Kostum tim nasional sepak bola bukan sekadar alat pembeda dengan tim lawan saat bertanding di lapangan hijau. Seragam juga merepresentasikan bendera atau identitas negara, estetika peradaban, sampai ”etalase” prestasi.
Seragam tidak cuma kain berwarna dan bercorak, tetapi ”hidup” dengan bernapas, mengusir bau dan keringat, mengeringkan diri, memijat, bahkan merekam data kinerja fisik.
Piala Dunia Rusia 2018 jadi ajang 32 tim peserta memamerkan kostum kebanggaan. Ada yang biasa, ada pula yang mengguncang jagat sepak bola. Setiap seragam jelas berbeda, baik warna, corak, merek produk, maupun teknologinya.
Seragam Argentina tetap klasik dengan garis vertikal putih-biru langit yang merepresentasikan bendera negara. Begitu pula kostum Kroasia yang bertahan dengan desain ”papan catur” merah-putih yang elegan dan menawan.
Sementara Nigeria tampil dengan kostum ”centil” sekaligus membuat pengamat mode dunia geleng-geleng kepala karena mencetak rekor pemesanan 3 juta buah. Desain terinspirasi sayap ”Elang Super”, julukan Nigeria, tetapi dengan guratan putih-hijau benderang dan putih-hitam pada lengan.
Jepang hadir dengan jersey biru indigo dengan garis tipis vertikal putih. Seragam ”Samurai Biru” memakai teknik dekoratif sashiko berupa benang putih kasar pada kain dasar biru indigo. Teknik fungsional untuk memperkuat kain itu dikenal di Jepang pada abad ke-17 sampai ke-19.
Selain kostum utama (kandang), setiap tim juga memiliki kostum tandang. Seragam tandang Argentina, misalnya, berwarna biru tua. Penentuan tim memakai seragam kandang atau tandang berdasarkan keputusan FIFA. Namun, setiap tim dalam tiga laga penyisihan grup dipastikan mendapat jatah memakai kostum kandang setidaknya satu kali.
Bintang
Tim juara Piala Dunia juga diperkenankan memasang bintang, sesuai jumlah gelar yang diraih, pada kostum mereka. Bintang dipasang pada logo asosiasi sepak bola negara tersebut.
Dengan lima gelar, Brasil mencantumkan lima bintang, begitu seterusnya untuk enam tim lain yang pernah meraih Piala Dunia, kecuali Uruguay. Uruguay mencantumkan empat bintang, bukan dua seperti jumlah gelar mereka.
Alasannya, sebelum Piala Dunia pertama kali digelar pada 1930, Uruguay telah merebut medali emas sepak bola pada Olimpiade tahun 1924 dan 1928.
Pada dua Olimpiade itu, FIFA bekerja sama dengan komite Olimpiade untuk menggelar turnamen tertinggi sepak bola yang disatukan dalam ajang Olimpiade. Dua medali emas Uruguay di Olimpiade itu pun dianggap ”setara” dengan gelar Piala Dunia. (AP/AFP/REUTERS/BRO)