Indonesia bukan kekuatan sepak bola di Asia, apalagi dunia. Tim asal negara kepulauan terbesar di dunia itu tak berpartisipasi di Piala Dunia setidaknya sejak terakhir dengan nama Hindia Belanda pada 1938. Namun, sejatinya, negara berjuluk ”Zamrud Khatulistiwa” ini sangat lekat dengan kejuaraan sepak bola paling akbar di bumi tersebut. Negara di Asia Tenggara itu berulang kali berkontribusi dan meninggalkan jejaknya pada kejuaraan yang digagas tokoh sepak bola Jules Rimet tersebut.
Kisah Indonesia di Piala Dunia berawal pada 1938. Saat itu, Indonesia yang masih bernama Hindia Belanda berkesempatan mewakili Asia tampil di Piala Dunia. Mereka terpilih setelah calon lawannya di kualifikasi, Jepang, mengundurkan diri karena sedang perang dengan China, dan Amerika Serikat mundur karena mengalami masalah finansial.
Sayangnya, penampilan Hindia Belanda tidak istimewa. Baru sekali bertanding, mereka dihajar 0-6 oleh Hongaria sehingga langsung gugur dari Piala Dunia edisi ketiga itu. Kendati demikian, FIFA tetap mencatat Hindia Belanda sebagai wakil pertama Asia pada putaran final Piala Dunia.
Secara tak langsung, para pemain dari negeri ini yang pertama mengenalkan sepak bola Asia ke mata dunia. ”Tim Asia manakah yang pertama kali tampil di Piala Dunia? Hindia Belanda, dikenal saat ini dengan Indonesia, tampil dalam edisi 1938 di Perancis,” demikian kicaun FIFA di Twitter pada 26 Januari 2018.
Hingga sekarang, kisah tersebut terus dikenang sebagai momen membanggakan, terutama di kalangan keluarga para pemain Hindia Belanda yang berpartisipasi di Piala Dunia itu. ”Kakek saya pernah mencetak gol ke gawang Hongaria pada Piala Dunia 1938, tetapi dianulir wasit,” ujar John Pattiwael, cucu gelandang Hindia Belanda di Piala Dunia 1938, Isaac Pattiwael, dikutip BBC Indonesia pada 17 Juni 2018.
Nama Indonesia
Nama Indonesia baru benar-benar hadir di Piala Dunia pada 1974 di Jerman Barat. Namun, Indonesia datang bukan dalam bentuk kesebelasan yang bertanding, melainkan dalam bentuk koin yang digunakan wasit untuk mengundi bola sebelum laga. Persisnya, koin itu digunakan wasit asal Inggris, Jack Taylor, sebelum dimulai partai final antara Jerman Barat dan Belanda di Stadion Olimpiade, Muenchen, pada 7 Juli 1974.
Koin itu bergambar harimau jawa di bagian depan dan di bagian belakang logo Garuda Pancasila dengan tulisan Bank Indonesia di atasnya. Koin perak dengan nilai Rp 2.000 itu hanya dibuat tiga keping oleh Pemerintah Indonesia bersama Lembaga Konservasi Alam (WWF) dan Lembaga Konservasi Dunia (IUCN) untuk keperluan konservasi pada 1974.
Nama resmi koin yang dicetak perusahaan Inggris, Royal Mint, itu adalah Conservation Coin Collection WWF. Pada 2006, koin bersejarah itu dilelang di Inggris dan dibeli oleh kolektor sekaligus pengusaha asal Inggris dengan nilai mencapai Rp 150 juta.
Selain koin, nama Indonesia pun lekat dengan Piala Dunia lewat produk-produk perlengkapan sepak bola, mulai dari bola, sepatu, hingga jersey. Salah satu kisah yang nilai kebanggaannya setara dengan partisipasi Hindia Belanda pada Piala Dunia 1938 adalah saat bola buatan Indonesia dipakai dalam laga Piala Dunia 1998 di Perancis.
Saat itu, bola resmi Piala Dunia 1998 yang disediakan perusahaan asal Jerman, Adidas, dibuat perusahaan asal Indonesia, PT Sinjaraga Santika Sport, di Majalengka, Jawa Barat. Setelah membuat bola Piala Dunia 1998 yang bernama Tricolore itu, perusahaan tersebut terus dipercaya membuat bola resmi Piala Dunia dari 2002 hingga 2018. Tak hanya untuk laga, mereka juga membuat bola untuk cenderamata resmi Piala Dunia.
Nama Indonesia pun lekat pada sepatu dan jersey para bintang sepak bola yang berlaga di Piala Dunia. Sejumlah merek sepatu dan jersey tim-tim sepak bola kelas dunia membuat produknya di Tangerang, Banten. Di Piala Dunia 2018, dipastikan jersey negara yang disediakan Nike dibuat di Indonesia sebab sepertiga produk Nike di dunia memang dibuat pabriknya yang ada di Indonesia. Adapun di Piala Dunia edisi ke-21 ini, Nike menyediakan jersey untuk 10 tim dari 32 tim peserta, antara lain Brasil, Inggris, Nigeria, dan Korea Selatan.
Di luar produk, sejumlah pemain yang pernah dan sedang berlaga di Piala Dunia pun membawa darah Indonesia ditubuhnya. Pemain darah campuran Indonesia itu banyak terdapat di timnas Belanda, seperti mantan kapten Belanda, Giovanni van Bronckhorst; mantan bek Belanda, John Heitinga; dan mantan gelandang Belanda, Nigel de Jong. Pemain keturunan Indonesia pun berpartisipasi di Piala Dunia kali ini, yakni gelandang Australia, Massimo Luongo, yang berdarah Indonesia dari ibunya, Ira Luongo.
Walaupun banyak jejak Indonesia di Piala Dunia, penggemar sepak bola Indonesia pasti tetap berharap suatu hari nanti skuad ”Garuda” bisa berpartisipasi langsung di ajang itu. Hal itu bisa saja terwujud asal pengurus sepak bola Indonesia membenahi pembinaan sepak bola nasional guna melahirkan pemain-pemain bertalenta tinggi yang mampu bersaing di level internasional.
”Mungkin sekitar 10 atau 20 tahun lagi sepak bola Indonesia bisa besar dan tampil di Piala Dunia. Ini negara besar dengan bakat yang berlimpah dan jika dilatih dengan baik, sepak bola Indonesia akan besar,” ujar Van Bronckhorst dikutip Kompas pada 22 Juni 2011. (ADRIAN FAJRIANSYAH)