SAINT PETERSBURG, MINGGU Swedia belum lelah membuat kejutan. Energi mereka terus menggelora sejak menciptakan ”Keajaiban di Milan” dengan menyingkirkan empat kali juara dunia, Italia, pada fase play off zona Eropa Piala Dunia 2018. Tim miskin bintang ini awalnya diprediksi bakal gagal melangkah ke Rusia, terutama setelah Zlatan Ibrahimovic pensiun seusai Piala Eropa 2016.
”Piala Dunia tanpa saya tidak akan menjadi Piala Dunia,” ujar Ibrahimovic saat Swedia gagal lolos ke Brasil empat tahun lalu.
Namun, tanpa Ibrahimovic, Swedia justru menciptakan Keajaiban di Milan. Air mata kebahagiaan membasahi San Siro, mengiringi langkah Andreas Granqvist—pengganti Ibrahimovic sebagai kapten tim—dan kawan-kawan ke Rusia.
”Mereka bertempur dan berjuang. Ini tidak cantik, tetapi sangat menegangkan, seperti kisah bencana dalam Alkitab,” tulis kolumnis Dagens Nyheter, Johan Esk, dikutip DPA.
Swedia yang miskin bintang tak kehilangan kepercayaan diri. Mereka mengamalkan akar budaya bangsanya dengan teguh, yaitu kekompakan dan saling menghargai. Tim asuhan Janne Andersson itu pun melaju ke babak 16 besar sebagai juara Grup F. ”Kami ada di sana untuk satu sama lain dan kami saling bekerja sama,” kata Andersson tentang kekuatan timnya.
Karakter itu menjadi modal Swedia saat melawan Swiss pada babak 16 besar di Saint Petersburg, Selasa (3/7/2018) pukul 21.00 WIB. Di atas kertas, Swiss memiliki kualitas individu pemain yang jauh lebih baik dan merata di setiap lini.
Swiss memiliki pemain berbahaya, seperti Granit Xhaka dan Xherdan Shaqiri. Beruntung bagi Swedia, dua bek tangguh Stephan Lichtsteiner dan Fabian Schar tidak bisa tampil karena akumulasi kartu kuning.
Namun, kekuatan individu akan dilawan dengan kolektivitas oleh para pemain Swedia untuk menciptakan keajaiban di Saint Petersburg. Pengorbanan demi tim semakin kuat setelah Granqvist memutuskan tetap bersama tim meskipun dia bisa saja pulang untuk menunggui istrinya, Sophie, melahirkan anak kedua mereka. Kelahiran itu diperkirakan Selasa bersamaan dengan laga Swedia kontra Swiss.
”Istri saya melakukan sesuatu yang hebat, tidak ada perubahan sejauh ini. Kami akan menunggu dan melihat apa yang terjadi. Saya sepenuhnya fokus pada pertandingan besok dan istri saya sangat teguh,” ujar bek tengah berusia 33 tahun itu, Senin (2/7).
Berkorban demi tim diharapkan bisa mengantar Swedia ke kejayaan pada masa lalu, bahkan melampauinya. Capaian terbaik Swedia pada Piala Dunia ialah mencapai final saat menjadi tuan rumah Piala Dunia 1958. Namun, mereka finis kedua setelah kalah 2-5 dari Brasil pada partai puncak. Swedia juga sempat membuat kejutan dengan finis ketiga pada edisi 1950 di Brasil dan 1994 di Amerika Serikat.
Pencapaian itu terus menjadi inspirasi Swedia dari masa ke masa hingga di Rusia 2018. Peluang mengulang prestasi itu terbuka, tetapi mereka harus mengalahkan Swiss terlebih dulu. Jika hadangan itu bisa dilewati, tantangan akan semakin berat karena Swedia berpotensi bertemu Inggris atau Kolombia.
Swiss tak lebih unggul dari Swedia karena capaian terbaik mereka adalah perempat final edisi Italia 1934, Perancis 1938, dan saat menjadi tuan rumah pada 1954. Jika kalah dari Swedia, berarti mengulang Piala Dunia 2006, dan 1994, dan 2014, yaitu terhenti di perdelapan final.
Laga di Saint Petersburg juga memiliki makna penting secara personal bagi penyerang Swiss, Breel Embolo. Dia baru kembali lagi ke Rusia setelah menunggui kelahiran anak pertamanya.
Pelatih Swiss Vladimir Petkovic tahu, anak-anak asuhnya harus berjuang lebih gigih untuk meruntuhkan Swedia. ”Yang harus kami perhatikan adalah membongkar pertahanan mereka dan mengantisipasi serangan balik. Swedia amat berbahaya dan terbukti ketika memukul Meksiko, 3-0, pada penyisihan,” ujarnya. (Reuters/AP/AFP/BRO)