Brasil kembali menemukan arahnya di Rusia. Kemenangan 2-0 atas Kosta Rika mengembalikan kepercayaan diri skuad ”Samba” yang sedang memburu gelar keenam juara dunia. Mereka seperti raksasa yang terbangun dari tidur setelah ditahan 1-1 oleh Swiss pada laga pertama Grup E. Ini kebangkitan besar yang membuat pendukung Brasil di seluruh dunia berpesta.
SAINT PETERSBURG, KOMPAS Bintang tim nasional Brasil, Neymar, langsung terduduk di tengah lapangan dan menangis begitu wasit meniup peluit tanda laga berakhir. Ia merasakan kelegaan yang luar biasa karena Brasil masih bisa menari ”Samba” di Rusia setelah mengalahkan Kosta Rika 2-0 di Stadion Saint Petersburg, Rusia, Jumat (22/6/2018). Pada laga kedua Grup E itu, Brasil menceploskan dua gol ketika waktu normal 90 menit telah usai. Philippe Coutinho mencetak gol pertama dan 6 menit kemudian Neymar menambah keunggulan menjadi 2-0. Dalam tujuh menit terakhir laga, nasib tim Samba berubah.
Brasil kini mengemas empat poin dan punya kans melangkah ke babak 16 besar. Sebaliknya, Kosta Rika sudah dipastikan tersingkir karena belum mendapatkan poin. Pada laga pertama, skuad ”Los Ticos” kalah 0-1 dari Serbia.
Namun, momen pada akhir laga itu lebih terasa manis bagi Neymar karena bukan hanya timnya selamat, tetapi akhirnya ia juga bisa memenuhi ekspektasi publik Brasil dengan mencetak satu gol. Pemain termahal di dunia itu telah membuktikan bahwa ia sudah benar-benar kembali setelah menderita cedera patah tulang telapak kaki dan absen selama tiga bulan.
Sebagian besar beban timnas Brasil memang ada di pundak Neymar. Brasil sedang mengejar trofi Piala Dunia yang keenam di Rusia, dan Neymar adalah pemain terbaik yang mereka miliki. Brasil punya ambisi untuk menutup lembaran buruk Piala Dunia 2014 dan membuat sejarah baru di Rusia.
Tidak mengherankan jika Pelatih Brasil Tite tetap bersikeras memainkan Neymar pada laga kontra Kosta Rika meski beberapa hari sebelumnya Neymar dikabarkan cedera saat latihan. Tite merasa tidak ada yang salah dengan timnya saat ditahan imbang Swiss sehingga ia tidak banyak mengubah susunan pemain untuk melawan Kosta Rika.
Gabriel Jesus tetap menjadi ujung tombak dengan dukungan trio Neymar, Coutinho, dan Willian. Perubahan hanya terjadi pada posisi kapten dari Marcelo ke Thiago Silva. Sementara Bek sayap kanan, Danilson, mengalami cedera saat latihan dan digantikan Fagner.
Meski demikian, dalam dua babak, serangan Brasil ternyata mudah dipatahkan para pemain Kosta Rika yang pada laga itu tampil sangat militan. Sebelum laga, kapten Kosta Rika, Bryan Ruiz, sudah berjanji, mereka tidak akan membiarkan para pemain Brasil menguasai bola. Janji itu ditepati karena setiap pemain Brasil mendapatkan bola, satu atau dua pemain Kosta Rika langsung memepet dan merebut bola.
Serangan yang dibangun Brasil pun sering dimentahkan. Umpan-umpan terobosan Brasil kerap dipotong para pemain bertahan Kosta Rika. Jika sudah di depan gawang, penyerang Brasil akan menghadapi Keylor Navas, kiper yang mengantarkan Real Madrid menjuarai Liga Champions musim ini.
Namun, akhirnya kebuntuan itu terpecahkan di menit-menit akhir. ”Kami sebenarnya sangat menderita saat menghadapi Brasil,” kata Pelatih Kosta Rika Oscar Ramirez dalam jumpa pers.
Kosta Rika tidak mampu mengulang kesuksesan pada Piala Dunia 2014 ketika mereka mampu menjadi juara grup meski berada di grup neraka. Mereka bisa mengalahkan Uruguay dan Italia. Namun, ketika sebagian besar pemain yang sama tampil kembali di Rusia, taji mereka sudah hilang.
Ramirez mengatakan, mereka akan tetap tampil maksimal meski sudah pasti tersingkir. ”Kami masih akan melawan Swiss dan kami tetap akan menampilkan yang terbaik,” katanya.
Dengan kemenangan ini, Brasil menjadi raksasa yang terbangun dari tidur. Mereka berubah menjadi tim yang sangat agresif, tidak patah semangat, meskipun peluang gol mereka berulang kali kandas. Mereka melepaskan 23 tembakan, 9 di antaranya tepat ke gawang. Ini penampilan Brasil yang ditunggu. Mereka mementaskan ”Samba” yang sejati meskipun dalam tekanan besar. Keberanian diramu dengan kerja sama tim dalam mengalirkan bola, mengembalikan Brasil ke posisi yang selayaknya sebagai lima kali juara dunia.