Kiprah Perancis di pentas sepak bola dunia memiliki sejarah panjang. Perancis ikut membidani terbentuknya Federasi Asosiasi Sepak Bola Internasional (FIFA) pada 21 Mei 1904 di Paris, Perancis. Di bawah Presiden Federasi Sepak Bola Perancis (FFF) periode 1919-1942 Jules Rimet, yang saat itu juga menjabat Presiden FIFA (1921-1954), Piala Dunia mulai bergulir pada 1930. Nama Jules Rimet yang pernah menjadi Presiden FIFA terlama, yakni 33 tahun, juga diabadikan sebagai nama dari trofi Piala Dunia.
Timnas Perancis turut dalam ajang Piala Dunia sejak pertama kali digulirkan. Prestasi ”Les Bleus” mengalami pasang surut di Piala Dunia, termasuk enam kali tidak lolos kualifikasi. Bahkan, dua kali berturut-turut tidak lolos kualifikasi Piala Dunia, yakni pada 1970 dan 1974 serta pada 1990 dan 1994.
Namun, kali terakhir berturut-turut tidak lolos Piala Dunia itu justru melecut kebangkitan tim berjuluk ”Ayam Jantan” tersebut. Sepak bola Perancis berbenah untuk menyambut hajatan menjadi tuan rumah Piala Dunia 1998. Pembenahan yang juga dilakukan pada performa timnas itu membuahkan hasil, bahkan menjadi puncak prestasi Perancis pada Piala Dunia.
Les Bleus yang saat itu diperkuat kiper Fabian Bartez, bek Lilian Thuram, serta kuartet gelandang legendaris, yakni Zinedine Zidane, Christian Karembeu, Emmanuel Petit, dan Didier Deschamps, meraih gelar juara Piala Dunia 1998. Gelar satu-satunya di ajang terakbar di dunia itu diraih setelah Les Bleus mampu menaklukkan juara bertahan Brasil. Tim Samba yang saat itu diperkuat Ronaldo, Carlos Dunga, Roberto Carlos, Rivaldo, dan Cafu dibuat tak berkutik di Stade de France hingga kebobolan tiga gol tanpa mampu membalas.
Kenangan manis menggenggam trofi Piala Dunia itu ingin kembali diraih Didier Deschamps yang kini menjadi arsitek Les Bleus. Bersama Guy Stephan dan Franck Raviot di tim pelatih, Deschamps yang dipercaya mengasuh Les Bleus sejak 8 Juli 2012 itu membangun harmoni tim dan meracik skuad yang bertumpu pada pemain muda bertalenta.
Catatan 44 kemenangan, 13 kali imbang, dan 14 kekalahan dalam 71 kali laga timnas Perancis di bawah Deschamps memberikan gambaran performa Les Bleus dalam lima tahun terakhir. Mereka juga tampil impresif saat menjadi tuan rumah Piala Eropa 2016.
Sayangnya, penampilan mereka justru antiklimaks saat di partai puncak ditaklukkan Portugal lewat gol tunggal Eder pada babak perpanjangan waktu. Padahal, saat itu semangat dan energi Perancis tengah membara setelah terluka oleh serangan teror.
”Tidak ada kata-kata yang bisa diungkapkan. Ini kekecewaan yang besar. Butuh waktu bagi kami untuk menerimanya,” kata Deschamps dikutip laman UEFA, menyikapi kegagalan timnya meraih gelar Piala Eropa 2016 itu.
Kebangkitan
Deschamps boleh jadi butuh waktu untuk menerima kenyataan bahwa gelar Piala Eropa 2016 yang sudah di pelupuk mata lepas di hadapan publiknya sendiri. Namun, ia juga tahu tidak punya waktu lama untuk terpuruk meratapi kegagalan itu.
Ia sadar, tantangan berikutnya pada perhelatan Piala Dunia 2018 tidak mudah. Sebagai mantan kapten Les Bleus, ia tahu betul bahwa tim harus bangkit dan kembali melangkah maju.
