Duel di Kazan Arena, Sabtu (30/6/2018) malam ini, menjadi peluang terakhir bagi Argentina dan Perancis untuk menaikkan level permainan dan memperlihatkan kapasitas mereka sebagai favorit juara di Piala Dunia 2018. Perancis memiliki sedikit keunggulan dibandingkan dengan tim ”Tango”, terlepas mereka memiliki Lionel Messi.
KAZAN, KOMPAS Timnas Perancis dan Argentina ibarat dua ”kutub” berbeda. Perancis bertenagakan talenta-talenta muda potensial, sedangkan tim ”Tango” bermaterikan para pemain ”senja” yang menolak dilupakan dunia. Faktor individual dan jam terbang bisa menjadi pembeda saat kedua tim bersua di Kazan Arena, Republik Tatarstan, Federasi Rusia, Sabtu malam ini.
”Les Bleus” alias timnas Perancis adalah skuad termuda di Piala Dunia Rusia dengan rata-rata usia pemain 25,8 tahun. Kehijauan tim ini diwakili Kylian Mbappe-Lottin, striker yang baru berusia 19 tahun. Sebaliknya, tim Tango adalah tim paling uzur ketiga di Rusia dengan rata-rata usia pemain 29,3 tahun. Hanya Kosta Rika dan Panama, dua tim yang telah tersingkir, yang bisa melampaui keuzuran Argentina.
Meskipun berbeda jauh dari segi usia, kedua tim berbagi kesamaan, yaitu sama-sama tampil kurang meyakinkan di Rusia sejauh ini. Generasi emas baru Les Bleus, yang dianggap terbaik setelah era Piala Dunia 1998, belum menunjukkan kohesi, dinamisasi, dan kreativitas dalam menyerang. Padahal, tim ini dilimpahi barisan talenta muda menawan, seperti Mbappe, Ousmane Dembele, dan Antoine Griezmann.
Masalah itu dibuktikan dengan minimnya produktivitas mereka, yaitu hanya tiga gol di sepanjang penyisihan grup. Pelatih Perancis Didier Deschamps tersinggung ketika ditanya wartawan, mengapa timnya kurang eksplosif dan kreatif, terutama di lini sayap, pada jumpa pers di Arena Kazan, Jumat (29/6). Ia bahkan diam seribu bahasa dan menolak berkomentar saat ditanya alasannya tidak membawa Karim Benzema, striker berpengalaman yang melesat di Real Madrid.
”Kami harus menjaga keseimbangan. Setiap pemain juga memiliki porsi tanggung jawab masing-masing dalam bertahan, saat kehilangan bola. Jadi, kami tidak hanya menyerang dan menyerang. Namun, terlepas apa pun (kritik), saya akui, masih banyak ruang yang bisa ditingkatkan dari para pemain. Antoine misalnya. Kami berharap ia bisa meningkatkan levelnya,” ujar Deschamps.
Kurang meledaknya permainan Perancis, juara dunia 1998, dianggap karena masalah taktik. Pers Perancis menilai, Deschamps terlalu berhati-hati. Itu dibuktikan melalui taktiknya yang rutin memainkan dua gelandang defensif seperti N’Golo Kante dan Blaise Matuidi di Rusia. Ya, itu membuat pertahanan mereka solid. Les Bleus baru kebobolan satu gol di Rusia.
Hugo Lloris, kapten timnas Perancis, membela taktik ”hati-hati” Deschamps, mantan pemain yang turut membawa Perancis juara dunia dua dekade silam. ”Jika ingin melangkah jauh di turnamen ini, kami harus meningkatkan kolektivitas, solidaritas, khususnya ketika bertahan. Itu dibuktikan oleh tim-tim sukses terdahulu. Kesalahan harus ditekan seminimal mungkin,” ujar kiper Les Bleus itu.
Perancis ingin meniru jejak Spanyol pada 2010. Meskipun dilimpahi pemain berkualitas, Spanyol saat itu tidak ”berfoya-foya” serangan ataupun gol. Stabilitas dan penguasaan bola menjadi hal terpenting. Meskipun hanya mencetak total delapan gol atau rata-rata satu gol di tujuh laga, ”La Furia Roja” mampu menjadi kampiun dunia saat itu di Afrika Selatan.
Maka, pakem 4-3-3 dengan dua gelandang perusak agaknya bakal kembali dipakai Deschamps saat menghadapi Argentina. Hadirnya pemain bertipe ”perusak” seperti Kante dan Matuidi di depan barisan bek sangatlah penting untuk meredam pergerakan Messi, inspirator dan nyawa tim Tango. Messi dan Argentina dibuat tak berkutik oleh Kroasia dan Eslandia berkat pendekatan taktik serupa.
”Ia (Messi) adalah pemain luar biasa. Kami harus melakukan sejumlah antisipasi untuk membatasi ruang gerak dan dampaknya ke tim lawan,” ujar Deschamps kemudian.
Pertahanan terburuk
Menua dan lambatnya pergerakan barisan bek tim Tango dapat dieksploitasi barisan penyerang cepat Perancis seperti Dembele dan Mbappe. Pertahanan Argentina, yang dikawal Nicolas Otamendi dan dilapis oleh gelandang senior Javier Mascherano, adalah yang terburuk di jajaran tim 16 besar. Gawang tim Tango telah kebobolan lima gol dari tiga laga. Pelatih Argentina Jorge Sampaoli pun masih galau, apakah akan menurunkan skema tiga bek atau empat bek di laga ini.
Tak heran, legenda Argentina, Hernan Crespo, menilai, Perancis lebih difavoritkan di duel ini. ”Kami punya banyak pemain hebat, tetapi begitu juga dengan Perancis. Mereka telah bermain bersama lebih lama ketimbang Argentina. Jadi, mereka lebih punya identitas ketimbang kami. Jadi, jelas kami bukan favorit,” ujarnya, Rabu lalu, di Moskwa.
Meskipun demikian, mantan striker Argentina itu meyakini, Perancis lebih cemas menghadapi laga ini ketimbang Argentina. Dalam situasi buruk atau tekanan, tim Tango justru melewati ekspektasi, seperti diperlihatkan saat mengalahkan Nigeria 2-1. Sejarah pun lebih mengunggulkan Argentina. Dalam dua kali pertemuan sebelumnya di Piala Dunia, Argentina selalu mengalahkan Perancis. Kini, di Kazan, dua raksasa berbeda kutub itu akan berduel, berebut tiket ke perempat final.