Olahraga basket kursi roda adalah olahraga baru di Indonesia. Bahkan, Indonesia baru lima bulan lalu membentuk tim nasional, yang pertama dalam sejarah bola basket di Tanah Air. Demi ikut Asian Para Games, jajaran pelatih Indonesia melakukan safari keliling Indonesia untuk mencari 12 atlet, bukan yang terbaik, melainkan yang siap ikut bermain dan minimal mampu menggunakan kursi roda dengan baik.
Pelatih Indonesia Fajar Brilianto, usai laga Indonesia melawan Malaysia di Kejuaraan Bola Basket Kursi Roda pada Uji Coba Asian Para Games 2018 di Arena Basket Senayan, Jakarta, Minggu (1/7/2018), mengatakan, jajaran pelatih bersama kapten timnas Indonesia Donald Putra Santoso (29) mulai mencari pemain pada Desember 2017. Saat itu, mereka terpaksa melakukan safari keliling Indonesia karena memang tidak ada atlet basket kursi roda yang profesional dan berkarir di kompetisi resmi.
Untuk itu, mereka harus jemput bola mencari sendiri pemain-pemain itu ke daerah. Nyatanya, upaya itu tak semudah yang direncanakan. Di daerah, mereka pun tak menemukan ada pengguna kursi roda yang benar-benar fokus bermain basket kursi roda. Akhirnya, mereka pun membuka seleksi terbuka kepada siapapun pengguna kursi roda yang ingin bergabung ke timnas Indonesia.
Dari seleksi itu diperoleh 30-40 atlet pengguna kursi roda. Namun, semuanya bukan pemain basket melainkan atlet-atlet dari cabang lain, mulai dari angkat berat, atletik, dan lainnya. Akhirnya, dicari 11 atlet terbaik di antara itu. Pada Januari, didapat 11 pemain yang bersama Donald menjadi 12 orang yang resmi menjadi timnas Indonesia. "Mereka dipilih karena dianggap paling mahir menggunakan kursi roda. Jadi, minimal mereka ada modal utama untuk memainkan olahraga itu," ujar Fajar.
Para pemain yang terpilih adalah Donald Putra Santoso (DKI Jakarta), Edy Johan (DKI Jakarta), Kasep Ayatulloh (Jawa Barat), Jaka Sriyana (Jawa Tengah), Arifin Risma (DI Yogyakarta), Danu Kuswantoro (DI Yogyakarta), Daryoko (DI Yogyakarta), Yulianto (DI Yogyakarta), Gusti Putu Putra Adnyana (Bali), Lalu Idrus (Bali), I Nyoman Sumerta (Bali), dan I Ketut Gede Nesa Jatiana (Bali).
Setelah tim terbentuk, masalah baru muncul. Para pemain itu ternyata benar-benar tidak kenal mengenal basket. Dua-tiga bulan pertama latihan pun dilakukan untuk mengenalkan basket ke para pemain. Mereka benar-benar dilatih dari dasar mengenai cara membawa bola, cara mengumpan, dan cara melempar. Setelah benar-benar tahu cara bermain basket, barulah mereka diajarkan untuk mengenal peraturan dalam pertandingan hingga taktik pertandingan.
Praktis hanya lima bulan tim itu dibentuk sebelum mereka terjun di kompetisi resmi pertamanya, yakni Uji Coba Asia Para Games 2018 ini. Apa yang terjadi? Mereka belum bisa dikatakan sempurna. Saat pertandingan berlangsung, beberapa pemain masih sering melakukan pelanggaran saat membawa bola, melakukan gerakan trapping atau berada di area tembakan bebas lawan lebih dari tiga detik. Saat membawa bola, sering kali bola terlepas. Saat mengumpan, justru bola melebihi jangkauan rekan atau justru diambil lawan. Ketika menembak bola, bola sering kali tidak sampai keranjang lawan.
Soal taktik, banyak pemain justru tidak bersuara. Padahal, komunikasi adalah komponen penting dalam olahraga basket kursi roda. "Pemain kan sulit menoleh ke kiri-kanan apalagi belakang. Jadi, komunikasi itu sangat penting. Tapi, pemain justru banyak diam. Bisa lihat sendiri tadi saat pertandingan," kata Fajar.
