Serbia Merekonstruksi Wajah ”Si Biru”
Setelah tampil gemilang pada kualifikasi Piala Dunia 2018, Serbia justru mengangkat pelatih baru, Mladen Krstajic, yang minim pengalaman. Namun, di balik itu ada misi besar mengembalikan kekuatan sepak bola yang pernah dimiliki Yugoslavia.
Sejak Piala Dunia pertama kali digelar pada 1930 hingga 1990, dunia mengagumi kekuatan Yugoslavia, si Brasil dari Eropa. Mereka menjadi kesebelasan yang disegani meski belum pernah keluar sebagai juara. Namun, dinamika politik membuat Yugoslavia terpecah dan kini Serbia berusaha mengembalikan spirit ”Si Biru”, julukan tim nasional Yugoslavia itu, walaupun tidak mudah.
Pada edisi pertama Piala Dunia di Uruguay, Yugoslavia sudah menancapkan kukunya di kancah sepak bola internasional sebagai tim yang menembus semifinal. Kesuksesan itu diulangi pada Piala Dunia Chile 1962. Posisi keempat menjadi pencapaian terjauh mereka selama di Piala Dunia.
Kekuatan utuh ”Si Biru” atau Plavi pun muncul terakhir kali pada Piala Dunia Italia 1990. Ini merupakan momen terakhir ketika talenta-talenta terbaik dari Kroasia, Slovenia, Bosnia-Herzegovina, Montenegro, Makedonia, dan Serbia dikumpulkan menjadi satu. Di perempat final, Argentina menghentikan langkah Yugoslavia melalui laga yang berakhir dengan adu penalti.
Argentina menutup era ketika Robert Prosinecki, Alen Boksic, Davor Suker (Kroasia), Darko Pancev (Makedonia), atau Safet Susic (Bosnia-Herzegovina) bersama-sama masih mengenakan seragam Yugoslavia pada Piala Dunia. Setelah itu, Yugoslavia mulai terpecah. Kroasia, Slovenia, Makedonia, dan Bosnia-Herzegovina berturut-turut memisahkan diri.
Setelah memisahkan diri, Kroasia untuk pertama kali tampil pada Piala Dunia Perancis 1998. Kroasia melaju sampai semifinal, sedangkan Yugoslavia terhenti di babak 16 besar. Montenegro kemudian ikut memisahkan diri dan Serbia tampil untuk pertama kali pada Piala Dunia Afrika Selatan 2010.
Langkah Serbia yang terhenti di fase grup pada 2010 itu menjadi penegas bahwa kejayaan ”Si Biru” sudah tidak ada lagi. ”Kerugian terbesar sepak bola adalah pecahnya Yugoslavia. Bayangkan, jika tidak terpecah, mereka dapat memenangi Piala Dunia atau Piala Eropa. Banyak sekali talenta yang bisa dikumpulkan,” kata seorang agen pemain yang pernah bekerja untuk tim nasional Yugoslavia, Michael Di Stefano, seperti dikutip laman CNN.
Terus berbenah
Sebagai penerus jejak Yugoslavia di sepak bola, Serbia harus mulai dari awal untuk mengulang kejayaan itu. Mereka tinggal berharap kepada talenta yang ada di Serbia dan berupaya menandingi Kroasia. Berdasarkan peringkat FIFA, Serbia saat ini berada di posisi ke-35, sedangkan Kroasia di posisi ke-18.
Di bawah asuhan Pelatih Slavoljub Muslin, Serbia kemudian bisa memimpin Grup D kualifikasi Piala Dunia Rusia 2018 zona Eropa. Dari 10 laga kualifikasi, mereka hanya kalah satu kali saat bertandang ke Austria, 2-3. Bermain dengan formasi tiga bek, Muslin mampu menjadikan Serbia sebagai tim yang produktif sekaligus kuat dalam bertahan.
Meski mulus selama babak kualifikasi, Federasi Sepak Bola Serbia ternyata belum puas. Mereka lantas memecat Muslin yang dianggap tidak mau memasukkan para pemain muda di skuadnya pada Oktober 2017. Padahal, mereka punya pemain muda yang menjanjikan, seperti Sergej Milinkovic-Savic, gelandang Lazio, yang baru berusia 23 tahun.
