Bara ”Los Incas” di Rusia
Peru tengah ”terbakar” oleh euforia kegembiraan saat memastikan tampil di putaran Piala Dunia Rusia 2018 setelah penampilan terakhir mereka 36 tahun silam. Namun, di saat yang sama, amarah mereka juga tengah membara karena Paolo Guerrero yang menjadi pahlawan ”Los Incas” harus absen karena sanksi doping.
Sukacita membahana di seantero Peru, merayakan kemenangan tim nasional mereka yang berjuluk ”Los Incas” atas Selandia Baru, 15 November 2017. Tampil di hadapan ribuan pendukung yang memadati Stadion Nasional Lima, Peru memenangi laga kedua play off antarkonfederasi pada kualifikasi Piala Dunia 2018 itu dengan skor 2-0. Hasil itu sekaligus menambah tren positif permainan Los Incas yang tak terkalahkan dalam delapan laga terakhir.
Jalanan di kota-kota besar Peru pun dipenuhi ribuan warga yang berpesta merayakan keberhasilan itu. Bahkan, sehari setelah laga itu, Pemerintah Peru menetapkan sebagai hari libur nasional agar para pekerja bisa ikut berpesta.
”Terima kasih kepada para pejuang yang memberi kami kegembiraan ini. Mari rayakan dengan bertanggung jawab,” kata Pedro Pablo Kuczynski, Presiden Peru kala itu, dalam akun Twitter-nya.
Kepastian menembus putaran final Piala Dunia Rusia itu sungguh berarti, mengingat terakhir kali mereka tampil di putaran final Piala Dunia pada 1982 di Spanyol. Bagi Los Incas, Rusia 2018 menjadi penampilan kelima di ajang Piala Dunia.
Peru menjalani debut di Piala Dunia pada 1930 di Uruguay dan terhenti di babak I. Empat puluh tahun kemudian, mereka baru bisa kembali ke Piala Dunia 1970 di Meksiko dan terhenti di babak II. Mereka kembali berlaga di Piala Dunia 1982 dan lagi-lagi terhenti di babak I.
Di balik semangat membara untuk menyaksikan tim kesayangannya tampil di putaran final Piala Dunia Rusia 2018 itu, Peru juga menyimpan duka. Mereka bersedih karena harus kehilangan sang kapten tim sekaligus idola, Paolo Guerrero, yang tidak bisa tampil di Rusia. Pencetak gol terbanyak dalam sejarah Los Incas (32 gol dalam 86 laga) itu tidak bisa diturunkan di Rusia karena dikenai sanksi doping.
Absennya Guerrero menjadi kerugian besar bagi Peru. Apalagi, sebelum menjalani larangan bermain, dia telah 17 kali ikut membela Los Incas di babak kualifikasi Piala Dunia Rusia 2018 dengan menyumbangkan lima gol.
Putusan terbaru tentang larangan bermain Guerrero selama 14 bulan karena dalam pengujian ditemukan kandungan kokain dalam teh yang dikonsumsinya. Putusan itu diumumkan Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS) pada Senin (14/5/2018). Putusan itu hanya berselang sehari setelah pengumuman daftar skuad Los Incas dan Guerrero menjadi salah satu dari 25 pemain yang masuk daftar awal.
Putusan itu pun memantik reaksi keras Presiden Peru yang baru, Martin Vizcarra. Dalam pernyataan persnya, Kamis (17/5), Vizcarra menilai putusan itu tidak adil dan tidak proporsional. Ia pun berkomitmen mengerahkan pejabat di bawahnya untuk mendukung upaya Guerrero mengajukan banding dan menuntut pembatalan atas putusan CAS.
Menjaga asa
Bagi Pelatih Los Incas Ricardo Gareca, tanpa kapten dan pencetak gol terbanyak di tim merupakan pukulan telak. Namun, hal itu tidak mengakhiri harapan mereka untuk bermain dengan baik di putaran final. Bahkan, pelatih asal Argentina itu mengklaim masih bisa menjadi salah satu kekuatan yang patut diperhitungkan meski tanpa striker tangguhnya, Guerrero.
