Tim nasional Polandia pernah ditakuti di dunia, setidaknya hingga sepertiga abad lalu, yaitu saat menyingkirkan dua raksasa, Uni Soviet dan Belgia, di putaran kedua Piala Dunia Spanyol 1982. Langkah gemilang mereka hanya bisa dihentikan Italia dan penyerang peraih gelar Ballon d’Or, Paolo Rossi. Italia akhirnya juara. Adapun Polandia finis ketiga.
Delapan tahun sebelumnya, skuad ”Bialo-czerwoni” juga mengejutkan dunia saat mengalahkan tim raksasa Brasil dalam duel perebutan peringkat ketiga di Piala Dunia Jerman 1974. Dua bintang Polandia saat itu, yaitu striker Grzegorz Lato dan gelandang Kazimierz Deyna, lantas bersanding dengan dua legenda dunia, yaitu Johan Cruyff (Belanda) dan Franz Beckenbauer (Jerman), untuk masuk dalam daftar 11 pemain tim ”All-Star” saat itu.
Target tinggi serupa dicanangkan pasukan ”Putih-Merah” di Piala Dunia Meksiko 1986. Namun, diperkuat pemain generasi terbarunya seperti penyerang Zbigniew Boniek, Polandia gagal memenuhi ekspektasi. Mereka kandas dini di babak 16 besar seusai dilumat 0-4 oleh tim ”Samba” yang diperkuat pemain genius bergelar dokter, Socrates. Boniek, yang kesal dan marah saat itu, lantas bersumpah, ia dan Bialo-czerwoni akan tampil lebih hebat dan kuat di Piala Dunia edisi-edisi berikutnya.
Janji Boniek nyatanya tidak terbukti. Sumpahnya di Guadalajara, Meksiko, itu justru lebih dikenang sebagai kutukan bagi sepak bola Polandia. Jangankan terbang tinggi atau finis ketiga seperti pada 1974 dan 1982, Bialo-czerwoni justru bertubi-tubi gagal lolos ke babak utama Piala Dunia di tiga edisi berikutnya. Masa 12 tahun absennya di Piala Dunia ini lantas disebut sebagai era kegelapan sepak bola Polandia.
Orang-orang pun mulai lupa Polandia pernah disegani dan memiliki pemain berkelas dunia seperti Lato yang sempat membuat kiper legendaris Italia, Dino Zoff, sulit tidur. Sejak 1986, sepak bola Polandia seolah mati suri. Setelah absen 16 tahun lamanya, Polandia sempat menunjukkan batang hidungnya kembali di Piala Dunia Jepang-Korea Selatan 2002 dan Piala Dunia Jerman 2006. Namun, saat itu, mereka sebatas dianggap ”penggembira” karena selalu gagal lolos dari babak penyisihan grup.
Polandia pun terus mengalami kemunduran seiring munculnya resesi ekonomi global pada akhir 2000-an. Meskipun saat itu Polandia menjadi satu-satunya negara di kawasan Uni Eropa yang berdiri tegak dari resesi itu, sepak bola mereka seolah tumbang dan didera krisis kembali.
Timnas yang disimbolkan dengan elang putih itu gagal mengepakkan sayapnya di kancah internasional. Mereka absen di Piala Dunia 2010 dan 2014. Setali tiga uang, mereka juga gagal bersinar di regional dan gagal lolos ke fase gugur di Piala Eropa 2008 dan 2012.
Harapan baru
Seiring waktu berjalan, harapan baru pun muncul. Kombinasi antara pemain kawakan seperti Kamil Glik, kengototan pemain muda macam Piotr Zielinski, dan ketajaman striker flamboyan Robert Lewandowski membuat mereka kembali diperhitungkan di kancah dunia. Polandia melenggang ke Rusia dengan nyaris tanpa susah payah. Mereka memuncaki Grup E kualifikasi zona Eropa dengan hanya kehilangan lima poin dari 10 laga yang diikuti.