Keputusan Muslin untuk tidak memanggil Milinkovic-Savic membuat Federasi Sepak Bola Serbia marah dan para analis sepak bola heran. Padahal, Milinkovic-Savic bersinar di Lazio dan turut memperkuat Serbia saat menjuarai Piala Dunia U-20 pada 2015. Muslin berpendapat, karakter permainan Milinkovic-Savic tidak pas di skuadnya yang sektor lini tengahnya tebal karena ada dua bek sayap yang didorong maju.
Federasi Sepak Bola Serbia kemudian mengeluarkan keputusan yang sangat berani, yaitu memecat Muslin dan mengangkat asisten pelatihnya, Mladen Krstajic, sebagai pengganti. Langkah ini sempat menimbulkan keraguan karena Krstajic belum pernah menjadi pelatih dan diminta langsung tampil memimpin tim di Piala Dunia.
Krstajic lantas merombak strategi yang diterapkan Muslin. Formasi 3-4-3 yang menjadi andalan Muslin diubah menjadi 4-3-3. Dengan formasi itu, Krstajic ingin mencoba variasi serangan dan pemain.
Dalam dua laga uji coba setelah kualifikasi, Krstajic memang tidak langsung bisa menemukan bentuk terbaik. Setelah menang 2-0 atas China, mereka kemudian ditahan imbang oleh Korea Selatan, 1-1, dan dikalahkan, Maroko, 1-2. Krstajic lalu mampu memperbaikinya saat bertemu Nigeria dengan kemenangan 2-0.
”Para pemain mulai dapat menunjukkan karakternya saat melawan Nigeria. Rupanya kritik terhadap kami sebelumnya terlalu tergesa-gesa,” kata Krstajic. Dia pun memuji ketajaman striker muda Serbia yang baru berusia 23 tahun, Aleksandar Mitrovic, yang menjadi modal di Rusia nanti.
Apalagi, Mitrovic sedang berbahagia. Klub yang dibelanya saat ini, Fulham, promosi ke Liga Primer di Inggris setelah menanti empat tahun.
Mitrovic sebenarnya merupakan pemain Newcastle United yang sedang dipinjamkan ke Fulham sejak Januari lalu. Artinya, Mitrovic merasa keberadaannya di Fulham sangat berguna, bisa mengantarkan klub itu naik kelas. Ia berharap penampilannya di Fulham bisa memengaruhi penampilannya bersama Serbia.
”Ini adalah cara terbaik untuk mengakhiri musim. Pencapaian di Fulham bisa membuat saya lebih percaya diri di Rusia nanti,” kata Mitrovic. Apalagi, pelatih Fulham saat ini, Slavisa Jokanovic, juga merupakan eks pemain Serbia sehingga sangat memahami kebutuhan Mitrovic.
Di Fulham, Mitrovic menjadi pemain kunci dan mencetak 12 gol selama musim ini. ”Pada paruh pertama musim di Newcastle, saya sangat frustrasi. Sekarang saya sangat haus gol,” katanya.
Di tubuh timnas Serbia, Mitrovic juga akan sangat bergantung kepada para pemain tengah yang punya kreativitas tinggi, seperti Milinkovic-Savic atau Nemanja Matic. Namun, secara keseluruhan, kreativitas Krstajic dalam meracik strategi juga sangat berpengaruh.
Pemain muda
Berbeda dengan gaya Muslin, Krstajic kini banyak memanggil beberapa pemain muda, seperti bek Nikola Milenkovic (20) dan pemain sayap Nemanja Radonjic (22). Untuk posisi pemimpin skuad, Krstajic melepas ban kapten dari lengan Branislav Ivanovic (34) dan dipasangkan ke lengan Aleksandar Kolarov (32).
Peremajaan skuad, seperti yang dilakukan Krstajic, merupakan langkah utama yang diinginkan Serbia untuk membangun kembali kekuatan sepak bola di daerah Balkan. Jalan mereka tentu masih panjang jika melihat komposisi Grup E di Rusia nanti.
Serbia yang belum pernah bertemu dengan Kosta Rika dan Swiss harus bisa memanfaatkan dua laga itu untuk merebut poin. Mereka sadar bahwa poin akan sulit didapat saat melawan Brasil, tim yang dulu pernah diidentikkan dengan Yugoslavia.(AFP/REUTERS/DEN)