”Paolo merupakan pemain sensasional dan idola. Tetapi, hidup terus berjalan dan kami harus mewakili negara dengan cara terbaik,” kata Gareca, Rabu (16/5).
Pada awal melatih Los Incas tahun 2015, Gareca menerapkan formasi 4-4-2. Menyusul penampilan tim yang kurang memuaskan, formasi itu diubah menjadi 4-2-3-1 dengan Guerrero di ujung tombak. Perubahan formasi ini digunakan Los Incas untuk pertama kali pada perhelatan Copa America 2016.
Tanpa kehadiran Guerrero, Gareca kembali ke formasi awal 4-4-2 dengan Raul Ruidiaz (bermain di klub Meksiko, Monarcas) dan Jefferson Farfan (Lokomotiv Moskwa) di depan. Formasi ini salah satunya ia gunakan saat Peru menekuk Eslandia 3-1 pada laga persahabatan, Maret lalu.
Dua penyerang itu memang berperawakan cukup kecil (Farfan tinggi 178 cm, Ruidiaz 169 cm), tetapi memiliki kecepatan yang bisa diandalkan. Gareca sengaja menempatkan dua pemain dengan karakteristik berbeda itu di depan. ”Farfan dapat mengalahkan pertahanan mana pun di dunia. Raul Ruidiaz, dengan perawakannya, dapat memenangi bola di udara. Kami memiliki sarana untuk menahan bola dalam serangan, seperti yang telah kami lakukan,” katanya.
Di barisan depan skuad sementara Peru, Gareca juga
memasukkan nama Andre Carrillo. Penyerang klub Portugal, Benfica, usia 26 tahun itu musim ini membela klub Inggris, Watford.
Sementara di barisan tengah, antara lain, ada gelandang serang Christian Cueva (dari klub Sao Paulo, Brasil), Edison Flores (AaB, Denmark), Paolo Hurtado (Vitoria de Guimaraes, Portugal), dan Sergio Pena (Granada, Spanyol). Ada pula Andy Polo (Portland Timbers, AS), Yoshimar Yotun (Orlando City, AS), dan Renato Tapia (Feyenoord, Belanda). Nama terakhir di sebut-sebut menjadi kapten masa depan Los Incas.
Di barisan pertahanan, Gareca memilih bek Anderson Santamaria (Puebla, Meksiko), Miguel Trauco (Flamengo, Brasil), Christian Ramos (Veracruz, Meksiko), dan Luis Advíncula (BUAP, Meksiko). Selain mereka, masih ada Luis Abram (Velez Sarsfield, Argentina), Miguel Araujo (Alianza Lima), Aldo Corzo (Universitario de Deportes), Nilson Loyola (Melgar), dan Alberto Rodríguez (Junior, Kolombia).
Di bawah mistar Los Incas ada kiper Pedro Gallese dan Carlos Caceda, keduanya dari klub Veracruz di Meksiko, serta Jose Carvallo dari klub Universidad Tecnica de Cajamarca.
Los Incas di bawah asuhan Gareca memang berkembang menjadi tim dengan teknik yang baik dan fisik yang kuat. Mereka tim yang berbahaya dengan konsistensi pertahanan yang solid.
Para pemain Los Incas memiliki ikatan yang cukup kuat, layaknya sebuah keluarga. Selain itu, mereka juga mudah beradaptasi dengan formasi yang berbeda, sesuai kebutuhan di lapangan dan strategi dari pelatih. Tidak mengherankan jika mereka bisa menempati ranking 11 dunia, tertinggi dalam sejarah perjalanan Los Incas.
Minimnya pengalaman berlaga di putaran final Piala Dunia boleh jadi merupakan salah satu kelemahan tim ini. Namun, mereka masih memiliki Gareca yang semasa menjadi pemain serang di tim nasional Argentina mampu meraih gelar juara Piala Dunia 1986 di Meksiko.
Kini, bergantung pada bagaimana Los Incas memanfaatkan euforia pendukungnya, bara emosi kehilangan Guerrero, soliditas tim, serta pengalaman Gareca itu untuk menorehkan hasil terbaik di Rusia.(Reuters/AFP/AP/WHY)