Semangat tim Brasil berada di puncaknya pada Piala Dunia 1954. Bagaimana tidak, bermain di kandang, mereka melaju hingga final untuk menghadapi Uruguay. Namun, setelah final itu, mendung hitam menggayuti sepak bola Brasil.
Stadion Maracana, Rio de Janeiro, Brasil, pada 16 Juli 1950 gegap gempita dengan gemuruhnya para suporter tim ”Samba”. Hampir 200.000 penonton hadir, yang tentunya didominasi pendukung Brasil. Mereka sangat yakin tim tersebut menjadi juara setelah Brasil menggebuk lawan-lawan sebelumnya.
Swedia babak belur dihajar 7-1. Spanyol juga dibuat tak berkutik dengan skor 6-1. Pada hari diselenggarakannya final, ada surat kabar yang bahkan sangat spekulatif dengan memasang judul Brasil adalah juara Piala Dunia, lengkap dengan fotonya.
Brasil dengan baju putihnya memang menggenggam inisiatif lebih dulu dengan mencetak gol. Namun, Uruguay mengatasi ketertinggalan dengan satu gol pada menit ke-66. Sorak-sorai pendukung Brasil bungkam ketika 11 menit sebelum permainan usai, Uruguay membalikkan posisi dengan gol keduanya.
Skor berakhir 2-1 dengan kemenangan Uruguay. Duka yang menyelimuti Brasil saat itu menjadi salah satu momen paling kelam tim Samba. Sejumlah sumber menyebutkan bahwa ribuan warga Brasil stres hingga harus diterapi oleh psikolog. Beberapa pendukung depresi, lantas bunuh diri.
Sebagian pemain Brasil menyudahi kariernya. Tim Brasil juga ogah mengenakan kostum putih lagi. Tragedi itu disebut Maracanazo atau Malapetaka Maracana. Akan tetapi, terapi kejut itulah yang menjadi awal kebangkitan sepak bola Brasil dari puing-puing kekalahan hingga menjelma menjadi raksasa sepak bola dengan lima gelar juara Piala Dunia. (BAY)