JAKARTA, KOMPAS — Sekitar 63 hari menjelang Asian Games 2018, sejumlah cabang olahraga akan menjalani pemusatan latihan di luar negeri. Tim pelatih akan memanfaatkan kesempatan belajar itu untuk memacu kemampuan atlet yang masih tertinggal dibandingkan negara lain.
Seperti cabang judo, sejumlah 16 atlet pelatnas akan berangkat ke Jepang pada Senin (11/6/2018). Mereka akan berlatih di beberapa universitas lokal di Kyoto dan Osaka hingga Agustus, sebelum Asian Games.
Dengan waktu pertandingan yang semakin dekat, atlet membutuhkan tempat untuk menemukan lawan tanding seimbang. Di Padepokan Judo, Ciloto, Jawa Barat, mereka tidak memiliki lawan seimbang dalam setiap nomor.
”Jarak antara pemain pertama dan pelapis terlalu jauh. Untuk itu, kami butuh ke Jepang,” ucap pelatih kepala judo Bambang Prakarsa, saat dihubungi, Minggu (10/6/2018).
Di universitas lokal Jepang, atlet akan berlatih bersama judoka muda yang merupakan atlet nasional junior Jepang. Universitas-universitas itu merupakan asal muasal dari juara dunia judo.
Selain pengalaman bertanding, kata Bambang, lawan seimbang dibutuhkan untuk mengaplikasikan teknik yang sudah diajarkan oleh pelatih pelatnas asal Jepang, Shozo Fujii. Peraih empat gelar juara dunia pada era 1970-1980 itu mengajarkan teknik memusatkan tenaga. Dengan teknik itu, kekuatan atlet menjadi lebih besar.
Manajer judo Amalsyah Tarmizi mengatakan, ini merupakan momentum atlet untuk bisa unjuk gigi dan mencuri ilmu sebanyak-banyaknya mengingat kemampuan Indonesia masih berada jauh dari negara lain seperti Jepang, Korea Selatan, dan Mongolia. Bahkan judoka Indonesia tidak ada yang masuk ke dalam peringkat 100 dunia ataupun Asia.
Indikasi kekuatan atlet dapat dilihat pada pemusatan latihan sebelumnya di Jepang pada Maret-April 2018. Dalam kejuaraan lokal tingkat mahasiswa, tidak ada satu pun judoka nasional yang juara.
Sementara itu, judoka pelatnas berkomitmen untuk bisa mencuri teknik dari judoka Jepang. ”Teknik mereka itu lebih halus, dari segi bantingan dan kuncian. Tiba-tiba sudah masuk saja (untuk membanting) dan kita tidak sadar. Kita sedang coba pelajari juga,” ucap judoka pelatnas Mochamad Syaiful Raharjo.
Kurash separuh badan
Secara terpisah, tim pelatnas kurash akan berangkat ke Iran, pada 11 Juni-21 Juni untuk menjalani pemusatan latihan. Mereka akan belajar peraturan bersama pelatih Iran yang merupakan wasit kurash internasional.
Indonesia baru kedua kalinya bertanding kurash dalam skala Asia, setelah kejuaraan Asian Indoor Games Asghabat 2017. Hal itu membuat atlet dan pelatih kurash yang mayoritas berasal dari judo belum begitu memahami peraturan pertandingan.
”Selain kami, tim Iran juga mengundang 10 negara lain untuk ikut berlatih di sana. Mungkin peserta negara lain masih awam juga,” ucap asisten pelatih kurash Deni Zulfendri.
Deni mengatakan, kunjungan ke Iran itu sangat penting bagi atletnya. Jika peraturan mampu dikuasai, tim pelatih kurash meyakini atletnya mampu mengejutkan di Asian Games.
Sebelumnya, saat uji coba kejuaraan kurash pada 5-6 Mei 2018, di Jakarta, atlet pelatnas berhasil meraih 4 perunggu dari 7 nomor. Padahal, atlet pelatnas masih canggung dalam membanting lawan karena takut terkena pelanggaran.
Meski demikian, kurash tidak akan berangkat dengan kekuatan penuh. Hanya 7 dari 14 atlet yang akan pergi ke Iran. ”Setelah dihitung, dana kami hanya cukup untuk membayari tujuh atlet,” ucap manajer kurash Ira.