Kehadiran suporter dalam setiap laga Piala Dunia selalu menambah kesemarakan dan semangat bertanding para pemain. Namun, sejumlah suporter bukan sekadar datang dan duduk di stadion. Mereka juga ”tampil” dengan berbagai kreativitas demi mendukung tim kesayangan.
Piala Dunia bukan hanya panggung bagi para pemain sepak bola. Turnamen ini juga bisa menjadi panggung bagi para suporter untuk memamerkan budaya negara masing-masing. Mereka pun berlomba datang ke stadion dengan kostum unik.
Nisal Nabir dan Natalia Stepanova, suami-istri yang juga pendukung Maroko, misalnya, menyempatkan diri berdandan dan mengenakan pakaian tradisional etniknya sebelum berangkat ke Stadion Luzhniki, Moskwa, Rusia, Rabu (20/6/2018), untuk menyaksikan laga Maroko kontra Portugal.
Nisal mengenakan jubah dan sorban ala Tuareg, kelompok etnik di Maroko yang hidup nomaden di Gurun Sahara. ”Bahan (jubah dan sorban) yang saya gunakan ini berbahan sabra (sutera yang terbuat dari kaktus). Pakaian ini tidak panas karena kerap dipakai di gurun,” katanya.
Adapun sang istri mengenakan djellaba, jubah panjang yang biasa digunakan perempuan di Afrika bagian utara, termasuk Maroko. Mereka berdua pun menjadi pusat perhatian bagi para penonton lainnya yang datang ke stadion. Sering kali ketika sedang berjalan, mereka dihentikan penonton lainnya untuk diajak berswafoto.
Hal yang sama terjadi pada para pendukung Meksiko yang datang untuk menyaksikan kesebelasannya bertanding melawan Jerman di Luzhniki, Minggu (17/6). Mereka menciptakan kemeriahan dan menjadi pusat perhatian di luar area stadion sekitar 2 jam sebelum laga berlangsung.
Sekelompok pendukung Meksiko datang dengan kostum para pemusik Mariachi, musik khas di negara itu. Dengan gitar, terompet, dan biola, mereka membuat banyak penonton lainnya ikut berjoget di luar pintu gerbang stadion. Beberapa pendukung Meksiko kemudian mengeluarkan sebotol tequila dan menenggaknya sambil ikut menyanyi.
Semakin lama, mereka semakin dikerubuti banyak orang. Konsekuensinya, mereka harus siap jika banyak penonton yang melarang mereka berhenti bernyanyi. Mereka baru bubar ketika para relawan di stadion mengingatkan bahwa mereka sebaiknya segera masuk ke stadion karena laga hampir dimulai.
Lalu di dekat pintu masuk stadion sudah ada Alvaro, seorang remaja Meksiko yang datang bersama ayahnya. Sore itu dia datang dengan memakai kostum suku Aztek yang terbuka. Pakaian itu hanya berupa kain yang menempel di pundak dan celana pendek dengan penuh hiasan.
”Saya beli pakaian ini di Meksiko dan sengaja memakainya. Beruntung cuaca di Moskwa sore ini cukup hangat jadi saya tidak kedinginan,” kata Alvaro.
Ia mengaku memang sering berdandan meriah jika menonton sepak bola.
”Ya, sepak bola adalah kegembiraan. Kami datang untuk bergembira. Itu saja,” kata Jason, warga Amerika Serikat yang datang untuk mendukung Jerman.
Dia datang bersama dua temannya dengan memakai pakaian legenda rock ’n roll, Evlis Presley, lengkap dengan wig berjambul. Sulit untuk mengobrol dengannya karena ia selalu dimintai swafoto oleh banyak orang.
Bagi Jason dan para pendukung lainnya yang datang ke stadion dengan kostum meriah, Piala Dunia tidak hanya urusan menang atau kalah. Piala dunia adalah kesempatan untuk mengekspresikan diri dan bersenang-senang. Toh, dengan dandanan seperti itu, mereka mendapat banyak teman baru, bahkan dari pendukung tim lawan.
Walaupun bermaksud memberikan dukungan, penampilan mereka dengan kostum unik itu belum tentu bisa dilihat para pemain yang sedang berlaga di lapangan. Meski demikian, mereka telah memberi warna di piala dunia kali ini.