Pengalaman menempa Deschamps pada sebuah prinsip, kebangkitan tim akan terjadi manakala ada kepercayaan di antara anggota tim. Tidak mengherankan jika ia juga memberikan kepercayaan penuh kepada setiap anggota timnya.
”Saya percaya semua orang di sekitar saya. Itu bahkan sangat penting bagi saya,” kata Deschamps di laman FFF.
Pada saat yang sama, ia juga begitu peduli pada hal-hal detail terkait persiapan timnya ke Piala Dunia Rusia 2018. Bersama tim pelatih, Deschamps bolak-balik dari Paris ke Istra di Rusia untuk memastikan base camp timnya sesuai dengan kebutuhan.
Ia ingin memastikan base camp tim layaknya rumah yang menghadirkan kesenangan saat kembali ke tempat itu. Tidak mencari kemewahan, tetapi ketenangan dan ketersediaan infrastruktur untuk melatih dan memulihkan kondisi pemain. Jarak dengan bandara dan stadion diperhitungkan betul karena ia tidak ingin timnya mengalami kelelahan tambahan. Ia hanya mau timnya berkonsentrasi pada kekuatan lawan yang dihadapi.
”Kami memastikan persiapannya hingga ke detail terakhir. Ini bukan apa yang akan membuat tim mencetak gol atau melewatkan gol. Detail kecil dari ujung ke ujung ini mewakili, mungkin, 1 persen dari keseimbangan, tetapi saya ingin memilikinya demi kebaikan tim. Semua yang bisa kami kontrol, saya ingin dikontrol dengan baik,” ujar Deschamps.
Impresif
Penampilan solid dan impresif Les Bleus di bawah Deschamps juga tampak saat kualifikasi Grup A Piala Dunia 2018 bersama Swedia, Belanda, Bulgaria, Luksemburg, dan Belarus. Dalam 10 laga kualifikasi, Les Bleus hanya sekali kalah, yakni saat bertandang ke Swedia, dan dua kali imbang tanpa gol saat bertandang ke Belarus dan menjamu Luksemburg.
Selebihnya, mereka mengoleksi tujuh kemenangan, termasuk saat menjamu Swedia dan menang 2-1. Dalam dua laga kualifikasi melawan Belanda, Les Bleus juga mampu mempermalukan tim Oranye dengan skor 1-0 dan 4-0.
Formasi 4-3-3 menjadi pakem Deschamps dalam meracik tim yang sebagian besar berusia muda. Trio gelandang Paul Pogba (25), N’Golo Kante (27), dan Blaise Matuidi (31) menjadi andalan untuk mendukung barisan penyerang Antoine Griezmann (27), Kylian Mbappe (19), dan pemain senior Olivier Giroud (31). Deschamps juga masih punya Thomas Lemar (22) dan Ousmane Dembele (21) di barisan penyerang.
Barisan gelandang dan penyerang Les Bleus cukup garang dan layak ditakuti. Sepanjang laga kualifikasi, produktivitas hingga 18 gol menjadi buktinya. Griezmann dan Giroud masing-masing mencetak empat gol.
Barisan pertahanan Perancis juga cukup kokoh, dengan kiper senior andalan Hugo Lloris (Tottenham Hotspur/31) serta bek Benjamin Mendy (23), Raphael Varane (25), Samuel Umtiti (24), dan Djibril Sidibe (25). Selain itu, ada bek Benjamin Pavard (22) dan Lucas Hernandez (22). Sepanjang kualifikasi, gawang Perancis bersih pada lima laga. Boleh jadi ini generasi emas Les Bleus setelah 1998.
Pada putaran final Piala Dunia Rusia 2018 kali ini, Perancis diuntungkan karena ada di Grup C yang kurang menantang bersama Australia, Peru, dan Denmark. Namun, Deschamps enggan jemawa. ”Semua orang dan bahkan pemain mengatakan, (undian) itu fantastis, tetapi kami tidak akan bisa melewatinya hanya dengan menjentikkan jari,” katanya.
Les Bleus memang tengah berada pada era kebangkitan generasi emas. Namun, mereka masih harus membuktikan layak diperhitungkan dan bisa merengkuh gelar kedua setelah penantian dua dekade. (WAHYU HARYO)