Kegemilangan itu memang tidak terlepas dari kegarangan Lewandoswki, striker klub Jerman, Bayern Muenchen, yang menyumbang 16 gol dari 10 laga, sebuah rekor baru di kualifikasi Piala Dunia zona Eropa. Tidak heran mereka kini menempati peringkat kedelapan dunia dalam peringkat FIFA dan menjadi tim unggulan pertama di Grup H Piala Dunia Rusia.
”Polandia memang bukan favorit juara (Piala Dunia Rusia). Namun, mereka jelas bukan tim yang bisa disepelekan karena menempati 10 besar dunia dan hanya kalah melalui adu penalti di perempat final Piala Eropa 2016 lalu”, tulis majalah olahraga Sports Illustrated.
Lambat tetapi pasti, Polandia mulai terbentuk sebagai tim kuat bersama pelatihnya, Adam Nawalka. Meskipun sempat gagal membawa tim itu lolos ke Piala Dunia Brasil 2014, sentuhan Nawalka mulai terlihat di Piala Eropa Perancis 2016. Pada Piala Eropa edisi itu, Polandia tidak pernah terkalahkan di waktu normal. Mereka melangkah jauh, yaitu hingga ke perempat final, sebelum akhirnya disingkirkan tim juara saat itu, Portugal, melalui adu penalti.
Mereka kini berpeluang mengukir capaian serupa di Rusia. Di atas kertas, tidak akan sulit bagi Polandia untuk lolos dari Grup H yang diisi tiga tim lain, yaitu Kolombia, Senegal, dan Jepang. Polandia diuntungkan dengan banyaknya pemain jebolan klub-klub top Eropa, seperti Lewandowski, Zielinski (Napoli), dan Lukasz Piszczek (Borussia Dortmund), yang teruji di sepak bola level tinggi.
Lebih hebat
Selain itu, berbeda dengan tim-tim lainnya, mereka juga memiliki barisan kiper yang ”mewah”. Dua kiper mereka, yaitu Wojciech Szczesny (Juventus) dan Lukasz Fabianski (Swansea City FC), memiliki kualitas yang nyaris setara. Keduanya akan saling bersaing sehat guna merebut hati Nawalka dan menjadi pilihan utama di bawah mistar gawang. Tak heran, berkat barisan talenta hebat itu, rakyat Polandia kini bisa kembali optimistis.
Boniek, yang kini menjabat Presiden Federasi Sepak Bola Polandia, berkata, barisan pemain Polandia saat ini tidak kalah hebat dari generasi emas tim tetangga jauh, yaitu Belgia. Ia misalnya menyebut Zielinski, yang bersinar bersama klub Italia, Napoli, sepuluh kali lebih hebat daripada bintang muda Belgia, Kevin De Bruyne. Benar tidaknya omongan Boniek ini dapat dilihat langsung di Rusia, terutama jika mereka lolos dari penyisihan grup dan berpeluang besar bertemu Belgia di babak 16 besar.
Antusiasme serupa diperlihatkan Presiden Polandia Andrzej Duda yang melompat kegirangan dari kursinya ketika melihat penampilan meledak-ledak Polandia di kualifikasi Piala Dunia Rusia. Ia optimistis, Bialo-czerwoni mampu terbang tinggi di Rusia. ”Anda semua akan berjuang dengan keringat di lapangan, sementara kami (rakyat Polandia) bakal berjuang dengan berbagai macam emosi di depan televisi,” ujar Duda dalam pertemuan dengan jajaran pemain dan pelatih timnas Polandia seperti dikutip dari RTE, pekan lalu.
Namun, selain kebergantungan gol kepada Lewandowski, faktor minus Polandia adalah di lini pertahanan. Mereka dipastikan tidak bisa diperkuat Kamil Glik, bek tengah yang sangat galak dan kaya pengalaman. Akhir pekan lalu, ia dibekap cedera saat tengah menjajal tendangan salto bak bintang Real Madrid, Gareth Bale, di final Liga Champions.
Padahal, bersama Glik saja gawang Polandia cukup sering dibobol, yaitu 14 kali di 10 laga kualifikasi. Glik tampil di sembilan laga kualifikasi. Nawalka mencoba mengatasinya dengan mengujicobakan sistem tiga bek sentral yang dibantu dua bek sayap.