Para pendukung Argentina saling berpelukan di tribune penonton Stadion Saint Petersburg, Rusia. Banyak pula yang menangis haru karena tim kesayangan mereka itu, sekali lagi, lolos dari ”maut”.
Saint Petersburg, Kompas ”Kami mengalami situasi sulit dan tidak menyangka bisa menderita. Sekarang kami sangat lega,” kata kapten Argentina Lionel Messi kepada media setelah Argentina mengalahkan Nigeria, 2-1, di Stadion Saint Petersburg, Rusia, Rabu (27/6/2018) dini hari WIB. Messi pantas berlega hati. Di pundaknya, harapan ”La Albiceleste” dan harapan semua pendukungnya untuk berprestasi di Piala Dunia 2018 tersandang.
Argentina hampir tersisih di penyisihan Grup D setelah ditahan Eslandia, 1-1, dan dihancurkan Kroasia, 0-3. Melawan Nigeria, mimpi terburuk Argentina itu nyaris terjadi ketika sayap Nigeria, Victor Moses, menyamakan kedudukan 1-1 dari tendangan penalti. Gol Moses meredam kegembiraan Argentina yang sempat unggul 1-0 lewat tendangan Lionel Messi pada menit ke-14. Gol Messi ini menjadi gol ke-100 yang tercipta pada Piala Dunia 2018.
Kekhawatiran suporter Argentina dan ketegangan Messi berakhir dengan sorak gembira setelah tendangan voli bek Marcos Rojo, empat menit sebelum bubar, membawa Argentina unggul 2-1. Argentina lolos ke babak 16 besar sebagai runner-up grup, mendampingi Kroasia sebagai juara grup. Tak heran, Messi langsung melompat ke punggung Rojo dan berteriak keras. Beban berat terlepas dari pundaknya. Kemenangan itu menjadi kado indah bagi Messi, yang berulang tahun ke-31 pada 24 Juni.
Melihat perjalanan Argentina sejak fase kualifikasi—menunggu laga terakhir lawan Ekuador untuk memastikan lolos ke Rusia—hingga saat ini seperti melihat sosok Harry Houdini, ilusionis yang jago menyelamatkan diri dari bahaya. Suporter Argentina dibuat cemas, tetapi pada akhirnya tim ”Tango” bisa bangkit. Rakyat Argentina seperti melihat Houdini membebaskan diri setelah diikat dan dimasukkan ke dalam peti. Houdini yang memakai kaus biru putih, kebanggaan timnas Argentina.
Keberuntungan
Nigeria, yang cukup bermain imbang dengan catatan Kroasia tak kalah dari Eslandia, akhirnya harus tersingkir. Kekalahan Eslandia dari Kroasia, 1-2, juga menjadi keberuntungan Argentina, yang tak tergoyahkan di posisi kedua.
Kapten Nigeria, John Obi Mikel, juga kecewa dengan keputusan wasit asal Turki, Cuneyt Cakir, yang tidak menghadiahkan penalti ketika bola mengenai tangan Rojo pada babak kedua. ”Kami melihat jelas bahwa itu handball. Wasit juga menggunakan VAR (asisten video wasit). Saya tidak bisa mengatakan apa-apa lagi,” kata Mikel. Pelatih Nigeria Gernot Rohr juga yakin, Rojo handball.
Namun, Rohr memilih mengapresiasi skuadnya. ”Tim kami berisi pemain muda dan kurang berpengalaman menghadapi tim sekelas Argentina. Empat tahun lagi, Nigeria bisa menjadi tim yang lebih matang dan siap,” katanya.
Skuad ”Elang Super”, julukan timnas Nigeria, unggul dari segi kecepatan dan kekuatan. Mereka terus berusaha menutup pergerakan pemain Argentina. Mereka memiliki beberapa peluang gol, tetapi tidak memiliki penyelesaian yang bagus.
Sebaliknya, Argentina sudah bisa bermain seperti sebuah tim. Mereka menyiasati tekanan dari Nigeria dengan umpan satu dua. Tempo permainan diatur oleh Ever Banega dan Javier Mascherano. Argentina membangun serangan dengan sabar dan tidak mau terpancing permainan cepat Nigeria. ”Seperti yang saya katakan sebelumnya, kami bermain dengan hati,” kata Pelatih Argentina Jorge Sampaoli.
Di babak 16 besar, ujian lebih berat menanti Argentina di Kazan Arena, 30 Juni, yakni Perancis. Mantan striker Argentina, Hernan Crespo, Rabu, mengatakan, Argentina bukanlah favorit menghadapi Perancis. Situasi ini justru menguntungkan karena bisa mengurangi beban yang harus dipikul Messi dan kawan-kawan.
”Tim Perancis bermain cukup lama dan punya materi bagus. Adapun kami relatif baru. Jadi, laga ini akan sangat sulit. Namun, saya bisa jamin, Perancis sangat khawatir. Kami punya karakter, seperti yang diperlihatkan menghadapi Nigeria,” ujar Crespo di sela-sela acara FIFA di Lapangan Merah Moskwa.