Menyempurnakan Kehebatan Messi
Sejak menjadi juara dunia 1986, kisah tentang Argentina adalah kegagalan demi kegagalan. ”La Albiceleste” memiliki segalanya, pemain top, permainan kelas dewa, dan pelatih cerdik. Satu yang tak dimiliki tim Tango, senyum Dewi Fortuna.
Kekuatan tim nasional Argentina tak pernah ada yang berani meragukan. Meskipun terakhir kali juara dunia 32 tahun lalu, skuad ”La Albiceleste” selalu datang bak angin topan. Empat tahun lalu, di negeri Samba, skuad Tango menembus partai final Piala Dunia, tetapi nasib baik berpihak kepada tim Panser, Jerman.
Laga final di kuil sepak bola Maracana itu berakhir identik dengan final 28 tahun lalu di Stadion Olimpico, Roma, 1-0. Waktu itu, Argentina memiliki Diego Maradona, tetapi sengatan Andreas Brehme menguapkan mimpi La Albiceleste. Di Maracana, si lincah Mario Goetze membuat Lionel Messi menangisi kekalahan timnya.
Kegagalan demi kegagalan menjadi cerita duka La Albiceleste. Tim ini memiliki segalanya, pemain-pemain top dunia, permainan kelas dewa, pelatih cerdik, dan suporter yang tak pernah kering gairah. Satu yang tidak dimiliki tim Tango, senyum Dewi Fortuna.
Setelah merebut dua Piala Dunia pada 1978 dan 1986, timnas Argentina dua kali menembus final, tiga kali tersingkir di perempat final, sekali tereliminasi pada 16 besar, dan paling memalukan terdepak di fase grup pada 2002. Padahal, 16 tahun lalu, Argentina diperkuat bintang-bintang dunia, seperti Juan Sebastian Veron, Diego Simeone, Javier Zanetti, Gabriel Batistuta, dan Ariel Ortega.
Masalah besar La Albiceleste adalah menyinergikan kehebatan para pemain bintangnya dalam pola permainan yang solid. Masalah itu sempat menemukan titik terang saat Argentina dipimpin Alejandro Sabella hingga menembus final Piala Dunia 2014.
Namun, harmoni permainan itu tak berlanjut pada era Gerardo Martino dan Edgardo Bauza. Argentina terseok-seok pada kualifikasi hingga sempat diragukan bisa lolos ke Rusia.
”Kami sendiri yang membuat hidup kami sulit dan ini tidak mudah bermain di sini. Ada ketakutan kami tidak akan lolos kualifikasi. Saya tidak tahu bagaimana bereaksi jika itu terjadi,” ujar Messi terkait posisi Argentina yang nyaris tersingkir dari kualifikasi, dikutip Daily Star.
Performa La Albiceleste mulai membaik pada era Jorge Sampaoli. Dia memang tak memiliki waktu banyak membangun skuad yang sesuai dengan filosofinya. Sampaoli juga sempat dihadapkan pada pilihan sulit dalam menciutkan 35 pemain menjadi 23 pemain inti.
Namun, benang merah permainan Sampaoli terkuak setelah 23 pemain dia umumkan pada Selasa (22/5/2018). Dia memilih jalan yang tak berbeda dengan pelatih-pelatih sebelumnya, Argentina akan bermain untuk membuat Messi bisa mengeluarkan permainan terbaiknya.
Faktor Messi
Itu pilihan logis karena Sampaoli tidak memiliki banyak waktu mempersiapkan timnya. Sosok Messi memang sangat menentukan. Sampaoli pada Maret lalu, seperti dikutip ESPN, secara terus terang menyampaikan bahwa timnas Argentina ini lebih ke tim untuk Messi ketimbang tim untuk dirinya sebagai pelatih.
Fakta lain yang tidak bisa dimungkiri adalah pada delapan laga kualifikasi, di mana Argentina tidak diperkuat Messi, La Albiceleste hanya mampu mengoleksi 7 poin. Namun, pada 10 pertandingan berikutnya yang diperkuat Messi, Argentina mampu mengoleksi 21 poin, dan Messi menyumbangkan 7 gol, sedangkan pemain-pemain lain tidak ada yang bisa menyumbang lebih dari dua gol.
Fakta lainnya adalah Sampaoli belum memiliki pola pertahanan yang solid untuk mendukung permainan menyerang yang menjadi ciri khas Argentina. Pada November lalu, ketika digunakan formasi tiga pemain bertahan, Argentina kalah 2-4 dari Nigeria, tim yang akan menjadi lawan di Grup D Piala Dunia 2018.
Percobaan menggunakan empat pemain bertahan pada Maret 2018 juga gagal total, dengan kekalahan 1-6 dari Spanyol. Pada kedua laga itu, Messi tidak bermain sehingga banyak pihak berharap kondisi akan berbeda jika sang megabintang tampil.
Dalam daftar 23 pemain Argentina yang diumumkan Sampaoli, lini belakang diisi oleh Gabriel Mercado (Sevilla), Cristian Ansaldi (Torino), Nicolas Otamendi (Manchester City), Federico Fazio (AS Roma), Marcos Rojo (Manchester United), Nicolas Tagliafico (Ajax), Marcos Acuna (Sporting), dan Eduardo Salvio (Benfica).
Timnas Argentina pada laga- laga persahabatan sering mengandalkan Otamendi, Tagliafico, Rojo, dan Fazio. Akan tetapi, performa mereka masih jauh dari memuaskan. Dimasukkannya nama pemain senior Javier Mascherano (Hebei China Fortune) yang bisa menjadi gelandang jangkar dan bek tengah agaknya merupakan upaya Sampaoli untuk menghadirkan pemain senior sebagai pemimpin di lini pertahanan. Mascherano tampil brilian pada Piala Dunia 2014 hingga disebut sebagai ”emblem” timnas Argentina oleh Sabella.
Lini tengah juga belum bebas masalah karena belum ada pemain yang sangat menonjol. Angel Di Maria (Paris SaintGermain) kini performanya semakin menurun. Sampaoli juga memanggil pemain tengah Lucas Biglia (AC Milan), Ever Banega (Sevilla), Giovani Lo Celso (PSG), Manuel Lanzini (West Ham United, dan Maxi Meza (Independiente).
Sementara di lini serang, Mauro Icardi yang subur mencetak gol di Serie A tidak dipanggil. Lini depan ditempati oleh Lionel Messi (Barcelona), Paulo Dybala (Juventus), Sergio Aguero (Manchester City), Gonzalo Higuain (Juventus), dan Cristian Pavon (Boca Juniors).
Fokus lini depan sekarang adalah pulihnya Aguero dari cedera lutut. Dokter Asosiasi Sepak Bola Argentina, Homero D’Agostino, seperti diberitakan ESPN pertengahan April lalu, menyampaikan, Aguero kemungkinan belum akan benar-benar fit untuk Piala Dunia setelah menjalani operasi lutut kiri. Padahal, Aguero adalah salah satu pemain yang bisa bermain cukup menyatu dengan Messi dan Gonzalo Higuain di lini depan.
Apa pun yang terjadi dengan Aguero, Messi dan kawan-kawan akan berjuang mati-matian di Rusia. Apalagi, bagi Messi, ini kemungkinan Piala Dunia terakhirnya. Peraih lima Ballon d’Or itu sudah meraih segalanya di klub, bersama Barcelona, tetapi belum meraih apa pun bersama skuad senior Argentina. ”Sekarang kami harus bersiap untuk Piala Dunia,” katanya.