Arena Pertandingan Perlu Dibenahi
JAKARTA, KOMPAS – Memasuki hari terakhir uji coba kejuaraan Asian Para Games 2018, kekurangan pada arena pertandingan tampak. Hal itu perlu dibenahi sebelum Indonesia menggelar Asian Para Games, 6-13 Oktober.
Gelora Bung Karno Arena yang sebelumnya ditetapkan untuk menggelar pertandingan tenis meja pada Asian Para Games dinilai terlalu kecil untuk menampung penonton, atlet, dan ofisial negara peserta. Untuk itu, arena pertandingan mungkin dipindahkan.
Ketua Panitia Pelaksana uji coba Asian Para Games cabang olahraga tenis meja Rima Ferdianto di Jakarta, Senin (2/7/2018) mengatakan, ada wacana pemindahan arena tenis meja. Wacana itu diusulkan oleh delegasi teknis dari Federasi Tenis Meja Internasional (ITTF) setelah melihat dua hari uji coba Asian Para Games pada 1 – 2 Juli 2018.
Pertimbangannya, GBK Arena tidak memiliki tribun penonton. Hanya ada kursi penonton yang sejajar dengan lapangan, itu pun hanya berkapasitas 500 kursi. Syarat minimal dari delegasi teknis adalah 2.000 kursi.
Ketiadaan tribun akan membuat penonton, ofisial, dan atlet yang ingin menyaksikan pertandingan akan tertumpuk di kursi sekitar lapangan bertanding. Adapun jarak antara kursi penonton dan meja bertanding tidak lebih dari 10 meter. "Tenis meja adalah salah satu olahraga favorit dalam Asiang Para Games. Penontonnya pun mungkin akan banyak,” kata Rima.
Pertimbangan lainnya, di GBK Arena, tempat latihan dan arena bertanding untuk kelas kursi roda dan kelas berdiri dipisahkan. Tempat latihan di lantai 1, arena kursi roda di lantai 5, sedangkan arena kelas berdiri di lantai 8.
Rima mengatakan, pemisahan lantai itu menyulitkan koordinasi antara panitia pelaksana. Adapun dalam pertandingan skala internasional, pertandingan seluruh kelas dikumpulkan dalam satu koridor.
Ada wacana untuk memindahkan dari GBK Arena ke GOR Ciracas. Di GOR Ciracas terdapat dua GOR yang bisa dijadikan tempat bertanding dan latihan. “Tetapi aksesibilitas, toilet, pencahayaan, dan lainnya di Ciracas masih harus diperiksa layak atau tidak, sedangkan di GBK Arena semua fasilitas sudah aman,” kata Rima.
Banyak evaluasi
Atlet dari Taiwan, Chen Fu-Kei (51) dan Huang Chi-Lin (62) mencatat kekurangan yang harus diperbaiki panitia penyelenggara. Meskipun secara keseluruhan sudah baik, tetapi fasilitas dan aksesibilitas untuk Chen dan Huang yang menggunakan kursi roda itu masih bermasalah.
Huang mengatakan, ia dua kali terjatuh dari kursi roda saat turun bus. Hal itu disebabkan tangga miring di GBK Arena terlalu sempit dan curam. “Saya takut saat turun karena sempit sekali,” katanya.
Selain itu, Huang bermasalah dengan toilet di GBK Arena. Toilet khusus kursi roda itu dicampur antara pria dan wanita dan pintu toilet tidak bisa dikunci.
Masalah katering juga perlu menjadi catatan Panitia Penyelenggara Asian Para Games (Inapgoc). Pada penyelenggaraan uji coba tenis meja hari pertama, makanan atlet baru tersedia pukul 14.30 atau terlambat sekitar dua jam.
Wisma Atlet di Kemayoran pun masih banyak kekurangan. Chen menambahkan, sempat ada kebocoran air di kamarnya. Sementara itu, air untuk mandi sempat macet dan terlalu kecil alirannya.
Sementara itu, atlet asal Belanda Kelly Van Zon senang dengan pelayanan yang diberikan sukarelawan di GBK Arena maupun Wisma Atlet. “Orang-orangnya bersahabat, jadi saya sangat terbantu sekali. Ketika kami membutuhkan sesuatu, dia langsung mengurusinya,” ucapnya.
Arena basket
Di arena basket kursi roda, tiga tim peserta menyebut arena kurang memadai. Tim Malaysia menilai lantai arena dibuat untuk arena basket biasa. ”Untuk kursi roda, lantainya masih terlalu licin. Itu sangat berbahaya. Kalau mau dipakai, lantai itu harus diganti," tegas pelatih Malaysia Muhamad Asyraf.
Sedangkan tim Thailand menyoroti tentang pencahayaan arena. Menurut mereka, cahaya lampu di atas lapangan langsung menyorot ke pemain yang akan melempar ke ring. "Ketika akan melempar, pemain langsung melihat lampu sehingga bisa mengganggu konsentrasi. Lampu itu harus dibenahi, di atur lebih bersahabat untuk mata atlet," ujar Presiden Asosiasi Bola Basket Kursi Roda Thailand Phattharabhandhu Krissana.
Adapun tim Indonesia mengamati tentang jalur untuk pengguna kursi roda. Beberapa jalur tidak dilengkapi dengan pegangan tangan. Padahal, sejumlah jalur itu cukup tinggi dan menanjak atau menurun. "Harusnya semua jalur itu pakai dilengkapi pegangan tangan. Hal ini penting untuk keamanan pengguna kursi roda," kata kapten tim Indonesia Donald Putra Santoso.
Selain menyoroti arena, para kontingen tim basket kursi roda juga menyoroti fasilitas di Wisma Atlet Kemayoran. Tim Thailand menilai ruang makan wisma tersebut terlalu kecil. "Tempat itu tak cukup untuk menampung para atlet, terutama pengguna kursi roda. Kalau yang makan ramai, bisa antre dan tidak tertampung semua untuk makan," tutur Phattharabhandhu.
Adapun tim Malaysia paling memperhatikan kemacetan lalu lintas dari wisma atlet ke arena pertandingan, terutama di kawasan GBK. "Jadwal perjalanan atlet dari wisma ke arena harus dipercepat agar tidak telat karena terkena macet. Di sisi lain, kami harap pihak panitia mengatur lalu lintas lebih baik agar tidak ada macet saat atlet jalan," ujar kapten tim Malaysia Fazlan Ismail.