Italia. Skuad ”Si Nyonya Besar” ini yakin bahwa rekor mereka akan sulit dipecahkan tim lain dalam waktu dekat atau bahkan dalam beberapa tahun lagi.
”Sudah sangat jelas bahwa Juve jauh lebih kuat dalam hal apa pun,” kata Pelatih Napoli Maurizio Sarri.
Napoli, yang sempat memimpin klasemen dalam beberapa bulan dan hampir menjuarai Serie A musim ini, akhirnya
bisa ditaklukkan Juve di tikungan terakhir.
Wajah Italia
Sebagai mitos, Juve praktis jadi wajah sepak bola Italia di level Eropa dan internasional (timnas Italia). Kenyataannya, keperkasaan Juve selama tujuh musim terakhir hanya di level domestik.
Di Eropa, Juve belum bisa menjuarai Liga Champions lagi sejak musim 1995-1996 ketika masih dilatih Marcello Lippi dan diperkuat legenda Italia, seperti Alessandro Del Piero, Antonio Conte, dan Ciro Ferrara. Sejak saat itu, Juve harus puas menjadi runner-up sebanyak lima kali.
”Tingkat kesulitan di Liga Champions sekarang memang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Serie A,” kata CEO Juventus Giuseppe Marotta.
Pernyataan Marotta itu pun bisa mencerminkan kualitas sepak bola Italia di level Eropa. Juve sering kedodoran ketika bertemu kampiun liga Eropa lainnya, seperti Real Madrid (Spanyol) atau Bayern Muenchen (Jerman). Artinya, sejak Inter Milan menjuarai Liga Champions musim 2009-2010, kualitas klub-klub Serie A masih berada di bawah liga-liga Eropa lainnya.
Di level internasional, timnas Italia juga gagal mengikuti Piala Dunia Rusia 2018 meski Italia memiliki klub fenomenal seperti Juve. Ini merupakan kegagalan pertama dan memalukan sejak Piala Dunia 1958. ”Saya akan menyesal seumur hidup,” ujar kiper Juve sekaligus timnas Italia, Gianluigi Buffon.
Sejak juara Piala Dunia 2006, Italia selalu terhenti di fase grup pada 2010 dan 2014. Sepak bola Italia kini dalam krisis terbesar.
Jika dibedah, komposisi skuad Juve saat ini bisa memberikan sedikit petunjuk atas masalah itu. Dalam sejarah sepak bola Italia, Juventus jadi klub yang paling banyak menyumbang pemain ke timnas, yaitu 140 pemain.
Namun, untuk kualifikasi Piala Dunia 2018, sumbangan Juve sangat sedikit. Itu pun para pemain yang sedang menatap senja kala, seperti Buffon, Giorgio Chiellini, dan Andrea Barzagli. Mayoritas pemain kunci Juve dari luar Italia, seperti duo Argentina, Paulo Dybala dan Gonzalo Higuain, serta bintang Brasil, Douglas Costa.
Dalam hal ini, keperkasaan Juve jadi wajah semu Italia karena skuad Juve dihuni para pemain Italia yang sudah tua. Juve tidak lagi menjadi tumpuan timnas Italia di pentas dunia. ”Sekarang kami sedang menunggu datangnya para pemain muda. Mereka sudah ada,” kata kiper legendaris Juve dan Italia, Dino Zoff. (AP/AFP/REUTERS/DEN)