NIZHNY NOVGOROD, KOMPAS Tim nasional Inggris meredefinisi istilah ”sepak bola hepi” yang lama melekat kepada mereka. Itu bukanlah pujian karena sebenarnya itu istilah sindiran untuk performa ”kocak” atau ”konyol” yang sering dilakukan Inggris. Status miring itu mulai terkikis seiring performa keji skuad ”Tiga Singa” saat menggilas Panama, 6-1, di Nizhny Novgorod, Rusia, Minggu (24/6/2018). Kemenangan telak itu juga menjadi rekor baru Inggris di Piala Dunia.
Meskipun ini baru permulaan dan belum bertemu tim-tim kuat, Inggris menunjukkan potensi mengakhiri status tim antiklimaks, yang tancap gas di awal, tetapi akhirnya memble di akhir laga, seperti saat dikalahkan Eslandia, 1-2, di perempat final Piala Eropa 2016. Skuad ”Tiga Singa” kini menjadi tim yang jauh lebih bergairah ketimbang ketika dipermalukan Jerman, 1-4, pada perempat final Piala Dunia Afrika Selatan 2010.
”Kami bukan lagi tim yang sama seperti dua tahun lalu. (Pelatih) berbeda, begitu pula dengan materi pemainnya. Tim ini ingin terus memenangi laga demi laga dan menjadi pemenang di akhir,” ujar John Stones, bek tengah Inggris yang menyumbang dua gol ke gawang Panama, saat diwawancara di mixed zone seusai laga itu.
Skor 6-1 tidak hanya menjadi kemenangan terbesar di Piala Dunia 2018 sejauh ini, tetapi juga rekor baru bagi Tiga Singa di turnamen sepak bola terbesar sejagat itu. Mereka menjadi tim terproduktif di Piala Dunia tahun ini, bersama dengan Belgia dan tuan rumah Rusia, yang mengemas delapan gol pada dua laga.
Ada satu catatan spesial lainnya yang diraih Inggris saat menggilas Panama. Mereka menjadi tim paling efisien, yaitu mencetak enam gol dari tujuh tembakan tepat ke gawang. Dengan kata lain, 86 persen tembakan Tiga Singa berbuah gol pada laga itu. Ini berbeda dari laga sebelumnya kontra Tunisia. Saat itu, mereka hanya mengonversi dua gol dari 17 kali serangan dan tujuh tembakan ke gawang.
Inefisiensi pada laga Tunisia itu memicu pernyataan menarik seorang jurnalis China pada jumpa pers jelang laga itu, Sabtu lalu. ”Mister Southgate, timnas Inggris sangat populer di China karena kami menyukai Liga Primer (Inggris). Inggris sering bermain ’happy football’, menghibur. Hanya saja, happy di sini artinya konyol karena sering kali membuang peluang, seperti ditunjukkan (Raheem) Sterling saat kontra Tunisia. Apa pendapat Anda soal ini?” tanya Li Chen, jurnalis asal China itu.
Pertanyaan itu sontak disambut tawa puluhan jurnalis lainnya. Tawa itu semakin kencang ketika Chen menjelaskan latar belakang pertanyaan itu. Di China dan banyak negara lain, Tiga Singa sering dijadikan bahan lelucon di media sosial karena kekonyolannya. Drama dan kegagalan bertubi-tubi selalu menemani perjalanan mereka pada turnamen-turnamen bergengsi sejak Piala Dunia 1966, kali pertama dan terakhir Inggris jadi juara dunia.
Namun, tidak ada tawa dari Gareth Southgate, Pelatih Inggris. ”Ya, selama berdekade-dekade, kami memang punya cerita itu. Dalam hal ini, sayalah yang paling merasa bersalah (karena gagal mencetak gol lewat penalti di semifinal Piala Eropa 1996 di Inggris). Namun, masa lalu tidak lagi penting bagi tim ini. Kami ingin membuat sejarah baru. Saya berharap bisa memberikan Anda cerita berbeda soal sepak bola ”hepi” dalam beberapa minggu ke depan,” tutur Southgate.
Janji Southgate untuk membuat versi baru dari sepak bola ”hepi” mulai diwujudkan di Stadion Nizhny Novgorod. Meskipun tampil keji, mantan bek tim nasional Inggris itu tidak lantas berpuas diri. ”Sayangnya, kami kebobolan pada menit-menit akhir. Akibatnya, kami tidak bisa memanfaatkan keunggulan selisih gol (dari Belgia, dalam penentuan pemuncak klasemen di Grup G). Namun, akan sangat kasar jika saya mengkritisi pemain setelah yang mereka buat pada malam ini. Yang pasti, kami ingin melanjutkan momentum ini,” ujarnya.
Enggan bermain ”mata”
Pada laga terakhir penyisihan grup, Inggris akan menghadapi Belgia yang bertaburkan pemain bintang. Laga pada Jumat (29/6/2018) pukul 01.00 WIB itu menentukan posisi juara Grup G mengingat kedua tim mengemas poin dan rekor gol yang identik. Saat ini, Inggris berada di posisi teratas karena unggul dalam kedisiplinan alias poin fair play dari kartu kuning dan merah.
Pada babak 16 besar, peringkat kedua Grup G akan bertemu juara Grup H. Sebaliknya, juara grup H bersua peringkat kedua Grup G. Kolombia, yang kini menempati peringkat ketiga Grup H, masih berpeluang lolos sebagai peringkat kedua di grup itu. Adapun posisi puncak Grup H masih dipegang Jepang yang menahan imbang Senegal, kemarin.
Namun, Inggris enggan bermain ”mata” pada laga kontra Belgia. Menurut Ruben Loftus- Cheek, gelandang serang Inggris, timnya ingin mengejar kemenangan saat lawan Belgia. Raihan tiga poin bakal mendongkrak kepercayaan diri mereka. ”Kami tidak takut terhadap lawan mana pun. Meskipun kali ini bebannya tidak seberat sebelumnya, kami ingin menghadapi Belgia serupa dengan pola pandang pada dua laga terakhir. Kemenangan akan menjadi hebat,” ujarnya saat ditemui di mixed zone.
Hal serupa disampaikan Harry Kane, striker Inggris yang mencetak trigol pada laga itu. ”Kami ingin melanjutkan momentum bagus ini. Sangat penting untuk finis terdepan di grup karena itu akan menunjukkan mana tim yang lebih baik (Belgia atau Inggris). Sepatu emas? Jujur saja, bagi saya, yang lebih penting adalah tim bisa menang. Perjalanan masih panjang (untuk meraih sepatu emas,” ujar pemain tersubur di Piala Dunia Rusia dengan koleksi lima gol itu.
Apa pun motivasinya, laga kontra Belgia itu bakal menjadi indikator sahih dari upaya skuad Tiga Singa meredefinisi istilah ”sepak bola hepi”. Yang pasti, kemenangan atas tim unggulan, seperti Belgia, akan memberikan perasaan hepi walau sejenak.