Para ”Samurai” Memilih Jalan Berisiko
Jepang dalam situasi yang kurang ideal untuk bertarung pada Piala Dunia 2018. Saat ini, para pemain masih dalam proses adaptasi dengan strategi pelatih baru. Situasi itu coba diminimalisasi dengan memanggil kembali pemain-pemain senior ke skuad inti.
Ketika Piala Dunia Rusia 2018 tinggal dua bulan, Jepang dengan berani mengganti pelatihnya pada April 2018. Skuad ”Samurai Biru” harus memulai dari awal lagi, mencoba strategi baru, dan mengejar waktu yang berlari kencang.
Masyarakat Jepang terkenal ulet, tangguh, dan mampu bangkit dalam waktu singkat. Bayangkan, perekonomian mereka bisa tumbuh pesat dan kini menjadi negara maju di Asia meski sempat mengalami kehancuran saat Perang Dunia II. Kota-kota yang hancur akibat gempa dan tsunami juga dapat segera kembali hidup.
Pengalaman-pengalaman pahit pada masa lalu itu membuat mereka tidak lagi takut menghadapi masalah besar karena punya kekuatan untuk bangkit. Tanpa banyak mengeluh dan percaya dengan kemampuan diri sendiri, mereka mampu mengatasi masalah-masalah itu.
Karakter itu mengakar kuat sehingga dalam hal sepak bola pun, karakter yang sama tetap terlihat. Seperti saat ini, ketika pelaksanaan Piala Dunia Rusia 2018 sudah sangat dekat, masalah serius terjadi di tubuh tim nasional Jepang. Namun, mereka kemudian berani mengambil keputusan yang berisiko untuk bisa cepat keluar dari krisis.
Pada April lalu, Asosiasi Sepak Bola Jepang (JFA) secara mengejutkan memecat pelatih Vahid Halilhodzic yang mulai melatih Samurai Biru sejak Maret 2015. Keputusan itu dibuat dua bulan sebelum Piala Dunia 2018 digelar mulai 14 Juni 2018. Alasannya, JFA menilai pelatih kelahiran Bosnia-Herzegovina itu tidak bisa menjaga konsistensi penampilan tim dan kurang disukai para pemain. Suasana di ruang ganti sangat buruk.
Padahal, Halilhodzic berperan besar mengantar Jepang lolos ke Piala Dunia untuk keenam kalinya. Mirip dengan Brasil, Jepang merupakan negara yang tidak pernah absen di Piala Dunia sejak keikutsertaannya pada Piala Dunia 1998. Bedanya, Brasil tidak pernah absen sejak edisi perdana Piala Dunia atau tahun 1930 hingga sekarang.
Untuk melaju ke Rusia, Jepang tampil sebagai juara Grup B zona Asia pada kualifikasi. Mereka mengungguli Arab Saudi dan Australia. Penampilan mereka meyakinkan dengan 6 kemenangan, 2 hasil seri, dan 2 kekalahan dalam 10 laga. Adapun pertahanan mereka cukup solid dengan hanya kebobolan 7 gol dan mencetak 17 gol.
Namun, ketidaksukaan JFA terhadap Halilhodzic mulai meledak pascakualifikasi. Dari enam laga persahabatan setelah kualifikasi, Jepang di bawah asuhan Halilhodzic tumbang di tangan Brasil 1-3, Belgia 0-1, dan Ukraina 1-2. Jepang juga ditahan imbang 1-1 oleh Mali.
”Tak ada kemajuan, tak ada harapan, hanya ada kekhawatiran jelang Piala Dunia,” begitu tulis surat kabar Sports Nippon menanggapi penampilan buruk Samurai Biru pada laga-laga persahabatan.
Kekhawatiran muncul karena di Rusia nanti Jepang akan bertemu Polandia, Senegal, dan Kolombia di Grup H. Di atas kertas, Jepang jauh tertinggal karena berdasarkan peringkat FIFA, Jepang berada di peringkat ke-60, sedangkan Senegal (28), Kolombia (16), dan Polandia (10).
”Saya rasa JFA mengambil risiko yang sangat besar,” kata Halilhodzic setelah dipecat.
Ia sangat kaget karena merasa hubungannya dengan para pemain baik-baik saja selama tiga tahun terakhir. ”Saya tidak pernah mengkritik pemain di depan publik dan saya sering kali mengatakan bahwa kesalahan yang dibuat tim adalah kesalahan saya,” ujar Halilhodzic.
Namun, penilaian JFA lain. Halilhodzic dianggap menerapkan pendekatan yang aneh dan menabrak kultur masyarakat Jepang. Ia dilaporkan pernah melarang para pemainnya hanya sekadar untuk tersenyum. Ia risi melihat pemainnya bersikap terlalu ”ramah” kepada siapa pun dan ingin skuadnya tampak garang dan agresif.
Penyelamatan darurat
Dalam situasi seperti ini, JFA kemudian mengambil langkah penyelamatan darurat dengan menunjuk pejabat JFA sebagai pelatih pengganti, yaitu Direktur Teknik JFA Akira Nishino. Alasannya, Nishino diyakini lebih mudah memahami kondisi para pemain.
Lagi pula, Nishino adalah salah satu pelatih sukses di Jepang sehingga pengalamannya diharapkan dapat berperan banyak. Pelatih berusia 63 tahun itu pernah mengantar Gamba Osaka meraih gelar juara Liga Jepang pada 2005 dan Liga Champions Asia 2008.
Bersama Gamba Osaka pula, Nishino bisa melaju ke semifinal Piala Dunia Antarklub 2008. Saat itu, mereka kalah 3-5 dari Manchester United yang masih diperkuat Cristiano Ronaldo, Ryan Giggs, dan Wayne Rooney.
Nishino juga punya pengalaman manis saat melatih timnas Jepang pada Olimpiade Atalanta 1996. Pada laga pertama, mereka menang 1-0 atas Brasil yang diperkuat Ronaldo dan Roberto Carlos. Namun, Jepang gagal melaju ke perempat final karena finis di peringkat ketiga grup.
Meski demikian, misi penyelamatan skuad Samurai Biru di Rusia sangat berat. Dalam laga perdana Nishino setelah ditunjuk sebagai pelatih, Jepang dikalahkan Ghana, 0-2, di Stadion Nissan, Yokohama, Jepang. Para pemain masih harus beradaptasi dengan taktik baru yang diterapkan Nishino.
Jika Halilhodzic menggunakan empat bek, Nishino memilih untuk menggunakan tiga bek buat memperkuat serangan. Namun, lini depan Jepang justru mengalami kebuntuan dan lini belakang masih kebingungan. Tekanan terhadap Nishino pun semakin besar.
Oleh karena itu, Nishino memutuskan untuk mengambil cara yang aman. Mantan pemain timnas Jepang itu kemudian memanggil 11 pemain yang ikut ke Piala Dunia Brasil 2014. Di antara 23 pemain yang terpilih, ada tiga pemain yang memiliki pengalaman berlaga di atas 100 laga, yaitu Yuto Nagatomo, Shinji Okazaki, dan Makoto Hasebe.
Nishino juga tetap mengandalkan dua pemain pilar Jepang, Shinji Kagawa dan Keisuke Honda. Mengabaikan para pemain, seperti Kagawa, Honda, dan Okazaki, adalah kesalahan Halilhodzic, dan ini tidak akan diulangi oleh Nishino. (AFP/REUTERS/DEN)