Piala Dunia 2018 menjadi kesempatan bagi Rusia untuk memamerkan kedigdayaannya yang hingga kini disegani semua negara, yaitu program eksplorasi ruang angkasa. Negeri ”Beruang Merah” itu adalah pionir dalam petualangan panjang manusia menjelajah antariksa, bahkan jagat raya.
Sejak detik pertama Piala Dunia 2018 bergulir, yang ditandai laga Rusia kontra Arab Saudi di Stadion Luzhniki, Moskwa, Kamis (14/6/2018), tuan rumah telah ”pamer” kehebatan akan program ruang angkasanya yang melegenda. Sikap pamer itu salah satunya diwakili oleh Telstar 18, bola resmi buatan Adidas yang digunakan di Piala Dunia 2018.
Sebelum ditendang di laga pertama Piala Dunia 2018, bola Telstar 18 sempat meninggalkan Bumi dan singgah di Stasiun Ruang Angkasa Internasional (ISS) pada Mei lalu. Bola itu sempat dimainkan dua kosmonot Rusia, Anton Shkaplerov dan Oleg Artemyev, dalam kondisi nol gravitasi di ISS.
Bola yang sama dikirim kembali ke Bumi pada awal Juni atau menjelang pembukaan Piala Dunia. Telstar 18 menjadi bola pertama dalam sejarah panjang Piala Dunia, yaitu sejak 1930, yang mengorbit Bumi di atas ketinggian 407 kilometer di atas permukaan laut. Fakta dari pembukaan Piala Dunia ini mengundang banyak fans sepak bola dan jurnalis untuk mengintip lebih lanjut tentang eksplorasi ruang angkasa Rusia.
Salah satu tempat di Rusia yang bisa memuaskan rasa penasaran ini adalah Monumen Penaklukan Ruang Angkasa dan Museum Antariksa Rusia yang berada tidak jauh dari pusat Kota Moskwa. Kompas berkesempatan mengunjungi tempat ini pada akhir pekan lalu. Saat tiba di lokasi museum itu, yang berada di kompleks VDNKh Moskwa, ratusan pengunjung yang mayoritas fans sepak bola dari sejumlah negara telah antre.
”Tidak perlu membayar. Hingga Juli mendatang, tiketnya cuma-cuma,” ujar seorang petugas di loket masuk Museum Antariksa Rusia.
Selama Piala Dunia, hingga akhir Juli mendatang, museum itu menggratiskan tiket. Adapun harga tiket pada hari biasa adalah 250 rubel atau Rp 55.000.
Seusai mendapatkan tiket dan melewati gerbang pemeriksaan, pengunjung disambut oleh foto besar Yuri Gagarin, kosmonot ternama Rusia. Sosok ”pahlawan” Rusia sekaligus manusia pertama di ruang angkasa itu juga diabadikan dalam patung raksasa yang terbuat dari logam langka, titanium, di dalam koridor utama museum itu.
Museum itu menyimpan 85.000 benda koleksi yang menjadi kepingan atau rekaman sejarah panjang program eksplorasi ruang angkasa Rusia mulai dari era Uni Soviet hingga saat ini. Selain krechet atau baju angkasa yang digunakan para kosmonot, para pengunjung juga bisa melihat berbagai wahana ruang angkasa bersejarah, salah satunya kapsul penyelamat yang pernah digunakan Gagarin saat mengorbit Bumi dengan pesawat ulang-alik Vostok 1 pada 1961.
Jauh sebelum Badan Antariksa Nasional Amerika Serikat (NASA) dikenal luas publik sejagat lewat film-film Hollywood dan pencapaian monumentalnya, yaitu mengirim manusia pertama ke Bulan (Neil Armstrong) pada 1969, Rusia jauh lebih dulu menggapai angkasa. Mereka menjadi negara pertama di dunia yang mampu mengirimkan satelitnya, yaitu Sputnik 1, ke orbit Bumi pada Oktober 1957.
Uni Soviet juga menjadi negara pertama yang mengirimkan hewan ke ruang angkasa, yaitu anjing bernama Laika. Ia menumpang Sputnik 2, wahana angkasa Rusia, yang dikirimkan ke orbit Bumi pada 3 November 1957. Sayangnya, Laika tewas sebelum Sputnik 2 menggapai orbitnya di angkasa. Empat tahun berselang, berkat sejumlah perbaikan, Soviet meluncurkan program ambisiusnya yang lain, yaitu Vostok 1 yang mengangkut Gagarin.
Impian terliar
Meskipun perjalanannya di orbit Bumi sangat singkat, yaitu hanya 180 menit, Gagarin telah mewujudkan impian terliar manusia, yaitu melintasi ruang angkasa—wilayah tak bertuan yang diliputi kegelapan, kondisi nol gravitasi, dan sangat dingin. Drama perjalanan bersejarah Gagarin di ruang angkasa ini diabadikan dalam film Rusia berjudul Gagarin: First in Space (2013).
Keberhasilan Gagarin mengorbit Bumi menjadi alat propaganda terbesar Uni Soviet dan sekutunya saat itu, negara-negara Blok Timur, untuk memamerkan kedigdayaannya di dunia pada masa perang dingin. Kalimat poyekhail alias ”ayo pergi!” dalam bahasa Rusia yang disampaikan Gagarin jelang peluncuran roket yang membawa Vostok 1 saat itu menjadi frasa legendaris yang menandai babak baru atau era penaklukan manusia di ruang angkasa.
Setelah era perang dingin berakhir dan Uni Soviet runtuh 1991 silam, negara Beruang Merah terus melanjutkan program ruang angkasanya. Melalui badan antariksanya, Roscosmos, Rusia kini telah membuka diri dalam kerja sama eksplorasi ruang angkasa dengan sejumlah negara, termasuk NASA. Berdirinya ISS, yaitu sejak 1998, adalah salah satu bentuk keterbukaan dan ambisi besar Rusia untuk terus menjelajah wilayah tidak bertuan di ruang angkasa.
Untuk menghargai jasa-jasa para kosmonot seperti Gagarin, ilmuwan, dan para ahli komputasi yang terlibat dalam serangkaian program ruang angkasanya, Pemerintah Uni Soviet membangun Monumen Penaklukan Ruang Angkasa yang berada persis di sebelah Museum Antariksa Rusia. Monumen ini seperti Monumen Nasional di Jakarta.
Jika ujung dari Monas adalah pahatan emas, ujung monumen di Rusia itu adalah roket ulang-alik Rusia yang disebut Soyuz. Di bawah monumen itu tertulis pahatan syair, ”Dan jerih payah kami akhirnya dihargai/ Kami telah mengatasi ketidakberdayaan dan kegelapan, dalam tempaan sayap-sayap terbakar/ Ini semua demi negara kami”.