Namun, menariknya, walau mereka baru menjadi tim dan baru kali ini melakukan laga internasional, semangat juang mereka luar biasa. Pada akhirnya, mereka justru membuat keajaiban mengalahkan Malaysia dengan skor 54-53 dalam laga pertama kejuaraan tersebut. Kemenangan itu tergolong luar biasa. "Apalagi Malaysia merupakan negara yang punya sejarah basket kursi roda lebih panjang dari kita, mereka sudah mengenal dan memiliki timnas basket kursi roda sejak tahun 2005," tutur Fajar.
Butuh dukungan penuh
Untuk menjadikan tim ini lebih baik, pemerintah patut mendukung penuh. Nyatanya, sebagian pemain berasal dari olahraga lain. Otomatis mereka menggunakan kursi roda yang tidak khusus untuk basket. Padahal, kursi roda untuk basket punya spesifikasi sendiri, antara lain berbahan lebih ringan, dudukan yang lebih kuat dan nyaman, serta roda yang agak miring untuk memperkokoh dudukan orang di atasnya. Harga kursi itu sekitar Rp 20 juta per unit dan harus dipesan khusus.
Saat ini, para pemain mayoritas menggunakan kursi bekas pakai. Mereka menggunakan kursi hasil modifikasi maupun yang tersedia dengan ukuran yang tak sesuai dengan kondisi tubuhnya. Akibatnya, pemain menjadi tak nyaman saat berlaga. Beberapa justru sering terjatuh saat berlaga karena memang ukuran kursi itu tidak sesuai dengan bentuk tubuhnya sehingga dirinya tidak seimbang saat bermanuver.
Menurut Fajar, pihaknya sudah meminta kepada Komite Paralimpiade Nasional (NPC) Indonesia untuk disediakan kursi roda khusus tersebut. NPC Indonesia sudah berjanji menyediakan kursi roda itu pada Maret. Namun, nyatanya hingga sekarang belum datang. Bahkan, kursi roda tersebut mungkin baru tersedia pada Agustus, sedangkan Asian Para Games dielar 6-13 Oktober. "Kami berharap ini segera datang. Karena para atlet butuh penyesuaian lagi ketika sudah memiliki kursi roda itu. Proses penyesuaian itu butuh waktu. Kalau terlalu lama menanti, takutnya sudah keburu Asian Para Games," ujarnya.
Fajar menjelaskan, kursi roda bagi difabel, khususnya atlet basket kursi roda ibarat sepatu. Kursi roda itu memang hanya bisa dipakai satu orang satu. Kursi roda itu juga menunjang atlet bersangkutan untuk lebih baik dalam bermain. "Ibarat sepatu, kalau tak nyaman, pemain itu pasti akan terganggu saat main," katanya.
Sebelumnya, Ketua NPC Indonesia Sanny Marbun mengutarakan, pengadaan kebutuhan latihan dan bertanding atlet NPC, termasuk kursi roda sempat terganggu karena belum ada regulasi resmi mengenai proses pengadaan tersebut. Akibatnya, NPC yang sudah mendapatkan anggaran untuk pengadaan kebutuhan tersebut belum berani menggunakan uang yang ada untuk membeli semua kebutuhan terkait. Permasalahan itu relatif baru tuntas sebulan lalu sehingga barang-barang itu baru bisa diadakan setelahnya.
Kerangka tim
Donald mengatakan, timnas basket kursi roda sekarang harus menjadi kerangka pembentukan timnas kursi roda yang lebih baik di masa depan. Ia pun berharap, setelah itu, bisa terbentuk asosiasi basket kursi roda serta kompetisi basket kursi roda dari tingkat yunior, remaja, hingga dewasa.
Bagi atlet kursi roda Indonesia kelahiran California, Amerika Serikat, 21 November 1989 itu, olahraga basket kursi roda sejatinya cukup diminati. Karena, tak sedikit pengguna kursi roda yang mengemari basket. Sayangnya, tidak ada tempat dan wadah berlatih maupun berkompetisi untuk mereka.
Untuk itu, sepulangnya ia dari AS ke Indonesia pada 2017, ia berharap sekali pemerintah bisa membentuk asosiasi dan kompetisi berkesinambungan di Indonesia. Negara ini diyakini memiliki banyak potensi untuk membentuk tim yang tangguh di masa depan. Selain banyak sumber daya manusia, pemain-pemain Indonesia juga punya semangat belajar tinggi.
"Buktinya, lima bulan baru terbentuk, tim ini bisa bermain cukup baik. Saya yakin dunia basket kursi roda Indonesia bisa terus berkembang dengan baik di masa depan," tegas mantan atlet basket klub Phoenix Suns 2013-2015 dan Arizona State 2015-2016 di Kompetisi Basket Kursi Roda AS tersebut.